Wabup Disiapkan Jadi Pelaksana Harian Bupati Muara Enim
›
Wabup Disiapkan Jadi Pelaksana...
Iklan
Wabup Disiapkan Jadi Pelaksana Harian Bupati Muara Enim
Gubernur Sumsel akan mengangkat Wakil Bupati Muara Enim Juarsyah sebagai Pelaksana Harian Bupati Muara Enim. Hal ini untuk mengantisipasi jika Bupati Muara Enim Ahmad Yani ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru akan mengangkat Wakil Bupati Muara Enim Juarsyah sebagai Pelaksana Harian Bupati Muara Enim. Hal ini untuk mengantisipasi jika Bupati Muara Enim Ahmad Yani ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi setelah terjaring operasi tangkap tangan, Senin (2/9/2019) malam.
Sejumlah ruangan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Muara Enim yang menjadi kantor sementara Bupati Muara Enim disegel. Ada dugaan operasi tangkap tangan (OTT) ini berkaitan dengan kasus proyek pekerjaan umum di Kabupaten Muara Enim.
”Saya sedih, kaget, terkejut, kehilangan teman,” kata Gubernur Sumsel Herman Deru menanggapi OTT Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga menangkap Bupati Muara Enim Ahmad Yani. Hal ini diutarakannya seusai menghadiri pelantikan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Sumsel di Palembang, Selasa (3/9/2019).
Saya masih menunggu penelusuran dari KPK dan penetapan status dari orang-orang yang terjaring KPK.
Namun, Herman belum mengetahui keberadaan Ahmad Yani. ”Saya mendengar memang ada penggeledahan dan penyegelan di Muara Enim, tetapi saya belum tahu keberadaan Pak AY (Ahmad Yani),” katanya.
Untuk itu, pihaknya masih menunggu status pasti dari KPK. ”Saya masih menunggu penelusuran dari KPK dan penetapan status dari orang-orang yang terjaring KPK,” katanya.
Herman berharap tidak terjadi apa-apa karena tidak semua pelaku yang dibawa KPK akan menjadi tersangka. Herman mendengar kabar adanya OTT yang turut menjaring Ahmad Yani pada Senin malam.
Setelah mendapat kabar tersebut, dirinya langsung menghubungi pihak terkait, termasuk Kepolisian Daerah Lampung, karena ada kabar yang menyebutkan pemeriksaan dilakukan di sana. ”Memang ada penyegelan, tetapi belum tahu AY dibawa atau tidak,” katanya.
Selain itu, Herman juga mendengar bahwa semua pelaku dibawa menggunakan jalur darat. Untuk itu, dirinya masih menunggu kabar sebelum mengambil keputusan. ”Saya belum menerima info, baik melalui surat, telegram, maupun lain-lain. Kenapa saya butuh itu? Karena saya akan gunakan untuk mengambil keputusan. Tidak boleh ada kekosongan pemerintahan,” katanya.
Dengan adanya kejadian ini, kata Herman, dirinya mengimbau semua kepala daerah di Sumsel untuk menjaga marwah dan martabat daerah dengan tidak melanggar aturan hukum. ”Saya ingatkan kepada kepala daerah untuk menjaga amanah itu sebagai marwah diri dan martabat daerah,” katanya.
Herman berharap agar pemeriksaan tidak hanya dilakukan terhadap kepala daerah, tetapi juga terhadap pihak yang memberikan sesuatu kepada pejabat.
Wakil Bupati Muara Enim Juarsyah juga enggan memberikan keterangan secara terperinci. ”Saya belum tahu. Saya belum menerima kabar apa-apa,” katanya sembari menghindari kejaran awak media.
Dirinya mengaku terakhir kali bertemu dengan AY pada sore hari. Namun, setelah itu tidak ada lagi komunikasi dengan Bupati. ”Sore hari masih ada rapat, sekarang saya belum dihubungi atau menghubungi beliau karena saya langsung ke Palembang pukul lima pagi tadi,” katanya.
Meski demikian, Juarsyah memastikan pemerintahan di Muara Enim berjalan seperti biasa. ”Semua kepala dinas ada, pemerintahan tetap berjalan,” katanya.
Apalagi di daerah tersebut banyak pertambangan dan perkebunan.
Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumsel Nunik Handayani menuturkan, sebagai kabupaten yang memiliki APBD terbesar kedua di Sumsel setelah Kota Palembang, Muara Enim memang rentan terjadi penyimpangan.
”Apalagi di daerah tersebut banyak pertambangan dan perkebunan,” ungkapnya.
Tahun 2019 ini, APBD Muara Enim Rp 2,8 triliun. Belum lagi anggaran dana hibah Muara Enim yang juga terbesar kedua setelah Palembang. ”Keberadaan alokasi anggaran ini tentu akan menjadi celah untuk ladang korupsi,” kata Nunik.
Selain itu, ujar Nunik, dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat sejumlah temuan di beberapa dinas, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Rp 3,2 miliar, kemudian temuan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Rp 177,3 juta, serta Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Rp 239,3 juta.
Nunik mengatakan, kemungkinan penangkapan AY terkait adanya korupsi pembangunan infrastruktur atau perizinan. Kegiatan lelang secara elektronik juga tidak bisa menghapus praktik korupsi di dalam pemerintahan. ”Di mana ada celah, itu yang digunakan untuk memperoleh keuntungan,” katanya.
Modus yang mereka gunakan adalah dengan bertemu para pejabat sebelum lelang dilakukan. Tujuannya agar pengusaha tersebut memperoleh proyek. ”Untuk itu, ada pemberian khusus kepada pejabat agar mereka dapat memenangi lelang,” kata Nunik.