Puluhan warga dan mahasiswa dari Dataran Tinggi Gayo yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Aceh, Jumat (30/8/2019), menggelar aksi menolak rencana pembukaan tambang emas di Linge.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
TAKENGON, KOMPAS — Puluhan warga dan mahasiswa dari Dataran Tinggi Gayo yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Aceh, Jumat (30/8/2019), menggelar aksi menolak rencana pembukaan tambang emas di Linge. Tambang emas di dalam kawasan hutan lindung dikhawatirkan merusak ekosistem alam dan berakibat buruk pada pertanian.
Masa menggelar aksi di jalan protokol dan di depan Gedung DPRD di Kota Takengon, Aceh Tengah. Mereka mengusung spanduk dan poster bertuliskan penolakan terhadap tambang emas.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon Suyanto mengatakan, mereka menolak izin pertambangan yang berada di kawasan Kecamatan Linge, Aceh Tengah. Lokasi pertambang emas berada dalam kawasan hutan lindung.
Kami tidak ingin alam rusak karena tambang. Gayo adalah sentra pertanian, pertambangan akan mengancam lahan-lahan pertanian.
Izin eksplorasi tambang di kawasan itu dikeluarkan untuk perusahaan modal asing. Adapun luas rencana tambang 9.684 hektar. Dari Banda Aceh, ibu kota provinsi, Linge berjarak 400 kilometer.
”Kami tidak ingin alam rusak karena tambang. Gayo adalah sentra pertanian, pertambangan akan mengancam lahan-lahan pertanian,” kata Suyanto.
Gayo merupakan sentra produk kopi arabika dan palawijaya. Daerah dataran tinggi itu memiliki tanah yang subur sehingga aktivitas pertanian menjadi tulang punggung ekonomi warga. Linge juga tempat bersejarah, yakni kawasan bekas pemerintahan Raja Linge sekitar tahun 1025 Masehi.
Dalam aksi itu, massa mendesak Pemkab Aceh Tengah, Pemprov Aceh, dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral membatalkan izin tambang emas di Linge. ”Kami membela tanah lahir kami, jangan sampai dijual kepada korporasi,” kata Suyanto.
Tahap eksplorasi
Tahap menuju operasi produksi masih panjang karena harus ada analisis dampak lingkungan (Amdal), studi kelayakan dan sebagainya. Selama Amdal belum ada maka izin operasi produksi tidak akan keluar, kata Faisal.
Kepala Bidang Pertambangan Mineral Dinas Energi Sumber Daya Mineral Aceh Said Faisal menuturkan, izin pertambangan di Linge masih tahap eksplorasi dan saat ini statusnya berhenti sementara. ”Tahap menuju operasi produksi masih panjang karena harus ada analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), studi kelayakan, dan sebagainya. Selama amdal belum ada, izin operasi produksi tidak akan keluar,” kata Faisal.
Faisal menuturkan, warga berhak menyampaikan pendapat terhadap rencana pembukaan pertambangan di daerahnya. Namun, kata Faisal, semua proses dilakukan sesuai dengan regulasi.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, Walhi Aceh jauh-jauh telah menyampaikan keberatan atas rencana pembukaan tambang emas di Gayo. Nur menilai, Gayo sebagai kawasan pertanian akan terancam dengan kehadiran tambang.
”Tidak ada tambang yang ramah lingkungan, warga Gayo tidak ingin menukar kopi dengan tambang,” kata Nur.
Nur menambahkan, pertambangan emas skala besar di Gayo berdampak buruk terhadap perubahan bentang alam, penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, penurunan kualitas air permukaan, serta gangguan terhadap habitat satwa liar dan vegetasi.