JAKARTA, KOMPAS - Setelah 37 tahun lalu dipercaya menjadi tuan rumah Kejuaraan Asia Tenis Meja ke-6, Indonesia kembali dipercaya menggelar kejuaraan tenis meja terbesar se-Asia itu di GOR Among Rogo, Yogyakarta pada 15-22 September. Kejuaraan dua tahunan itu diharapkan bisa menjadi momen kebangkitan tenis meja Indonesia yang lesu setelah mencuat dualisme kepengurusan di tubuh federasi tenis meja nasional sejak 2013.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) Oegroseno saat konferensi pers di Jakarta, Senin (2/9/2019), mengatakan, pihaknya mendapatkan tawaran dari federasi tenis meja Asia (ATTU) untuk menggelar kejuaraan itu disela pelaksaan Kejuaraan Asia 2017 di Wuxi, China. Tanpa pikir panjang, ia mengambil kepercayaan itu karena diyakini bisa jadi momen kebangkitan dua tenis meja Indonesia.
"Setidaknya, dengan menggelar Kejuaraan Asia, pemain-pemain terbaik dunia akan hadiri ke sini. Apalagi Asia memang gudangnya pemain tenis meja terbaik dunia. Kehadiran mereka diharapkan menjadi inspirasi dan dapat menularkan ilmu-ilmu baru secara langsung kepada atlet maupun masyarakat Indonesia yang menggemari tenis meja. Momen ini diharapkan bisa membangkitkan lagi dunia tenis meja nasional," ujar Oegroseno.
Secara tidak langsung, Kejuaraan Asia 2019 juga menjadi bukti bahwa PP PTMSI mendapatkan pengakuan internasional. Hal itu meneruskan daftar panjang kepercayaan internasional setelah PP PTMSI ditunjuk menggelar Kejuaraan Asia Tenggara Tenis Meja (SEATTC) 2018 di Bali, pada 15-18 November 2018. Hal itu diharapkan menjadi legitimasi untuk pemerintah mengakui PP PTMSI sebagai federasi tenis meja nasional yang sah.
Adapun dunia tenis meja nasional lesu sejak 2013. Situasi itu dipicu terjadinya dualisme kepengurusan federasi tenis meja Indonesia, yakni PP PTMSI diketuai Oegroseno dan Pengurus Besar PTMSI yang sekarang diketuai Peter Layardi Lay. Dualisme itu benar-benar telah berdampak negatif bagi pembinaan atlet tenis meha di daerah hingga pusat.
Setidaknya, PP PTMSI yang diakui pemerintah untuk mengirim atlet ke SEA Games Singapura 2015 dan SEA Games Kuala Lumpur 2017, sekarang terombang-ambing. Hingga sekarang, Kemenpora belum bersedia untuk melakukan nota kesepahaman (MoU) pemberian anggaran pelatnas untuk PP PTMSI.
Padahal, PP PTMSI ingin mengirimkan atlet berlatih di China sekitar tiga bulan demi mencapai target meraih 1 emas, 1 perak, dan 4 perunggu di SEA Games 2019 di Filipina. Di sisi lain, tak sedikit atlet yang dipanggil PP PTMSI untuk pelatnas SEA Games 2019 justru tidak dilepas daerahnya dengan alasan sedang persiapan untuk PON Papua 2020.
"Dengan adanya Kejuaraan Asia 2019, saya harap pemerintah bisa terbuka pandangannya untuk bersikap tegas terhadap dualisme ini. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut. Itu harus segera dituntaskan karena korbannya adalah pembinaan atlet tenis meja. Kami sekarang kesulitan mencari atlet-atlet baru yang bersedia membela negara ke ajang internasional," kata Oegroseno.
Kejuaraan elite
Anggota Dewan Persatuan Tenis Meja Asia (ATTU) Chan Foong Keong menuturkan, Kejuaraan Asia 2019 adalah kejuaraan elite yang menjadi kalender resmi Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF). Level kejuaraan itu hanya satu level di bawah Kejuaraan Dunia.
Ajang tersebut juga menjadi kualifikasi atlet untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. "Kami memberikan kepercayaan pada Indonesia menggelar ajang ini karena kami melihat PP PTMSI punya visi dan misi jelas dalam pembinaan tenis meja di sini," tutur Chan Foong Keong.
Ketua Panitia Pelaksana Kejuaraan Asia 2019 Muchlis Marliono menyampaikan, sedikitnya 36 negara dari lima regional ATTU telah mengkonfirmasi keikutsertaannya pada kejuaraan tersebut. Adapun kejuaraan itu akan menggelar sembilan nomor pertandingan beregu maupun individu. Tim beregu maupun atlet individu yang hadir, antara lain tim ataupun atlet yang masuk sepuluh besar peringkat dunia.
Tiga tim putra dan putri terbaik dunia sudah memastikan akan ikut serta ajang tersebut. Di putri, paling tidak akan hadir tim China yang sekarang peringkat satu dunia, Jepang (peringkat dua dunia), dan Taiwan (peringkat tiga dunia). Pada kategori putra, akan hadir tim China (peringkat satu dunia), Jepang (peringkat 2 dunia), dan Korea Selatan (peringkat empat dunia).
Atlet-atlet tebaik dunia juga mengkonfirmasi akan ikut ajang itu. Di putra, akan hadir atlet China Xu Xin (peringkat satu dunia), Fan Zhendong (peringkat dua dunia), dan Lin Gaoyuan (peringkat empat dunia). Di putri, akan hadir atlet China Chen Meng (peringkat satu dunia), Ding Ning (peringkat dua dunia), dan Zhu Yuling (peringkat tiga dunia).
Untuk menggelar ajang itu, Muchlis melanjutkan, tim panitia akan menyiapkan arena latihan maupun tanding skala dunia. Setidaknya, akan disediakan 11 meja pertandingan di arena pertandingan sebagaimana standar dunia. "Ini upaya kami agar ajang ini terselenggara dengan optimal. Ini juga membangun citra positif Indonesia dalam menjadi tuan rumah ajang olahraga internasional," ujarnya.
Atlet belia
Oegroseno mengutarakan, ajang itu juga menjadi ajang untuk memulai proyek jangka panjang regenerasi pembinaan atlet tenis meja nasional. Untuk itu, mereka akan menurunkan lima atlet putra dan lima atlet putri yang berusia di bawah 18 tahun.
Para atlet itu masih minim jam terbang internasional. Tetapi, Wakapolri medio 2013-2014 itu, tetap memaksa para atlet itu turun di ajang tersebut. "Dengan ini, mereka akan tahu bagaimana atmosfer pertandingan kelas dunia. Mereka diharapkan belajar banyak secara langsung dari atlet-atlet dunia yang akan hadir. Lewat pengalaman berharga itu, kami harap mereka bisa terus berkembang," kata Oegroseno.
Salah satu atlet termuda adalah atlet putra asal Bandung, Jawa Barat, Fikri Faqih Fadilah. Atlet berusia 13 tahun itu baru satu kali ikut kejuaraan internasional, yakni di Vietnam Terbuka 2019. Saat itu, ia turun di nomor individu, ganda, dan beregu, tetapi tidak satupun mendapatkan medali.
Di Kejuaraan Asia 2019, Fikri akan turun di nomor individu dan beregu. "Kejuaraan ini levelnya sangat tinggi. Yang main semuanya atlet dunia. Saya tidak ada target muluk-muluk di sini. Tapi, saya akan berusaha sekuat tenaga agar tidak memalukan Indonesia," tuturnya.
Menurut Oegroseno, setelah Kejuaraan Asia 2019, para atlet muda itu akan langsung dikirim ke China guna melakukan pemusatan latihan tiga bulan. Setelah pemusatan latihan, mereka akan langsung dikirim ke Filipina pada 4 Desember untuk mengikuti SEA Games. Mereka ditargetkan meraih 1 emas, 1 perak, dan 4 perunggu di SEA Games 2019. Target itu lebih tinggi dari capaian SEA Games 2017 yang meraih 4 perunggu.
"Saya akan tunggu anggaran Kemenpora sampai 10 September. Kalau tidak turun juga, saya akan kirim anak-anak saya ke China dengan biaya sendiri. Kami akan berusaha mandiri demi MerahPutih," tegas Oegroseno.