Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia keberatan dengan skema dana pendamping yang berlaku saat ini. Untuk itu, mereka meminta pemerintah pusat untuk mereformulasi skemanya agar lebih ringan.
Oleh
FX Laksana Agung Saputra
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia keberatan dengan skema dana pendamping yang berlaku saat ini. Untuk itu, mereka meminta pemerintah pusat untuk mereformulasi skemanya agar lebih ringan.
Aspirasi tersebut merupakan satu dari sembilan rekomendasi Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) XIV di Semarang, Jawa Tengah, 2-5 Juli 2019. Selanjutnya, Apeksi menyampaikan rekomendasi tersebut ke Wakil Presiden Jusuf Kalla pada audiensi di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Menjawab pertanyaan wartawan seusai pertemuan, Ketua Dewan Pengurus Apeksi Airin Rachmi Diany menyatakan, Apeksi mengapresiasi pemerintah pusat yang telah mengalokasikan dana kelurahan kepada pemerintah kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Sebab, dana itu sangat bermanfaat sekaligus dibutuhkan untuk pembangunan daerah di Indonesia.
Pemerintah pusat mulai 2019 mengalokasikan dana kelurahan untuk seluruh kota di Indonesia. Anggarannya sebesar Rp 3 triliun untuk 8.212 kelurahan di 410 kota dan kabupaten.
Mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum Tambahan 2019, besar dana kelurahan dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan penilaian Kementerian Keuangan terhadap kualitas pengelolaan keuangan daerah selama ini.
Kota dan kabupaten dengan kategori pengelolaan uang baik alokasinya Rp 352,94 per kelurahan. Kota dan kabupaten dengan kategori perlu ditingkatkan alokasinya Rp 370,14 juta per kelurahan. Kota dan kabupaten dengan kategori sangat perlu ditingkatkan alokasinya Rp 384 juta per kelurahan.
Paralel dengan ketentuan itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2018 mewajibkan pemerintah kota dan kabupaten untuk mengalokasikan pendamping dana kelurahan. Hal ini tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi sekadar mewajibkan pemerintah daerah untuk mengalokasikan nilai minimal dana kelurahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana kelurahan dari pusat adalah bagian dari total dana kelurahan yang dialokasikan dalam APBD.
Secara total, pemerintah kota wajib mengalokasikan paling sedikit 5 persen dari APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus, ditambah DAU tambahan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Kewajiban daerah yang harus menanggung 5 persen itu menjadi beban yang sangat berat untuk kita. Mestinya, 5 persen dari dana yang ditujukan dari pusat ke daerah. Itu masukan dari kami,” kata Airin yang juga Wali Kota Tangerang Selatan.
Selain reformulasi skema, Apeksi juga berharap ada kenaikan alokasi dana kelurahan dari pusat ke daerah pada 2020. Bahkan, nantinya dana kelurahan bisa setara dengan dana desa.
”Kami paham dengan kondisi keuangan di pusat, tetapi mudah-mudahan secara bertahap dana kelurahan bisa sama dengan dana desa,” kata Airin.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, menyatakan, pembangunan dan penyelenggaran kelurahan pada dasarnya adalah kewajiban pemerintah daerah. Hal ini diamanatkan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah.
”Namun, realisasinya selama ini kecil sekali. Maka, pemerintah pusat memberikan dana kelurahan sebagai pancingan. Artinya, pemda tetap yang utama,” kata Endi.
Alokasi dana kelurahan dari pusat pada 2019 adalah Rp 3 triliun. Mengacu pada ketentuan, Endi melanjutkan, pemda mestinya mengalokasikan total dana kelurahan dalam APBN senilai Rp 8 triliun. Dana kelurahan senilai Rp 3 triliun adalah bagian dari Rp 5 triliun itu.
Soal persentase harus diumumkan dengan benar karena pusat akan menagih. Harus disadari dana kelurahan adalah DAU tambahan, bukan pokok. yang pokok tetap dari pemda.
”Sebelum pusat mengalokasikan dana kelurahan untuk tahun berkutnya, sebaiknya dana kelurahan ini dievaluasi dulu. Sejauh mana pemda mengalokasikan pokoknya. Dan sejauh mana realisasinya di lapangan,” kata Endi.
Tak punya dasar hukum kuat
Di luar itu, Endi menambahkan, dana kelurahan hanya diatur dalam undang-undang APBN setiap tahunnya. Artinya, tidak ada dasar hukum kuat untuk keberlanjutannya. Tidak seperti dana desa yang memiliki dasar hukum sendiri sehingga pemerintah wajib mengalokasikan setiap tahun dalam APBN.
”Dana kelurahan, dalam teknis penganggaran disebut DAU tambahan. Cantolannya hanya di APBN. Perlu produk hukum yang mengikat kalau memang ini perlu keberlanjutan, tetapi dana kelurahan harus diberi batas waktu. Jadi sifatnya tidak bisa terus menerus karena sekali lagi anggaran untuk kelurahan adalah tanggung-jawab pemda,” kata Endi.
Dana kelurahan diaspirasi Apeksi dalam silaturahmi seluruh wali kota di Indonesia dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, 23 Juli 2018. Pertimbangannya, kelurahan memiliki persoalan yang juga membutuhkan tambahan anggaran. Selama ini, APBD saja tidak cukup.
Apeksi adalah forum yang mencakup 98 kota di seluruh Indonesia. Tujuan forum adalah membantu anggotanya dalam melaksanakan otonomi daerah dan menciptakan iklim yang kondusif bagi pembentukan kerja sama antar-pemerintah daerah.