Rapat konsil pada Simposium Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik di Lombok, Nusa Tenggara Barat, menerima dokumen pengajuan Taman Bumi Kaldera Toba menjadi anggota Taman Bumi Global Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO. Badan pengelola masih menunggu pengumuman resmi dan sertifikat dari lembaga itu yang direncanakan dilakukan di Paris pada April 2020.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Rapat konsil pada Simposium Jaringan Taman Bumi Asia Pasifik di Lombok, Nusa Tenggara Barat, menerima dokumen pengajuan Taman Bumi Kaldera Toba menjadi anggota Taman Bumi Global Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Badan pengelola masih menunggu pengumuman resmi dan sertifikat dari lembaga itu yang direncanakan dilakukan di Paris pada April 2020.
Keanggotaan ini sangat ditunggu untuk mendukung promosi Kaldera Toba di dunia. Pembangunan berbasis taman bumi atau geopark yang mengedepankan konservasi, edukasi, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dinilai sangat tepat di tengah kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di kawasan Danau Toba.
Wakil General Manajer Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba Gagarin Sembiring, Senin (2/9/2019), mengatakan, tim penilai dari UNESCO telah menerima dokumen pengajuan Geopark Kaldera Toba dan membahasnya dalam rapat konsil pada Sabtu (31/8) sampai Minggu (1/9) di Lombok.
”Kami optimistis Geopark Kaldera Toba bisa diterima menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGG). Pengumuman dan pemberian sertifikat UGG akan dilakukan di Paris pada April 2020,” kata Gagarin.
Gagarin mengatakan, pembangunan berbasis taman bumi sangat cocok diterapkan di kawasan Danau Toba karena kawasan ini memadukan unsur geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan. Kawasan Danau Toba mempunyai unsur-unsur tersebut.
Geopark Kaldera Toba sebelumnya pernah diajukan menjadi anggota UGG pada 2015 dan 2018. Pada 2015, tim penilai dari UNESCO menunda penerimaan Geopark Kaldera Toba karena kawasan ini belum memenuhi beberapa kriteria, seperti pelibatan masyarakat yang dinilai sangat minim, pusat informasi sangat sedikit, serta edukasi masyarakat yang tidak berjalan. Selain itu, sejumlah fasilitas, seperti papan informasi, air bersih, dan toilet bersih, juga belum memadai.
Geopark Kaldera Toba sebelumnya sudah pernah diajukan menjadi anggota UGG tahun 2015 dan 2018.
Kaldera Toba pun kembali diajukan menjadi anggota UGG pada 2018. UNESCO pun kembali menunda penerimaan Kaldera Toba sebagai anggota UGG dan meminta badan pengelola membuat cetak biru yang detail.
”Awalnya tim penilai memberi waktu dua tahun. Namun, kami meminta agar diberi waktu tiga bulan agar bisa dibahas dalam pertemuan di Lombok,” kata Gagarin.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Sumut Ria Nofida Telaumbanua mengatakan, pihaknya juga masih menunggu pemberitahuan resmi dari Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba tentang hasil rapat tim penilai UNESCO di Rinjani. ”Keanggotaan ini sangat penting untuk promosi Geopark Kaldera Toba ke dunia,” katanya.
Ria mengatakan, pembangunan di kawasan Danau Toba akan tetap berpegang pada prinsip-prinsip taman bumi. Pemerintah juga akan mengedepankan konservasi lingkungan, situs geologi, dan rehabilitasi kebudayaan yang ada di Kaldera Toba.
Pegiat lingkungan Danau Toba, Wilmar Simanjorang, mengatakan, keanggotaan di UGG harus berbarengan dengan penerapan prinsip taman bumi. Menurut dia, pembangunan pariwisata selama ini masih belum maksimal menerapkan prinsip taman bumi.
Pemerintah, misalnya, menetapkan 28 destinasi untuk dikembangkan sebagai unggulan di kawasan Danau Toba. Namun, destinasi berbasis taman bumi sangat minim yang masuk dalam prioritas pengembangan itu. Pusat Informasi Geopark Kaldera Toba, misalnya, tidak masuk dalam rencana itu.
”Kebijakan di kawasan Danau Toba juga masih diputuskan dengan skema top-down, padahal yang diinginkan UNESCO adalah kebijakan bottom-up yang menyerap aspirasi dari masyarakat dan mengutamakan pemberdayaan masyarakat,” kata Wilmar.
Konservasi warisan lingkungan hidup juga mendesak untuk dilakukan. Sampai saat ini, dinding Kaldera Toba yang merupakan perbukitan di tepian Danau Toba masih terus terbakar setiap tahun tanpa upaya pencegahan yang maksimal. Kawasan hutan di daerah tangkapan air juga mendesak untuk dikonservasi agar kualitas lingkungan hidup Danau Toba semakin baik.