Bupati Banyumas Achmad Husein mengukuhkan Desa Banjarpanepen di Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sebagai desa sadar kerukunan. Kehidupan rukun warganya yang beragam dari berbagai latar belakang agama diharapkan bisa menjadi contoh daerah lain serta berbagai kalangan yang lebih luas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Bupati Banyumas Achmad Husein mengukuhkan Desa Banjarpanepen di Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sebagai desa sadar kerukunan. Kehidupan rukun warganya yang beragam dari berbagai latar belakang agama diharapkan bisa menjadi contoh daerah lain serta berbagai kalangan yang lebih luas.
”Kita menyatukan melalui adat budaya. Buddha, Islam, Kristen, bersatu mengadakan kegiatan. Jadi tidak ada hubungannya dengan agama. Kalau agama, ya, agama, adat, ya, adat sehingga ini menjadi kebersamaan,” kata Kepala Desa Banjarpanepen Mujiono, Senin (2/9/2019), saat kegiatan Grebeg Suran atau perayaan Tahun Baru Islam 1441 H.
Rangkaian Grebeg Suran di Banjarpanepen diikuti ribuan warga di kawasan Watu Jonggol yang merupakan petilasan Mahapatih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit. Di petilasan ini, warga membawa nasi beserta lauk-pauk dan sayur yang dikemas dalam takir, yaitu wadah dari daun pisang. Lauk pauk dalam nasi takir itu berisi antara lain kering tempe, telur rebus, bakmi, dan juga serundeng.
Ribuan nasi takir itu dibawa menggunakan tenong atau wadah berbentuk bundar dari anyaman bambu. Setelah rangkaian acara dan doa bersama, nasi takir dibagikan kepada semua orang yang hadir dilanjutkan dengan makan bersama.
”Acara adat yang rutin dilaksanakan setahun sekali adalah Grebeg Suran dan tradisi Kungkum saat Malam Purnama di bulan Sya\'ban atau Sadran. Saat itu, warga berendam bersama di sungai untuk bersilaturahmi dan menjernihkan batin serta budi,” papar Mujiono.
Desa Banjarpanepen dihuni 1.853 keluarga atau sekitar 5.979 jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 80 persen memeluk agama Islam, 10 persen Buddha, dan 8 persen Kristen. Adapun lainnya adalah penghayat kepercayaan. ”Kami saling membantu dan bergotong royong saat ada perbaikan atau membangun tempat ibadah,” tutur Mujiono.
Dalam kesempatan itu, Bupati Banyumas Achmad Husein mendorong warga untuk mengedepankan adat dan budaya sebagai bahasa dalam menjembatani kehidupan antarumat beragama dan keyakinan. Melalui acara adat dan budaya, warga dapat saling berjumpa dengan suasana cair.
”Cair artinya ada dari semua agama. Acara adat, makan bersama. Cairnya ini kemudian menyatukan satu sama lain. Ini desa Pancasila dan bisa menjadi contoh,” kata Husein. Dia menambahkan, Banyumas masuk dalam lima besar kabupaten/kota se-Jateng dengan tingkat kerukunan umat beragama yang baik.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Banyumas KH Muhammad Roqib menyampaikan, kerukunan beragama perlu terus dijaga terutama melalui komunikasi dan saling menyapa satu sama lain. Dalam hal ini, peran dan teladan tokoh agama sangat diperlukan.
”Jika kita bisa saling sapa dan toleransi, perbedaan ini adalah rahmat Tuhan, pastilah kita akan hidup sejehtara dan damai,” tutur Roqib.
Ketua Gereja Desa Banjarpanepen Wagiman mengatakan, Desa Banjarpanepen ini merupakan miniatur Indonesia di mana kemajemukan terjadi dan warganya hidup saling rukun serta menghargai. Umat Kristen di desa ini ada sebanyak 95 keluarga dengan 372 jiwa. ”Misalnya, di keluarga saya, ada yang Kristen dan Muslim. Saat Idul Fitri, kami yang Kristen berkunjung mengucapkan selamat. Demikian juga sebaliknya,” tuturnya.
Pandeta Karuna Sasana Buddha Kabupaten Banyumas Maryono menambahkan, di desa ini terdapat lima vihara dengan jumlah pemeluk agama Buddha 160 keluarga.
”Saat merayakan Waisak, misalnya, di vihara ada pentas wayang kulit. Kami memasang tratag (tenda) dan juga menata kursi. Saat itu kami semua bekerja sama, gotong royong dibantu oleh umat lainnya,” ujar Maryono.