Asap Gambut Mengubur Asa di Kolaka Timur
Kebakaran lahan melanda banyak wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Ratusan hektar lahan terbakar, yang sebagian besar adalah lahan basah dunia.
Kebakaran lahan melanda banyak wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Ratusan hektar lahan terbakar, yang sebagian besar adalah lahan basah dunia. Asap membekap warga, menyelubungi rumah, dan menghilangkan asa.
Fadillah meronta saat dokter memasukkan stetoskop ke dalam baju yang dikenakannya. Tangannya menggapai, berusaha menolak. Tangisnya meledak dan ingusnya semakin tumpah.
Bayi 13 bulan yang duduk di pangkuan ibunya itu baru tenang ketika sang ibu menenangkan dan memegang kedua tangannya. Dokter dari Puskesmas Mowewe, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, pun bisa memeriksa dengan lancar.
”Sudah berapa hari batuk pileknya, Bu?” tanya Febrianus Latuanda, dokter yang memeriksa, Selasa (3/9/2019) siang, di Kelurahan Horodopi, Mowewe.
”Dua hari, dokter. Semenjak asap semakin terasa masuk ke sini,” jawab Ati Mustafa (36), sang ibu.
Dokter menyelesaikan pemeriksaan, lalu memberikan vitamin. Beberapa lembar masker diberikan kepada orangtua bayi, juga ke beberapa tetangga yang turut diperiksa. Siang itu, tim dari puskesmas memang melakukan kunjungan ke lokasi desa yang terdampak kabut asap kebakaran lahan.
Ati menceritakan, dua hari terakhir batuk anak bungsunya itu terus bertambah. Pilek juga semakin menjadi. Ia kadang tidak tahan melihat bayinya saat batuk parah, utamanya pada pagi hari.
”Kalau subuh, bau asap itu sangat terasa. Sudah tiga hari seperti itu. Saya saja yang orang dewasa batuk, apalagi anak-anak,” ucap Ati sembari mengelap ingus Fadillah yang tidak henti mengucur.
Tidak hanya Fadillah, lanjut Ati, anak pertamanya, Fayat (5), juga mulai batuk-batuk. Asap dan bau arang dari kebakaran lahan menyiksa keluarganya, juga para tetangganya.
Risman (38) duduk menunggu pemeriksaan di Puskesmas Mowewe. Ayah dua anak ini sudah tidak tahan dengan sesak dan nyeri di dada akibat asap dari kebakaran lahan.
Menurut Risman, bau asap menyengat sangat terasa sejak tiga hari terakhir. Sejak saat itu pula dadanya sesak dan nyeri. ia memang memiliki riwayat sakit paru. Mencium asap membuat penyakitnya menjadi-jadi.
”Apalagi kalau tengah malam sampai subuh, sudah paling terasa itu asap. Padahal, jarak lokasi kebakaran ke rumah itu sekitar 5 kilometer. Dua tahun lalu kebakaran juga, tapi tidak separah ini,” ucapnya.
Pekatnya asap, lanjut Risman, membuatnya tidak bisa beraktivitas normal. Dua hari terakhir ia tidak ke kebun, juga sawah. Sebab, lokasi kebunnya juga diliputi asap. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah segera melakukan tindakan untuk pemadaman total.
Kebakaran lahan terjadi di Kecamatan Lalolae, Kolaka Timur, sejak lebih dari 10 hari terakhir. Asap membakar ratusan hektar lahan gambut yang sulit untuk dipadamkan.
Data Manggala Agni Sulawesi Tenggara, lebih dari 200 hektar lahan terbakar dan terus merata. Tidak hanya di kawasan ini, api juga membakar lahan di sejumlah lokasi lain di wilayah Sulawesi Tenggara. Sedikitnya ada tiga kabupaten lain yang juga sering terjadi kebakaran lahan meski dengan intensitas tidak separah di Kolaka Timur saat ini.
”Kebakaran juga terjadi di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, dan sedikit di Kota Kendari. Kalau di Kolaka Timur ini sulit dipadamkan karena terjadi di lahan gambut yang juga Situs Ramsar. Kami Sudah berusaha, tapi personel kurang dan lokasi sumber air jauh,” kata Yanuar Fanca Kusuma, Kepala Operasi Manggala Agni Sultra.
Gambut dibuka
Ratusan hektar lahan yang terbakar di Kecamatan Lalolae, Kolaka Timur, memang merupakan lahan gambut yang terbentang ratusan hektar. Lokasi ini telah ditetapkan sebagai situs lahan basah dunia pada 2011. Ramsar merujuk pada kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk melindungi kelestarian dan fungsi lahan basah dunia.
Penetapannya merujuk pada Konvensi Ramsar, perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan. Lokasi lahan gambut bernilai ekologi tinggi itu berbatasan dengan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Meski begitu, sebagian lahan telah terlihat menghitam dilahap api. Asap membubung tinggi dari lokasi lahan yang terus terbakar. Meski petugas gabungan terus berusaha memadamkan, api terus muncul setiap hari.
Lokasi lahan gambut ini dulu dikenal berawa dengan air yang menggenang. Akan tetapi, sejak lokasi sekitar lahan gambut ini mulai dikelola, air mulai hilang. Sebagian masyarakat mengolah lahan untuk ditanami jagung.
Sebuah perusahaan kelapa sawit juga terlihat berdekatan dengan lokasi lahan gambut Situs Ramsar ini. Kebun sawit terbentang luas. Sejumlah kanal air juga telah terbangun mengelilingi kebun.
Pemantauan
Kepala Bidang Perlindungan dan Pengawasan Hutan Dinas Kehutanan Sultra Sahid menyampaikan, pemantauan dan penanganan sementara terus dilakukan. Kawasan lahan gambut yang terbakar tersebut memang telah ditetapkan sebagai situs lahan basah dunia.
”Kami masih menunggu laporan terkait pemadaman dan lokasinya untuk memastikan apakah lokasi itu telah menjadi kawasan hutan produksi terbatas,” ujarnya.
Fanca menambahkan, dengan terbakarnya lahan gambut ini, tentu memberikan dampak ke ekosistem di dalamnya. ”Kalau terbakar dan diolah bukan sesuai fungsinya, tentu akan memberi dampak ke depannya. Kita bisa lihat banyak contoh dengan berubahnya fungsi lahan. Untuk penyebab kebakarannya tentu kecil kemungkinan karena faktor alam,” ucapnya.
Torop Rudendi, Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sultra, menyampaikan, masuknya perusahaan membuat banyak problem baru di wilayah lahan gambut tersebut. Kebakaran lahan saat ini hanya ekses dari terbukanya lahan untuk diolah.
”Banyak ancaman yang terjadi saat ini. Selain kebakaran, konflik lahan dengan masyarakat juga terbuka. Selama ini warga menggantungkan kehidupan di lokasi tersebut untuk mengambil seadanya. Lokasi itu dulunya tempat warga mengambil sagu, juga memancing ikan,” kata Torop.
Saat ini lahan telah terbuka dan ancaman semakin besar. Sagu telah berganti sawit dan lahan gambut telah mengering. Asa untuk hidup berganti asap yang membekap warga.