JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat mendorong presiden segera menentukan 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka berharap uji fit and proper bisa dilakukan jelang akhir masa jabatan DPR periode 2014—2019.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Herman Hery, mengatakan, waktu yang tersedia bagi anggota dewan periode 2014—2019 untuk menguji fit and proper calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) amat terbatas. Tersisa waktu kurang dari empat minggu sebelum masa jabatan mereka habis akhir September.
“Kami berharap, presiden segera menyerahkan 10 nama capim KPK kepada Komisi III karena waktu untuk uji fit and proper sudah sangat mepet,” kata Herman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Menurut dia, penyerahan capim dari DPR ke KPK akan menyudahi pro dan kontra tentang latar belakang capim yang berkembang di masyarakat selama beberapa hari terakhir. Sebanyak 20 nama yang akan diserahkan panitia seleksi (pansel) capim KPK pun merupakan hasil pengujian yang sesuai aturan dan profesional.
“Apapun yang terjadi, apapun alasannya, kenapa harus periode sekarang, karena prosesnya sudah berjalan,” ujar Herman.
Herman menambahkan, DPR tidak memiliki kepentingan apapun terhadap pemilihan capim KPK. Mereka hanya ingin melaksanakan kewajiban untuk menguji fit and proper. Adapun saran dan kritik dari masyarakat akan dijadikan pertimbangan dalam menguji dan menentukan lima pimpinan KPK periode 2019—2023.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin mengatakan, efisiensi waktu dalam penentuan capim KPK perlu diperhatikan. “Kalau sesuatu bisa kita bahas lebih cepat, kenapa harus terlambat,” ucapnya.
Meski demikian, ia tetap menunggu presiden untuk menyerahkan surat yang berisi daftar 10 nama capim KPK. Uji fit and proper juga baru bisa dilaksanakan setelah Rapat Paripurna DPR yang didahului rapat Badan Musyawarah dengan seluruh pimpinan partai politik.
Mengacu pada Pasal 30 ayat (9) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, presiden memiliki waktu paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya daftar nama dari pansel untuk menentukan nama calon sebanyak dua kali jumlah jabatan yang dibutuhkan. Sejumlah nama itu selanjutnya diserahkan kepada DPR.
Uji fit and proper juga baru bisa dilaksanakan setelah Rapat Paripurna DPR yang didahului rapat Badan Musyawarah dengan seluruh pimpinan partai politik.
Menurut rencana, pansel capim KPK akan menyerahkan 20 nama yang telah lolos uji publik dan wawancara kepada Presiden Joko Widodo hari ini, pukul 15.00.
Diperpendek
Herman mengatakan, untuk mempercepat waktu penentuan capim KPK, DPR juga berencana memperpendek tahapan seleksi. Pada periode sebelumnya, uji fit and proper didahului dengan tes makalah. Namun, saat ini tes tersebut akan dihilangkan, proses langsung dimulai dengan wawancara.
Gagasan tersebut akan dibahas dalam rapat internal Komisi III. Dalam dua hari ke depan, pihaknya akan menentukan pola uji fit and proper yang akan digunakan.
Menurut dia, Komisi III membutuhkan waktu tiga sampai empat hari untuk menggelar uji fit and proper. Oleh karena itu, diharapkan paling lambat presiden sudah menyerahkan 10 nama capim KPK pekan depan.
Tak bijak
Secara terpisah, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, keinginan DPR untuk menguji fit and proper capim KPK pada akhir masa jabatan ini kurang bijak. Waktu yang tersisa bagi mereka hanya tiga minggu hingga akhir September.
Sejumlah tahapan juga harus dilalui sebelum uji fit and proper. Mulai dari penyusunan jadwal dan alur tes.
“Dalam memilih capim KPK, anggota DPR tentu harus melakukan penelaahan. Itu tidak mungkin dilakukan secara terburu-buru, akan lebih baik jika diserahkan ke DPR periode berikutnya, sama seperti periode lalu,” kata Oce.
Menurut Oce, DPR periode 2019—2024 memiliki waktu yang lebih panjang untuk meneliti kapasitas setiap capim KPK secara serius. Keputusan yang dibuat dalam waktu amat singkat, tentu akan dipertanyakan oleh masyarakat.
Sementara itu, presiden pun tak bisa meneruskan begitu saja nama capim KPK yang diserahkan pansel. Penelaahan matang perlu dilakukan dalam waktu yang tersedia, agar argumentasi pemilihan capim pun jelas.
Apalagi, beberapa waktu terakhir aspirasi masyarakat begitu banyak. Mereka mempersoalkan sejumlah capim yang diduga memiliki catatan buruk dalam upaya pemberantasan korupsi. Bahkan, diduga pernah melanggar etik.
“Presiden perlu memerhatikan azas akuntabilitas dan kecermatan dalam menentukan nama capim KPK yang akan diserahkan kepada DPR,” ujar Oce.