JAKARTA, KOMPAS Setelah mereda selama sepekan karena diguyur hujan, kebakaran hutan dan lahan gambut kembali merebak di Provinsi Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan. Bahkan, di sejumlah wilayah, kebakaran meluas. Pemadaman udara pada sejumlah lokasi belum mampu menjinakkan api.
Di Jambi, kebakaran lahan terpantau merebak di Kabupaten Muaro Jambi. Titik-titik api bermunculan di lahan gambut seiring kekeringan yang melanda. Hujan yang turun pekan lalu tak cukup meredakan kebakaran. Bahkan muncul titik-titik api baru di konsesi perusahaan di Kumpeh Ulu.
”Seharian ini masih terus diupayakan pemadaman lewat udara,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Muaro Jambi M Zakir, Selasa (2/9/2019).
Berdasarkan data satelit NASA yang diolah Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, terdapat 390 titik panas yang menyebar di wilayah Jambi. Selain di Kabupaten Muaro Jambi, kebakaran meluas di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Titik-titik api bermunculan pada sejumlah areal gambut di kawasan konservasi, mulai dari Hutan Lindung Gambut (HLG) Londerang, Taman Hutan Raya Orang Kayo Hitam, hingga Taman Nasional Berbak Sembilang. Tak sampai dua pekan terakhir, titik api baru di sekitar HLG Londerang saja telah membakar areal seluas 2.000 hektar.
Asisten Komunikasi KKI Warsi Sukmareni menengarai, kawasan HLG Londerang kembali terbakar karena kawasan sekitarnya sudah berubah menjadi monokultur. Ketika kawasan ini menjadi areal konsesi, dibangun kanal-kanal selebar 8 meter dengan kedalaman 4 meter. Kondisi itu membuat HLG Londerang rentan terhadap ancaman kebakaran pada musim kemarau. Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah menindak tegas perusahaan yang tidak tertib dalam aturan menjaga tinggi muka air gambut.
Peneliti gambut dari Universitas Jambi, Asmadi Saad, mengatakan, dalam kondisi gambut mengering, api tidak muncul begitu saja, kecuali jika sengaja dibakar. Dari penelitiannya, gambut yang dipanaskan dalam suhu 105 derajat celsius tak terbakar. Bandingkan dengan temperatur permukaan gambut yang berkisar 40 derajat celsius hingga 48 derajat celsius. Itu menandakan titik api muncul karena dibakar.
Kemarin, 358 titik panas terpantau di seluruh wilayah Pulau Sumatera. Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru Marzuki menyebutkan, titik panas terpantau paling banyak di Riau dengan 150 titik panas, disusul Jambi (103 titik panas), dan Sumsel (67 titik panas). ”Terdapat kenaikan jumlah titik panas dibandingkan sehari sebelumnya, sebanyak 134 titik,” katanya.
Menurut Marzuki, selama sepekan pada akhir Agustus terjadi fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) atau peningkatan uap air yang mendorong pertumbuhan awan hujan akibat pergerakan atmosfer yang merambat dari Samudra Hindia ke beberapa wilayah di Indonesia. Selama MJO, hampir seluruh wilayah Riau dan beberapa wilayah Sumatera dilanda hujan. Akibatnya, titik panas sempat nyaris habis karena hujan.
Kepala BPBD Riau Edwar Sanger mengatakan, banyak titik kebakaran baru di Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis, dan Pelalawan. Konsentrasi pemadaman dengan bom air menggunakan helikopter difokuskan di Bukit Kerikil, Bengkalis.
”Kami mengirimkan dua helikopter jenis Kamov dan Mi-8 untuk membantu pemadaman di Bukit Kerikil. Sebelumnya, dua helikopter telah menyiramkan air sebanyak 1,2 juta liter. Kebakaran telah membuat kondisi udara memburuk di lokasi Duri (Bengkalis) dan Bangko di Rokan Hilir akibat asap,” kata Edwar.
Di Sumsel, kebakaran lahan terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Penukal Abab Lematang Ilir, dan Musi Banyuasin. Lima helikopter dikerahkan untuk memadamkan api. Sementara petugas di darat juga berjibaku memadamkan api yang terus membesar karena ditiup angin kencang.
Kondisi kian berbahaya karena lokasi kebakaran tidak jauh dari lokasi obyek vital nasional, yakni Kilang Pengolahan LPG Lembak. Asap juga bertiup ke arah jalur lintas timur Sumatera sehingga menghalangi jarak pandang. Pengguna jalan harus menyalakan lampu kendaraan dan berjalan perlahan.
Kebakaran di Sultra
Dari Sulawesi Tenggara dilaporkan, lebih dari 200 hektar lahan gambut di Kolaka Timur terbakar sepekan terakhir. Kebakaran di lokasi yang merupakan situs lahan basah dunia ini sulit dipadamkan karena luasnya lahan yang terbakar dan jumlah petugas pemadam yang terbatas.
Edison (52), warga Desa Wesalo, Lalolae, Kolaka Timur, menuturkan, asap dari kebakaran lahan telah menyebar di sejumlah desa. Hal ini membuat aktivitas warga terganggu karena asap tidak henti membubung.
”Kami berharap pemerintah bertindak cepat mengatasi kebakaran ini. Masyarakat terganggu dan beberapa sudah batuk-batuk. Kebakaran juga masuk di lokasi pertanian warga,” lanjutnya. Selain di Kolaka Timur, kebakaran lahan juga melanda Kabupaten Konawe Selatan, Konawe, dan Kota Kendari.