Pulihkan Segera Papua
Seruan agar perdamaian kembali hadir di Papua disuarakan berbagai pihak. Sementara itu, Presiden Jokowi memerintahkan kondisi Papua segera dipulihkan dan dijaga.
Jakarta, Kompas Presiden Joko Widodo meminta keamanan dan ketertiban di Papua, yang belakangan ini diwarnai sejumlah unjuk rasa, segera dipulihkan. Pada saat yang sama, seruan agar kedamaian segera kembali di Papua juga disampaikan berbagai kalangan.
Seruan perdamaian, antara lain, disampaikan tokoh agama dan forum komunikasi pimpinan daerah di Sorong, Papua Barat, Jumat (30/8/2019). Sementara itu, Forum Kerukunan Umat Beragama Papua menyatakan prihatin atas unjuk rasa yang berakhir rusuh di Jayapura pada Kamis lalu.
Harapan damai juga muncul di dunia maya. Tagar #WeLovePapua dan #PapuaDamai sempat jadi trending topic percakapan di Twitter Indonesia.
Berdasarkan data Indonesia Indicator pada 29-30 Agustus 2019, ada 29.082 kicauan di Twitter yang menggunakan tagar #WeLovePapua dan 24.145 kicauan dengan tagar #PapuaDamai.
Mereka yang mencuit dengan tagar #WeLovePapua ini antara lain Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. ”Saudara kita di Papua banyak berinteraksi dengan saya, semuanya ramah dan bersahabat bagai keluarga sendiri. Mari kita lanjutkan bangun Papua yang maju tanpa meninggalkan akar budayanya,” cuit Hadi.
Sementara itu, kondisi Jayapura mulai kembali normal setelah unjuk rasa pada Kamis lalu. Kemarin, warga di kota itu kembali beraktivitas. Namun, sejumlah toko dan layanan publik, seperti stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, belum buka. Ini membuat sebagian warga kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak dan barang kebutuhan pokok.
Pemulihan
Kemarin, setelah tiba dari kunjungan kerja di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas untuk membahas persoalan Papua di Istana Merdeka, Jakarta.
”Saya perintahkan agar situasi keamanan dan ketertiban di Papua benar-benar dijaga dan segera cepat dipulihkan,” kata Presiden dalam rapat terbatas yang antara lain juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Fasilitas umum yang rusak karena unjuk rasa diminta segera diperbaiki. Presiden juga mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap warga negara. ”Semua warga negara, tanpa terkecuali, harus dilindungi dan dijaga harkat dan martabatnya,” tegasnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, proses hukum terhadap pelaku rasisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya pada pertengahan Agustus lalu telah dilakukan. Lima personel Kodam Brawijaya di Surabaya telah diskors dan dua di antaranya, termasuk Danramil, akan diproses hukum. Tri Susanti, koordinator lapangan saat aksi massa di depan asrama Papua di Surabaya, dan S Saiful juga sedang diproses hukum di Polda Jatim.
Wakil Kepala Polda Papua Brigadir Jenderal (Pol) Yakobus Marjuki mengatakan, pihaknya telah meminta keterangan 30 orang terkait unjuk rasa yang berakhir rusuh di Jayapura pada Kamis lalu. ”Kami meminta keterangan 30 orang ini untuk mengetahui oknum yang berada di balik aksi anarkistis tersebut,” katanya.
Dialog
Wiranto mengatakan, saat ini prioritas semua pihak adalah meneduhkan suasana. Setelah itu, pemerintah akan mengoreksi sejumlah hal yang salah dan kurang. Dengan demikian, ke depan pembangunan akan lebih kondusif dan terintegrasi.
Wiranto memastikan pemerintah akan membuka dialog dengan masyarakat Papua. Presiden juga sudah merencanakan berkunjung ke Papua.
Masalah dialog ini disampaikan sejumlah perwakilan masyarakat Papua, kemarin, saat menemui Deputi IV Kantor Staf Presiden Eko Sulistyo di Bina Graha, Jakarta.
Salah seorang perwakilan masyarakat Papua, Irene Manibuy, mengatakan, unjuk rasa yang belakangan ini terjadi di sejumlah tempat di Papua merupakan akumulasi sejumlah hal, terutama kekecewaan.
Solusi penting dari masalah itu adalah adanya dialog di antara semua pemangku kepentingan dalam bingkai NKRI. ”Kita semua harus duduk bersama dari hati ke hati. Semua elemen di Papua perlu dilibatkan, dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, mahasiswa,” kata Irene yang juga mantan Wakil Gubernur Papua Barat.
Hal lain yang tak kalah penting adalah memenuhi permintaan masyarakat Papua dan Papua Barat untuk memperpanjang masa otonomi khusus. Sebab, menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, status otonomi khusus akan berakhir tahun 2021.
Tokoh pemuda Nduga, Papua, Samuel Tabuni, minta pemerintah merangkul anak-anak Papua. ”Kami juga minta pasukan di Nduga di Papua ditarik,” katanya.
Sementara itu, dalam deklarasi yang kemarin digelar forum komunikasi pimpinan daerah di Sorong, ada harapan agar kekerasan jangan ada lagi di Papua. ”Kekerasan membawa kesengsaraan. Ekonomi lumpuh, anak-anak kita tidak bisa sekolah,” kata Ketua Klasis Gereja Kristen Indonesia Sorong Pendeta Isak Kwaktolo.
Abdul Manan Fakaubun, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Sorong, juga minta semua pihak menjaga perdamaian.
(NTA/EDN/FRN/FLO/ESA/MTK/NIA/SAN)