Oppo memperkenalkan kolaborasinya bersama seniman Eko Nugroho dalam bentuk ponsel pintar edisi terbatas. Inilah kanvas baru yang tersedia bagi para seniman.
Oleh
Didit Putra Erlangga Rahardjo
·4 menit baca
Memboyong lukisan ke lapisan kaca pelindung ponsel pintar menjadi pengalaman baru bagi seniman Eko Nugroho. Bukan hanya soal berpindah medium, melainkan juga lahirlah pemaknaan baru dari karya seninya yang selama ini berada di ruang yang eksklusif dan tertutup.
Lukisan akrilik pada medium kanvas berukuran 180 cm x 100 cm karya Eko dipajang pada pintu masuk Art Jakarta 2019 yang tengah berlangsung di Jakarta Convention Center, Senayan. ”Bermimpi dan Menghidupkan Mimpi" menjadi judul karya Eko yang memiliki pesan bahwa memiliki mimpi adalah sesuatu yang penting dan utama dalam hidup.
”Mewujudkannya dan memberikan ruang hidup pada mimpi adalah hal yang lebih penting lagi,” ujar Eko saat ditemui, Sabtu (31/8/2019).
Goresan kuas Eko terlihat tegas dengan perpaduan warna kuning, ungu, dan biru gelap. Bentuk menyerupai cumi-cumi dengan mata manusia dan tentakel dimaknai sebagai mimpi dengan sinar matahari yang menyeruak di sela tentakel serta berlian di ujung lainnya.
Terdapat meja kecil di samping lukisan tersebut dengan sebuah ponsel pintar di atasnya. Pada punggung ponsel, lukisan serupa bisa ditemui meski dengan guratan yang lebih sederhana dan absen dari warna alias monokrom. Tidak dilukis, guratan Eko Nugroho ”dituangkan” ke lapisan kaca pelindung menggunakan teknik grafir atau mengikis sebagian permukaan sehingga membentuk guratan seperti karya Eko.
Inilah kolaborasi Eko Nugroho bersama Oppo, merek ponsel pintar asal China, yang menggelar kampanye Renoscape di perhelatan Art Jakarta 2019. Untuk mempromosikan seri ponsel Reno 10x Zoom, Oppo menggandeng 14 seniman kenamaan Indonesia dari berbagai aliran, yaitu Agung ”Agugn” Prabowo, Cinanti Astria Johansjah, Faisal Habibi, Indieguerillas, Kemalezedine, Mella Jaarsma, Radi Arwinda, Uji ”Hahan” Handoko, Arkiv Vilmansa, Darbotz, Ronald Apriyan, Marishka Soekarna, Natisa Jones, dan Eko Nugroho.
Karya yang dipamerkan dalam stan Renoscape ditampilkan dalam bentuk 13 karpet dan 1 lukisan. Selain itu juga ada 10 desain yang dipindahkan ke punggung ponsel menggunakan teknik grafir, tetapi kuantitasnya hanya satu unit. Adapun 13 karpet dan 9 ponsel edisi terbatas itulah yang nantinya dilelang dan hasilnya diberikan kepada Yayasan Mitra Museum Jakarta dan Happy Hearts Foundation.
Khusus untuk kolaborasi bersama Eko Nugroho, Oppo menyiapkan 35 ponsel pintar yang dijual bebas. Edisi khusus inilah yang akan dijual bebas dan berpindah tangan ke pemilik barunya.
Untuk keperluan pameran, sebuah aplikasi berteknologi realitas berimbuhan (augmented reality) juga disiapkan. Para pengunjung bisa memanfaatkan ponsel di lokasi pameran untuk mengarahkan kamera ke karya seni lalu menikmati animasinya di layar.
Manajer Humas Oppo Indonesia Aryo Meidianto mengungkapkan, tantangan dalam mewujudkan ponsel pintar edisi khusus tersebut terutama pada teknik grafir. Mereka harus mendatangkan mesin dan memakai teknik khusus, yakni memanaskan kaca pelindung sebelum memulai proses.
”Kalau tidak, kaca pelindung akan langsung retak, lantas pecah,” ujarnya.
Rewel
Eko berkisah bahwa lukisan tersebut dikerjakan dalam waktu seminggu, meliputi tiga hari saat ide di kepalanya sempat mandek. Proses yang panjang selanjutnya adalah memindahkan lukisan ke permukaan ponsel karena dia harus rutin berkomunikasi dengan tim dari Oppo terkait revisi desain.
Pangkal masalahnya adalah desain di badan ponsel harus mengikuti lukisan yang dibuat Eko. Apabila seniman lain menyerahkan gambar dalam bentuk file digital, lain halnya dengan Eko yang berupa lukisan. Itulah yang menyebabkan dua pihak harus ulang-alik berkomunikasi untuk memastikan garis dan unsur gambar dari lukisan ”Bermimpi dan Menghidupkan Mimpi” tetap terwakili pada medium yang baru.
”Yang membutuhkan waktu adalah menerjemahkan garis, menghilangkan warna, dan teknik melukis seperti dripping dan splashing, itulah yang membutuhkan waktu,” kata Eko.
Meski melalui tingkat kesulitan seperti itu, Eko merasa puas karena lukisannya bisa diterjemahkan dengan baik ke dalam badan ponsel. Dengan gaya monokrom, pesan dari karyanya tetap tersampaikan dengan utuh.
Dengan menyerahkan ponsel edisi khusus kepada calon pemiliknya, Eko mempersilakan karya seninya diinterpretasikan secara bebas. Menurut dia, hal itu justru membuat karya seni yang lebih interaktif, tidak peduli ponsel tersebut dibawa ke mana pun oleh pemiliknya, seperti warung makan dan kamar mandi.
Ini lebih menarik daripada fashion. Pada fashion, setelah dipakai, dicuci, lantas disimpan. Sementara ponsel akan selalu dibawa.
Kolaborasi ini, pungkas Eko, adalah bagaimana bisa berbagi kesenian kepada medium yang lebih luas.
Strategi
Aryo menyebut inisiatif untuk mendorong narasi merek ponsel mereka yakni kreatif dan inovatif. Kepada para seniman, Oppo menyodorkan ruang baru untuk berekpsresi. Kanvas yang baru.
Kami ingin membuat seni lebih mudah diakses oleh masyarakat.
Selain di punggung ponsel, karya seni 14 seniman tersebut juga dipajang di tempat publik, seperti stasiun MRT di Jakarta untuk menggantikan materi iklan yang sebelumnya ada di sana.
Cukup menarik untuk menantikan kolaborasi berikutnya guna meletakkan karya seniman pada produk-produk yang dipergunakan pada keseharian. Hal ini sedikit banyak bisa menumbuhkan apresiasi pada bakat dan karya para seniman di Tanah Air.