JAKARTA, KOMPAS – Penyidik menetapkan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara atau PTPN III, Dolly Pulungan sebagai tersangka kasus dugaan suap distribusi gula tahun 2019. Dolly diduga meminta uang 345.000 dollar Singapura atau setara Rp 3,52 miliar sebagai imbalan distribusi gula yang masuk ruang lingkup kerja PTPN III.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif, di Jakarta, Selasa (3/9/2019) menyampaikan, Dolly diduga meminta uang kepada Pieko Njoto Setiadi pemilik PT Fajar Mulia Transindo dan perusahaan lain yang bergerak di bidang distribusi gula. Permintaan uang dilakukan karena Dolly membutuhkan uang terkait persoalan pribadinya untuk menyelesaikannya melalui Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI), Arum Sabil.
“Oleh karena PNO (Pieko) dan DPU (Dolly) telah ditingkatkan statusnya sebagai tersangka dalam proses penyidikan ini, maka KPK mengimbau agar PNO dan DPU segera menyerahkan diri ke KPK,” kata Laode.
Pada Senin (2/9/2019) kemarin, Pieko meminta Freddy Tandou pengelola Money Changer di Jakarta untuk mencairkan sejumlah uang yang direncanakan untuk diberikan kepada Dolly. Pieko kemudian memerintahkan Ramlin, orang kepercayaan Pieko untuk mengambil uang dari kantor money changer dan menyerahkan kepada Corry Luca, pegawai Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) pada pukul 17.00 di kantor PTPN di Kuningan, Jakarta.
Corry kemudian mengantarkan uang sejumlah 345.000 dollar Singapura ke I Kadek Kertha Laksana, Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) di kantor KPBN. Tim KPK selanjutnya mengamankan lima orang di Jakarta dan menetapkan tiga tersangka, yaitu Dolly, Pieko, dan Kadek.
Kasus ini bermula pada awal tahun 2019 di mana perusahaan Pieko ditunjuk menjadi pihak swasta dalam skema kontrak jangka panjang dengan PTPN III (Persero). Dalam kontrak ini, pihak swasta mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak.
Di PTPN III terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan. Pada penetapan harga gula tersebut, harga gula disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III; pengusaha gula, Pieko; dan Ketua APTRI.
Pada 31 Agustus 2019 terjadi pertemuan antara Pieko, Dolly, dan Arum di Hotel Shangrila, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Dolly meminta uang kepada Pieko terkait persoalan pribadinya untuk menyelesaikannya melalui Arum.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta Kadek untuk menemui Pieko untuk menindaklanjuti permintaan uang sebelumnya. Selanjutnya, uang sejumlah 345.000 dollar Singapura diduga merupakan fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III (Persero), dimana Dolly merupakan Direktur Utama di BUMN tersebut.
Laode menyampaikan, setelah sebelumnya KPK membongkar korupsi terkait impor bawang putih, saat ini justru pihak-pihak yang seharusnya menjalankan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk mengelola distribusi gula, malah diduga memperkaya diri sendiri.
“Padahal gula merupakan salah satu kebutuhan dasar dari masyarakat Indonesia. KPK mengecam pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dengan cara korupsi terkait bahan pokok seperti ini,” tegas Laode.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Pieko disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara pihak yang diduga penerima, Dolly dan Kadek disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.