LONDON, SENIN – Duel kontra Tottenham Hotspur di derbi London yang berakhir Senin (2/9/2019) dini hari WIB menunjukkan, Arsenal adalah musuh terburuk diri mereka sendiri. Pada laga di Stadion Emirates yang berakhir imbang 2-2 itu, pertahanan Arsenal melakukan sejumlah kesalahan fatal yang menjadi tipikal mereka di musim ini.
Arsenal memulai laga itu dengan naif. Berangkat dari kekalahan 1-3 dari Liverpool pekan lalu, Manajer Arsenal Unai Emery memilih taktik ofensif untuk mengejar kemenangan derbi London utara itu. Emery memainkan pola formasi 4-3-3 yang sangat jarang dipakainya selama satu tahun karirnya di “The Gunners”. Sebelumnya, ia lebih sering memakai formasi 4-2-3-1, 3-4-1-2, atau 4-3-1-2.
Pola 4-3-3 ofensif yang rutin dipakai Liverpool dan Manchester City itu sebetulnya dimaksudkan untuk memaksimalkan trisula serangan mereka menyusul hadirnya penyerang sayap kanan dari Lille, Nicolas Pepe. Untuk pertama kalinya, trio penyerang Arsenal, yaitu Pepe, Alexandre Lacazette, dan Pierre-Emerick Aubameyang tampil bersama sejak awal laga.
Seolah-olah ingin meniru Liverpool dengan gaya energik dan menekannya, Arsenal pun nekat bermain dengan garis pertahanan tinggi di awal laga itu. Padahal, bek-bek uzurnya seperti David Luiz (32) gagap melakukan pengawalan zonasi dalam sistem pertahanan tinggi semacam itu. Tak ayal, pertahanan Arsenal sempat menjadi bulan-bulanan barisan penyerang cepat dan berteknik tinggi Spurs seperti Son Heung-min dan Erik Lamela lewat pola serangan balik.
Tak heran, gawang Arsenal kebobolan cepat, yaitu di menit kesepuluh. Son mengoyak pertahanan tim tuan rumah yang tampil sangat nekat, yaitu nyaris mendekati tengah lapangan, dan mengirim umpan terobosan ke Lamela. Bola pun ditendangnya dari garis penalti. Di saat sama, kiper Arsenal Bernd Leno kurang sigap dan gagal menangkap bola tendangan Lamela. Bola muntah pun disambar gelandang Spurs, Christian Eriksen, menjadi gol.
Gol-gol akibat kombinasi kesalahan semacam itu sangat jarang terjadi di Liga Inggris, liga yang dewasa ini kian presisi dalam fungsi pertahanan. Belum beranjak dari kesalahan itu, Arsenal kembali melakukan kecerobohan yang berujung gol kedua Spurs lewat titik penalti di menit ke-40. Granit Xhaka, gelandang bertahan Arsenal, dengan gegabahnya menekel Son di kotak penalti. Padahal, pemain Spurs itu dikepung bek-bek Arsenal.
Alan Shearer, legenda sepak bola Inggris, geleng-geleng kepala melihat penampilan Arsenal. Ia menilai, cara bertahan mereka bak lelucon. “Pertahan Arsenal seperti komikal di babak pertama. Itu semua hanya terjadi di liga minggu (liga divisi amatir terendah di Inggris). Sangat memalukan melihat betapa mudahnya Spurs membuat dua gol,” kritik Shearer lewat kolomnya di The Sun.
Kesalahan-kesalahan konyol seperti di derbi London bukanlah hal baru bagi Arsenal. Mereka juga melakukannya di laga kontra Liverpool di Anfield pekan lalu dan belasan laga lainnya sejak musim lalu. Opta mencatat, Arsenal adalah tim paling ceroboh alias melakukan kesalahan fatal yang berujung kebobolan, yaitu total 13 gol, sejak awal musim lalu. Sebanyak enam di antaranya dilakukan Leno.
Lebih buruk
Musim ini, gawang mereka telah kebobolan total enam gol di empat laga. Hanya West Ham United yang kebobolan lebih banyak dari mereka, yaitu tujuh gol, dalam jajaran sepuluh besar di Liga Inggris. Arsenal pun kini bercokol di peringkat kelima. “(Pertahanan) Arsenal saat ini lebih buruk dari musim lalu,” ungkap Shearer kemudian.
Hengkangnya bek tengah sekaligus kapten, Laurent Koscielny, ke Bordeaux membuat Arsenal riskan menghadapi kenyataan seperti disebut Shearer. Luiz bukanlah pengganti yang sepadan. Bek asal Brasil itu sengaja dibuang manajer baru Chelsea, Frank Lampard, karena kurang disiplin dan tidak lagi cocok dengan pola permainan energi tinggi ala Chelsea saat ini.
Mark Schwarzer, mantan kiper Chelsea, menilai Luiz masih memiliki mentalitas sebagai seorang gelandang, posisinya sebelum dipaksa pindah sebagai bek tengah di usia 17 tahun saat membela Vitoria, klub di Salvador. “Ia melihat sepak bola sebagai duel individual, bukan permainan zonasi. Ia masih bisa diakomodasi dalam pola tiga bek tengah, namun tidak dengan pola dua bek sejajar,” ungkap Schwarzer dikutip The Guardian.
Terlepas dari masalah laten itu, Emery bisa tersenyum di akhir laga itu karena timnya tampil pantang menyerah dan menyamakan kedudukan setelah tertinggal dua gol. Positifnya pula, gol-gol itu disumbangkan trisula penyerangnya. Lacazette dan Aubameyang masing-masing mencetak satu gol, adapun Pepe membuat satu asis.
“Saya cukup bangga dengan yang kami lakukan. Kami membuat sejumlah kesalahan di babak pertama. Kami bermain dengan hati, terkadang melebihi pikiran kami. Kami masih butuh keseimbangan. Namun, laga ini sangat menakjubkan untuk ditonton setiap orang,” ujar Emery seusai laga itu. (AFP)