Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) memberi harapan bagi petani Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, untuk memanen padi lebih dari sekali setahun. Mereka tak merisaukan ancaman kekeringan di musim kemarau dan terendam air di musim hujan.
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
OGAN KOMERING ILIR, KOMPAS — Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) memberi harapan bagi petani Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, untuk memanen padi lebih dari sekali setahun. Mereka tak merisaukan ancaman kekeringan di musim kemarau dan terendam air di musim hujan.
Kuhapa (42), petani Desa Tanjung Aur, Kecamatan Jejawi, mengatakan, sebelum Program Serasi masuk ke daerah itu, mereka hanya memanen satu kali dalam setahun. Penanaman juga baru dimulai pada Mei saat area persawahan yang didominasi rawa itu airnya surut.
”Selesai panen pertama, kami biasanya menanam lagi, tetapi rata-rata gagal karena belum tiba masa panen sudah musim hujan. Daerah ini semua rawa, jadi padi terendam air, mati, atau padi membusuk,” katanya, Rabu (27/8/2019), di Ogan Komering Ilir.
Sejak Program Serasi menyentuh wilayah itu, para petani yang menanam pada Mei 2019 tiba pada masa panen Agustus ini. Pemanenan dilaksanakan dalam waktu singkat dengan menggunakan mesin pemotong padi, combaine, yang berfungsi untuk memotong dan merontokkan bulir-bulirnya.
Pemanenan dengan menggunakan teknologi pertanian modern ini merupakan tujuan Program Serasi, yakni meningkatkan produktivitas petani, menghemat tenaga, mengurangi biaya, dan mempercepat penanaman kembali.
”Mekanisasi ini membantu karena panen selesai, lahan bisa kembali dibajak untuk ditanami lagi. Kalau tidak memakai sistem ini, waktu panen lama, bisa dua atau tiga minggu. Kami juga susah mencari tenaga kerja yang mau membantu,” ucapnya.
Koordinator penyuluh pertanian Kecamatan Pampangan, Ogan Komering Ilir Kasmadi, menambahkan, selama ini dengan sistem konvensional, 1 hektar sawah menghabiskan anggaran sekitar Rp 6 juta.
Sementara hasil yang didapat sekitar 5 ton gabah kering per hektar. Artinya, jika dikalikan dengan harga gabah Rp 5.000 per kilogram, pemasukan yang diperoleh petani dari 1 hektar sawah sebesar Rp 25 juta.
”Dengan mekanisasi, pengeluaran menjadi lebih kecil. Bisa dibayangkan, kalau dua kali panen saja, 1 hektar sawah bisa Rp 50 juta per tahun,” ucapnya.
Tingkatkan pendapatan petani
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, pemerintah bertekad meningkatkan produktivitas pertanian di Sumatera Selatan dengan pendekatan teknologi atau sistem pertanian modern. Saat ini sudah ada 1.700 unit peralatan pertanian, seperti combaine, ekskavator, mesin pompa air, dan traktor.
”Kami menggunakan teknologi modern dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani. Dulunya tanam satu kali, sekarang bisa dua sampai tiga kali,” ucap Amran.
Kementerian Pertanian menargetkan membuka lahan garapan baru seluas 200.000 hektar hingga akhir 2019 di Sumatera Selatan. Jika target ini berhasil, potensi pendapatan petani di provinsi itu sekitar Rp 14 triliun hanya dalam satu kali masa panen.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Sarwo Edhy menambahkan, dari total 200.000 hektar, Ogan Kemering Ilir mendapat jatah perluasan lahan pertanian 67.000 hektar. Untuk mempercepat penanaman padi, Kementerian Pertanian sudah menyerahkan 18 unit ekskavator yang akan digunakan petani menggarap lahan basah di kabupaten tersebut.
”Akan kami tambah sekitar 10 unit lagi. Jadi, diharapkan dengan 28 unit ekskavator, sampai akhir Oktober sudah selesai 100 persen untuk luas lahan 67.000 hektar,” ucapnya.
Program Serasi dari Kementerian Pertanian menyasar wilayah-wilayah di Indonesia yang daerah rawanya cukup luas, termasuk Sumatera Selatan. Luas lahan di provinsi itu 1,4 juta hektar.
Provinsi Sumatera Selatan ditargetkan menjadi penyumbang lumbung pangan nasional terbesar di Indonesia pada tahun 2021. Provinsi itu saat ini baru berada di peringkat tiga penyumbang lumbung pangan nasional.
Menurut Sarwo, prinsip Program Serasi adalah menormalisasi saluran air dengan pembangunan sistem irigasi sekunder dan tersier. Sistem irigasi bertujuan untuk mengantisipasi banjir saat hujan dan mengalirkan air saat musim kemarau tiba.
”Sehingga nanti ketika banjir, air dari dalam sawah bisa dikeluarkan. Kemudian ketika kering, air bisa dimasukkan dengan pompa ke dalam areal persawahan,” ucapnya.