Permintaan akan kopi Arabika Flores, Nusa Tenggara Timur terus meningkat, sementara stok produksi kopi terbatas. Perlu peningkatkan produksi kopi di tingkat petani.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
KUPANG, KOMPAS- Permintaan akan kopi Arabika Flores, Nusa Tenggara Timur terus meningkat, sementara stok produksi kopi terbatas. Perlu peningkatkan produksi kopi di tingkat petani.
Peneliti Kopi dan Kakao Jember Jawa Timur Pujianto dalam talk show tentang budidaya dan produksi kopi Flores di Kupang, Minggu (1/9/2019) malam mengatakan, kopi Flores terutama dari Bajawa dan Manggarai memiliki cita rasa sangat khas. Di sejumlah restoran, kedai, gerai, dan pengusaha kopi selalu butuh kopi Flores.
“Penikmat kopi di tanah air sudah mengenal kopi Flores sehingga masuk setiap restaurant kopi selalu mencari kopi bercita rasa unik tersebut,”kata Pujianto.
Kopi arabika digemari karena memiliki cita rasa khas atau unik. Arabika Flores beda dengan cita rasa Arabica Toraja, Lampung, Gayo, dan daerah-daerah lain.
Beberapa kali festival kopi di tanah air, kopi Flores selalu keluar sebagai pemenang baik tingkat nasional maupun internasional. Keunggulan kopi Flores ini mendorong permintaan akan kopi Flores. Perusahaan Starbucks misalnya butuh 500.000 ton kopi original per tahun.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, Pengembangan Daerah NTT Lucky Koli mengatakan, produksi kopi beras NTT 22.000 ton per tahun, 10.000 ton di antaranya berupa kopi Arabika, dan 12.000 ton kopi robusta.
Saat ini produksi kopi biji cheri (gelondongan) hanya 500 kg per hektar (ha). Produksi yang rendah ini antara lain disebabkan oleh iklim yang tidak mendukung, masih minimnya lahan dan petani kopi, dan harga kopi yang jauh lebih rendah dari komoditi perkebunan lain. Harga kopi Arabika green bean misalnya Rp 80.000 – Rp 150.000 per kg. Jenis kopi Arabica roasting Rp 200.000 per kg.
Pengusaha kopi Arabica Bajawa, Flores, Paskalis Wae Bai mengatakan, saat ini sebagian besar petani beralih ke tanaman vanili karena harga vanili Rp 300 juta– Rp 500 juta per kg. Tanaman vanili hanya 4-6 bulan sudah bisa diproduksi, sementara tanam kopi butuh waktu sampai tujuh tahun baru bisa panen.
“Saya kesulitan melayani permintaan kopi Arabika dari sejumlah pengusaha warung kopi di Surabaya, Malang, Bandung, Jakarta dan Denpasar. Bahan baku terbatas karena produksi terus menurun akibat iklim tidak menentu disamping tidak dilakukan peremajaan dan perluasan tanaman kopi,”katanya.
Saya kesulitan melayani permintaan kopi Arabika dari sejumlah pengusaha warung kopi di Surabaya, Malang, Bandung, Jakarta dan Denpasar
Petani kopi menurut Pascalis didorong menanam, tetapi mereka perlu diberi modal. Lahan masih tersedia, tetapi petani mengelola lahan secara tradisional.