JAKARTA, KOMPAS – Sebelum mulai membahas sejumlah rancangan undang-undang sebagai payung hukum ibu kota negara baru, Dewan Perwakilan Rakyat akan terlebih dahulu melakukan kajian terkait berbagai aspek pemindahan. Pembuatan regulasi diprediksi butuh kajian mendalam dan waktu lama, sehingga tidak bisa terburu-buru dieksekusi untuk mengejar tenggat waktu yang sudah direncanakan Pemerintah.
DPR pun membentuk tim kajian teknis pemindahan ibu kota yang akan mulai bekerja dalam sisa satu bulan terakhir masa jabatan, sebagai dasar kajian pembahasan regulasi di DPR periode 2019-2024 mendatang. Tim kajian itu berada di bawah Badan Keahlian Dewan dan diketuai oleh Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang DPR Inosentius Samsul.
Dalam Surat Penyampaian Hasil Kajian dan Permohonan Dukungan Pemindahan Ibu Kota tertanggal 23 Agustus 2019 bernomor R-34/Pres/08/2019 yang dikirim ke DPR pada Senin (26/8/2019), Presiden turut melampirkan kajian pemindahan ibu kota negara yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebanyak 100 halaman.
Lampiran kajian itu ikut menyoroti perkiraan kebutuhan investasi dan skema pembiayaan pemindahan ibu kota, serta skenario kelembagaan dan kebutuhan regulasi untuk proses pemindahan.
Kajian Bappenas itu menargetkan penyusunan payung hukum tentang pemindahan ibu kota negara selesai dibahas dalam waktu satu tahun dari 2019-2020 di DPR bersama Pemerintah. Rancangan undang-undang yang dimaksud adalah RUU tentang Ibu Kota Negara, serta revisi Undang-Undang tentang DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, serta sejumlah kebutuhan undang-undang lain yang perlu ikut diubah.
Mengacu pada kajian Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, setidaknya ada lima undang-undang yang perlu direvisi, dua UU yang bisa direvisi atau dibuat baru, serta dua UU yang harus dibuat baru. Total, ada sembilan UU yang perlu dibahas sebagai landasan hukum pemindahan ibu kota negara.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menargetkan naskah akademik yang menjadi dasar rancangan undang-undang untuk ibu kota baru akan tuntas pada 2020. Landasan hukum yang dibutuhkan ditargetkan tuntas sebelum akhir 2020. Sehingga, akhir 2020, pemerintah menargetkan pembangunan fisik ibu kota sudah dimulai.
Kajian Belum Dilihat
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, persiapan pemindahan ibu kota, termasuk pembahasan payung hukumnya, perlu kajian yang mendalam dan waktu yang cukup panjang. “Ini bukan persoalan sederhana memindahkan rumah atau satu-dua properti, melainkan memindahkan seluruh memori kolektif bangsa ini. Oleh karena itu, kajian yang mendalam itu dibutuhkan,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Sejauh ini, ujarnya, kajian teknis dari pemerintah yang diteruskan ke DPR baru dalam bentuk poin-poin singkat dan tidak terperinci. “Kami belum lihat bagaimana peta jalan dari pemerintah, karena yang kami terima baru dalam bentuk power point sederhana. Pemindahan ibu kota itu tidak ada masalah, tetapi harus jelas kajiannya,” kata Fadli.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, proses pembahasan regulasi sebagai payung hukum perlu menunggu naskah akademik dan draf RUU dari pemerintah, yang saat ini belum diserahkan ke DPR.
“DPR harus menunggu dulu naskah akademik dan draf RUU dari pemerintah, itu yang kami harapkan bisa diajukan segera. Tanpa itu, DPR belum bisa bergerak membahas regulasi, dan proses pemindahan juga belum bisa dimulai, karena ini tidak sederhana dan perlu dibahas secara mendalam,” kata Indra.
Selain tim badan keahlian yang melakukan kajian teknis dasar, DPR juga akan membentuk panitia khusus lintas komisi untuk membahas sejumlah regulasi tersebut. Pembahasan regulasi targetnya dimulai setelah DPR periode 2019-2024 dilantik pada Oktober 2019. “Ini akan menyangkut banyak aspek dan lintas komisi, mulai dari komisi infrastruktur, keuangan, lingkungan, pemerintah daerah. Oleh karena itu pansus akan bertugas untuk mengkaji secara teknis serta menyiapkan landasan hukum undang-undang,” ujarnya.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, pada 2019 ini, pemerintah akan fokus untuk mengajukan satu rancangan legislasi yaitu revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Saat ini kami sedang mempersiapkan satu RUU yang penting, yaitu revisi UU mengenai Daerah Khusus Ibukota," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Yandri Susanto mengingatkan, seluruh landasan hukum untuk ibu kota baru harus dituntaskan dulu sebelum pembangunan dilakukan. ”Jika dilakukan pembangunan tanpa undang-undang, hal tersebut merupakan tindakan ilegal,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Bambang mengatakan tidak ada yang ilegal karena hal tersebut merupakan aktivitas pemerintah. Ia pun masih optimis DPR bisa menyelesaikan pembahasan terkait UU pendukung pada 2020, agar pembangunan fisik bisa segera dilakukan.
"Tidak salah kalau kita bicara pengembangan terkait kota baru sejak sekarang, karena dari dulu kan sudah ada rencana ini. Insyallah DPR bisa mengesahkan RUU tersebut pada 2020," ucapnya.
Namun, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, semua pembangunan fisik di ibu kota baru tetap membutuhkan undang-undang sebagai landasan hukum terelebih dahulu. Meski demikian, tahap perencanaan dan desain tata letak kawasan sudah dapat dimulai sejak tahun ini dan 2020.
“Ini kita membangun ibu kota, bukan bangun rumah tinggal, jadi pasti harus ada undang-undangnya semua. Tidak bisa grusa-grusu. Itu semua pasti dilalui, tetapi kan saya tidak bisa menunggu setelah beres semua baru saya mendesain,” kata Basuki.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.