Hari-hari Terakhir Pengungsi Asing di Penampungan Sementara
›
Hari-hari Terakhir Pengungsi...
Iklan
Hari-hari Terakhir Pengungsi Asing di Penampungan Sementara
Hari-hari para pengungsi asing dan pencari suaka di penampungan sementara Daan Mogot, Jakarta Barat, memasuki babak akhir. Setelah 45 hari dibuka, penampungan sementara itu akan ditutup pada 31 Agustus.
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·4 menit baca
Hari-hari para pengungsi asing dan pencari suaka di penampungan sementara Daan Mogot, Jakarta Barat, memasuki babak akhir. Setelah 45 hari dibuka, penampungan sementara itu akan ditutup pada 31 Agustus.
Mereka mulai dipindahkan dari lokasi secara bertahap sejak Rabu (28/8/2019). Untuk selanjutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta agar pengungsi asing dan pencari suaka tidak lagi melanggar peraturan daerah dan hukum di Jakarta.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta Taufan Bakri mengatakan, pemindahan secara bertahap itu dilakukan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR). Sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan bus dan truk barang untuk membantu pengosongan lahan.
”Mereka akan dipindahkan ke kontrakan-kontrakan atau tempat-tempat kos dengan bantuan keuangan dari UNHCR,” katanya, Kamis (29/8/2019), di Jakarta.
Jumlah terakhir pengungsi asing dan pencari suaka di lahan eks Kodim Jakarta Barat di Daan Mogot itu 1.152 orang yang sebagian besar di antaranya berasal dari Afghanistan dan negara-negara di Afrika.
Pemindahan bertahap mulai dilakukan sejak Rabu pekan ini, setiap hari sekitar 170 orang. Setelah pemindahan ini, menurut Taufan, para pengungsi asing dan pencari suaka tersebut akan ditawari program pulang kembali ke daerah asalnya atas bantuan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
Sesuai kesepakatan dalam pertemuan antara Pemerintah Provinsi DKI, UNHCR, Kementerian Luar Negeri, dan IOM, penampungan sementara itu harus kosong dari pengungsi asing dan pencari suaka pada 31 Agustus 2019 setelah 45 hari dibuka. Sekitar 10 hari sebelumnya, bantuan makanan dan fasilitas air serta kesehatan sudah dihentikan.
Menurut rencana, UNHCR akan mendatangkan perwakilan dari kedutaan besar negara-negara asal mereka untuk meyakinkan para warga asing itu pulang. ”Misalnya dari Afghanistan, akan diberikan sosialisasi bahwa Kabul sekarang sudah aman sehingga mereka bersedia pulang,” katanya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah menyampaikan permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk memastikan pihak UNHCR memberi ketegasan kepada para pengungsi asing itu untuk tidak lagi mendirikan tenda atau tinggal di trotoar di Jalan Kebon Sirih, yaitu di seputaran Kantor UNHCR.
Relokasi ke penampungan sementara itu berawal dari sekitar 250 pengungsi asing dan pencari suaka yang bermalam di trotoar tersebut. Mereka menuntut agar segera memperoleh penempatan di negara yang menerima pengungsi agar bisa melanjutkan kehidupan secara layak.
Taufan mengatakan, penegakan peraturan daerah dan undang-undang akan dilakukan jika para pengungsi asing dan pencari suaka itu masih melakukan unjuk rasa dengan bermalam di trotoar. Menurut aturan, unjuk rasa hanya boleh dilakukan setelah mengantongi izin dari kepolisian dan berlangsung maksimal hingga pukul 18.00.
”Kalau masih ada pelanggaran, kami tegur mereka dan ingatkan bahwa ada aturan dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Sebenarnya mereka tertib dan menurut saat diberi tahu,” katanya.
Camat Kalideres Naman Setiawan mengatakan, sebagian kecil pengungsi asing dan pencari suaka itu sudah meninggalkan penampungan sementara sendiri. Awalnya, jumlah pengungsi asing di penampungan sementara itu pernah mencapai 1.500 orang. Pada pertengahan Agustus ini, jumlahnya menurun menjadi 1.152 orang.
Mengenaskan
Sejumlah pengungsi asing mengaku lari dari konflik kekerasan di daerahnya. Mereka mengatakan sudah berbulan-bulan dan bertahun-tahun terdampar di Indonesia tanpa kejelasan nasib.
Mereka tak bisa bekerja karena statusnya sebagai warga negara asing, tak bisa memperoleh nafkah untuk penghidupan, dan anak-anak mereka tak bisa bersekolah. Kondisi mengenaskan itu memaksa mereka melakukan unjuk rasa.
Seperti dikisahkan Nabilah Huzaimi (15), gadis dari Afghanistan, kepada Kompas, Juli lalu. Ia meninggalkan negaranya setelah menjual seluruh harta benda mereka di sana.
Ayah Huzaimi mengalami cacat kaki dan terpaksa berjalan dengan kruk. Kakinya cedera terkena bom yang dipasang oleh Taliban di sekitar desanya. Mereka sampai di Indonesia 1,5 tahun lalu. Sejak itu, mereka belum bisa meneruskan hidup selayaknya karena masih terkatung-katung di Indonesia.
Di sisi lain, kehadiran mereka juga menjadi dilema bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang harus mengeluarkan anggaran dan membuka kantor di lahan eks Kodim Jakarta Barat untuk menampung sementara.
Padahal, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mempunyai kewenangan mengurusi para pengungsi asing sehingga juga tak pernah menyiapkan anggaran untuk masalah itu.
Warga Perumahan Daan Mogot Baru, tempat penampungan sementara itu berada, pun menolak kehadiran mereka karena khawatir akan timbul masalah sosial di lingkungan mereka. Terlebih, setelah dua remaja pria asal Afghanistan dari penampungan tersebut tertangkap di sebuah hotel di Jakarta Pusat dengan dugaan tengah melakukan praktik prostitusi.
Warga memasang spanduk penolakan serta mengirim surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kuasa hukum warga Daan Mogot Baru, Rinto Wardana, mengatakan, warga setuju dengan pengosongan lahan dari pengungsi asing tersebut. Namun, mereka juga meminta sekolah yang pernah dibuka untuk menerima anak-anak pengungsi juga harus ditutup sehingga lingkungan itu bisa bersih dari pengungsi asing.
”Sekolah untuk anak-anak pengungsi itu atas tanggungan donatur. Permintaan pemutusan sekolah anak-anak itu akan kami ajukan Sabtu akhir pekan ini kepada pihak donatur,” ujarnya.
Sekolah untuk anak-anak pengungsi itu atas tanggungan donatur. Permintaan pemutusan sekolah anak-anak itu akan kami ajukan Sabtu akhir pekan ini kepada pihak donatur.
Menurut rencana, tim kuasa hukum warga akan hadir di lokasi pada 31 Agustus mendatang untuk mengawasi jalannya pengosongan tersebut.