Pengawasan terhadap muatan kendaraan di jalan tol perlu segera dibenahi guna mencegah kecelakaan fatal terulang.
PURWAKARTA, KOMPAS Dua truk pengangkut tanah yang diduga memicu kecelakaan lalu lintas di Kilometer 91 Purwakarta-Bandung-Cileunyi membawa muatan melebihi batas. Kondisi itu mengganggu fungsi pengereman keduanya sehingga berdampak fatal. Insiden itu harus dijadikan momentum untuk membenahi pengawasan terhadap kendaraan dengan beban berlebih di jalan tol.
Seperti diberitakan sebelumnya, 8 orang tewas dalam kecelakaan beruntun yang melibatkan 20 kendaraan di Tol Purbaleunyi Km 91, Senin (2/9/2019) siang. Selain korban jiwa, musibah ini menyebabkan 3 orang luka berat dan 25 orang lainnya luka ringan.
Kejadian bermula saat truk bernomor polisi B 9763 UIT yang dikemudikan Dedi Hidayat (45) kehilangan kendali dan terguling karena rem blong. Dedi tewas dalam kejadian itu. Tak lama kemudian, truk kedua bernomor polisi B 9410 UIU datang dari arah yang sama dengan masalah rem serupa. Subana (40), pengemudi truk kedua, juga tak bisa mengendalikan kendaraannya lantas menabrak sejumlah kendaraan yang tak bisa bergerak terhalang truk Dedi.
Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi di Purwakarta, Selasa (3/9), mengatakan, kedua truk mengangkut muatan melebihi batas. Truk membawa 37 ton tanah dari batas maksimal hanya 24 ton.
Truk tanah itu dikendarai Dedi dan Subana dari Cianjur untuk bahan pembuatan keramik di Karawang. ”Daya angkut melebihi batas itu membuat fungsi rem berkurang, bahkan sampai tidak berfungsi. Itulah yang diduga menyebabkan tabrakan beruntun,” kata Rudy.
Selain rem, baik Dedi maupun Subana juga diduga mengemudikan kendaraan dalam kecepatan tinggi. Kepala Polres Purwakarta Ajun Komisaris Besar Matrius mengungkapkan, angka pasti kecepatan kedua truk masih diteliti. Namun, dari pemeriksaan sementara, transmisi truk milik Subana berada di gigi enam atau gigi maksimal.
Sering dilanggar
Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung, Sony Sulaksono Wibowo, berpendapat, batas kapasitas muatan saat pengiriman barang masih sering dilanggar demi menghemat biaya distribusi. Akibatnya, kendaraan pengangkut akan sulit bermanuver dan mudah kehilangan kendali.
Salah satu pelajaran dari insiden ini, menurut Sony, pentingnya segera membenahi pengawasan terhadap kendaraan dengan beban berlebih di jalan tol. Salah satunya merealisasikan rencana pembangunan jembatan timbang di area peristirahatan jalan tol. ”Dengan muatan berlebih, fungsi rem menjadi tidak maksimal. Jika kendaraan terguling, sangat berisiko memicu kecelakaan dengan dampak lebih besar. Ini harus menjadi momentum untuk membenahi pengawasannya,” ujarnya.
Pengawasan terhadap muatan berlebih pada kendaraan tak hanya menjadi pekerjaan rumah Kementerian Perhubungan. Dibutuhkan koordinasi lintas sektoral untuk pengawasan sejak dini. ”Wewenang Kemenhub hanya berada di hilir. Sementara di hulu menjadi otoritas kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Jadi, sangat perlu pengawasan bersama semua pihak,” ujarnya.
Kemarin, tim Analisis Kecelakaan Lalu Lintas Korps Lalu Lintas Polri, Polda Jabar, dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyelidiki lokasi kecelakaan. Investigator KNKT, Budi Susandi, menyatakan, kontur jalan di lokasi itu menurun dan berkelok, tetapi sudah memenuhi standar keselamatan jalan. ”Jadi, kecelakaan bukan karena jalan, melainkan kemungkinan karena kecepatan yang tak bisa dikontrol pengemudi,” ujar Budi. (MEL/RTG/TAM)