Bertemu Tokoh Papua, Wiranto Minta Papua Segera Sejuk
JAKARTA, KOMPAS - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan keamanan Wiranto bertemu sejumlah tokoh Papua, Jumat, (30/8/20190, di Jakarta. Ini sebagai upaya pemerintah agar ketegangan di Papua segera berakhir, sekaligus mencari solusi agar situasi kembali damai.
Sejumlah tokoh Papua yang hadir, antara lain politisi Partai Golkar Yorrys Raweyai, Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi, dan tokoh muda Papua asal Nduga, Samuel Tabuni.
Wiranto menjelaskan, pertemuan tertutup yang berlangsung sekitar satu jam, itu tidak hendak mencari pihak yang salah. Tetapi mencari solusi terbaik agar suasana panas di Papua dan Papua Barat bisa reda dan tenang kembali.
Dia menjelaskan, situasi di Papua Barat sudah berangsur normal, meski masih ada rencana-rencana unjuk rasa. Sementara di Papua, aparat gabungan masih bernegosiasi sekaligus mengamankan pengunjuk rasa.
Kemarin, unjuk rasa di Jayapura, Papua, berakhir rusuh. Unjuk rasa yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIT ini awalnya berjalan damai. Massa datang dari sejumlah titik di Kota Jayapura dan Sentani untuk memprotes dugaan kekerasan dan ujaran kebencian bernada rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, beberapa waktu lalu. Massa juga menuntut pembukaan blokir jaringan internet yang dilakukan sejak 19 Agustus lalu.
Baca juga : Pemerintah Tidak Mendiamkan Papua
Sehari sebelumnya, Rabu, unjuk rasa dengan tuntutan yang sama di Deiyai, Papua, juga berakhir rusuh. Seorang anggota TNI dan dua warga meninggal akibat peristiwa ini. (Kompas, 30/8/2019).
"Di akhir pertemuan kami sepakat, yang utama adalah mengakhiri suasana tegang, panas, dan demo anarkistis ini kembali pulih dan stabil. setelah itu, akan ada pemikiran baru untuk mengoreksi masalah, menambah sesuatu yang kurang, agar pembangunan lebih kondusif, terintegrasi dan membuat Papua dan Papua Barat bisa semaju daerah lain," katanya.
Freddy Numberi menjelaskan, pembangunan di Papua dan Papua barat, terutama di era Joko Widodo, sudah memberi kemajuan. Memang, ada hal-hal kecil yang belum disentuh. Hal ini menjadi masalah ketika dibalut dengan isu-su hoaks, yang kemudian memicu ketegangan.
"Adik-adik di Papua, kembalilah. Kembali tenang, percayakan semuanya pada pemerintah untuk menyelesaikan semua ini dengan baik," katanya.
Samuel Tabuni mengkritik minimnya keterlibatan generasi muda Papua dan Papua Barat dalam pembangunan. Hal ini memicu mereka turun ke jalan.
"Kalau mereka tidak dirangkul, tidak diberi ruang dalam kebijakan nasional maupun regional, berarti Papua tidak ada masa depan yang baik dalam negara ini," katanya.
Dia mencontohkan, masyarakat Papua dan Papua Barat harus berunjuk rasa terlebih dahulu, baru suara mereka didengar. Misalnya saja insiden di asrama mahasiswa Papua di Jawa Timur. Setelah melakukan aksi di berbagai wilayah, baru pemerintah menindak terduga oknum aparat dan sipil, pengujar kebencian bernada rasisme terhadap mahasiswa Papua.
Kendati demikian, dia setuju dengan Wiranto. Suasana harus dingin dulu, baru membicarakan hal-hal lain untuk memperbaiki masa depan Papua dan Papua Barat.
Terakhir, Tabuni meminta operasi militer di Papua, terutama di Nduga, dihentikan.
Setelah sejumlah karyawan PT Istaka Karya terbunuh pada Desember 2018, TNI dan Polri membentuk operasi gabungan di bawah Satgas Nemangkawi dengan tugas penegakan hukum. (Kompas, 30/8/2019)
Suasana harus dingin dulu, baru membicarakan hal-hal lain untuk memperbaiki masa depan Papua dan Papua Barat.
Terkait hal ini, Wiranto menyatakan bahwa kehadiran militer di wilayah itu ada sebabnya. Pemerintah, kata Wiranto, ingin melindungi masyarakat Papua dan Papua Barat dari aksi kriminal kelompok kriminal bersenjata (KKB), bukan untuk berhadap-hadapan dengan rakyat.
Dia berjanji, ketika gangguan keamanan dari KKB benar-benar hilang dan suasana kondusif, "Jam itu juga akan saya sarankan Presiden untuk menarik pasukan dari Papua dan Papua Barat," katanya.
Di sisi lain, Wiranto juga merespons dorongan publik yang menginginkan Presiden berkunjung ke Papua. Menurutnya, Presiden tidak perlu didorong, sebab pada saatnya, Presiden pasti akan ke sana. Dan hal itu akan membawa kebaikan.
Sementara bagi Yorrys Raweyai, gejolak di Papua dan Papua Barat merupakan akumulasi dari persoalan-persoalan yang tidak tuntas. Ini kemudian memicu ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, dialog adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah ini.
"Kita tenang dulu, baru kita identifikasi semua persoalan-persoalannya," katanya.