Batan Mengembangkan Varietas Padi Tahan Cuaca Ekstrem
›
Batan Mengembangkan Varietas...
Iklan
Batan Mengembangkan Varietas Padi Tahan Cuaca Ekstrem
Pertanian tanaman pangan tidak hanya menghadapi tantangan terus terjadinya alih fungsi lahan, tetapi juga cuaca ekstrem. Kondisi itu sama-sama mengancam pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·4 menit baca
MUSI RAWAS, KOMPAS — Pertanian tanaman pangan tidak hanya menghadapi tantangan terus terjadinya alih fungsi lahan, tetapi juga cuaca ekstrem. Kondisi itu sama-sama mengancam pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
Menghadapi tantangan itu, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) tengah mengembangkan varietas padi yang tidak hanya memiliki produktivitas tinggi, tetapi juga tahan terhadap berbagai cuaca ekstrem dan varietas yang cocok untuk lahan marjinal.
Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan seusai panen raya padi varietas Kahayan di Desa G1 Mataram, Tugumulyo, Musi Rawas, Sumatera Selatan, Rabu (4/9/2019), mengatakan, selama ini pengembangan varietas padi masih terkonsentrasi untuk mencapai produktivitas tinggi.
Dengan terjadinya perubahan iklim, kebutuhan untuk memiliki varietas padi yang tahan cuaca ekstrem diperlukan. Saat ini, sering kali, saat musim kemarau tiba, cuaca menjadi amat kering hingga padi kekurangan air. Sebaliknya, saat musim hujan, banjir kerap menenggelamkan tanaman padi.
”Batan ingin menghasilkan varietas padi yang tak hanya punya produktivitas tinggi dan antiserangan hama, tetapi juga bisa bertahan di tengah cuaca ekstrem,” katanya.
Kepala Bidang Pertanian Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) Batan Irawan Sugoro menambahkan, Batan saat ini sudah memiliki beberapa galur mutan harapan yang tahan terhadap tekanan cuaca ekstrem.
Varietas padi yang akan dihasilkan dari galur mutan itu dirancang akan tetap mampu menghasilkan bulir padi dalam kondisi sawah yang kering atau pengairan yang terbatas. Meski demikian, produktivitas varietas itu tetap akan lebih rendah dibandingkan dengan jika padi diairi secara optimal.
Proses pembuatan varietas padi tahan kering itu saat ini masih dalam proses seleksi tahap ketiga atau keempat. Proses seleksi akan dilakukan hingga enam tahap atau ketika diperoleh varietas baru dengan sifat genetika yang sudah stabil. Setelah terbukti stabil, varietas itu akan diajukan ke Kementerian Pertanian sebagai varietas baru.
”Varietas itu ditargetkan bisa diluncurkan pada 2021,” katanya.
Sementara untuk varietas padi yang tahan genangan, tanaman ini dirancang tetap bisa tumbuh atau menghasilkan bulir padi saat banjir sudah surut. Pertumbuhan itu tetap berlangsung meski padi terendam banjir sekitar dua minggu. Pengembangan varietas padi tahan genangan itu masih tahap awal seleksi sehingga diprediksi baru bisa diluncurkan pada 2023 atau 2024.
Varietas padi tahan kekeringan atau tahan genangan itu sama-sama dikembangkan dari varietas nasional yang diradiasi. Dengan proses radiasi buatan itu, varietas baru bisa dihasilkan hanya dalam waktu 3-5 tahun, tergantung umur tanaman. Jika mengandalkan proses radiasi alami dari sinar matahari, pembentukan varietas baru butuh waktu ribuan tahun.
Varietas lokal
Selain mengambangkan varietas baru dengan karakteristik khusus, lanjut Anhar, Batan juga ingin mengembangkan varietas padi lokal yang tersebar di seluruh Indonesia. Varietas lokal umumnya memiliki karakter utama berupa rasa yang enak, tetapi waktu tanamnya panjang dan batang padinya tinggi hingga rentan terhadap sejumlah masalah.
”Pengembangan varietas lokal itu dilakukan dengan memperbaiki sejumlah karakternya, seperti memperpendak masa tanam, tetapi cita rasanya tetap,” katanya.
Pengembangan varietas lokal itu dilakukan dengan memperbaiki sejumlah karakternya, seperti memperpendak masa tanam, tetapi cita rasanya tetap.
Sejumlah padi varietas lokal yang sudah dikembangkan Batan antara lain Rojolele yang populer di Jawa. Varietas Rojolele baru yang dikembangkan bersama Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, itu kini memiliki umur tanam 105 hari (3,5 bulan) dari sebelumnya 160 hari (5 bulan 10 hari). Tinggi tanaman padi juga dipangkas dari 155 sentimeter jadi 110 cm.
Adapun varietas padi lokal di Musi Rawas adalah padi Dayang Rindu yang merupakan jenis padi gogo. Dengan radiasi yang dilakukan Batan bersama pemerintah setempat, umur tanam padi dengan cita rasa khas ini diperpendek dari 6 bulan menjadi 3 bulan 1 minggu.
Irawan menambahkan, Indonesia memiliki banyak padi varietas lokal. Di tengah ancaman perubahan iklim dan alih fungsi lahan, belum semua padi varietas lokal itu terdokumentasi dan dikembangkan karakternya.
Meski demikian, pengembangan padi varietas lokal dilakukan dengan tetap menjaga keaslian varietas aslinya sebagai kekayaan plasma nutfah Indonesia, tidak menghilangkan sama sekali varietas aslinya yang terbentuk di alam dalam waktu sangat lama.
”Varietas padi lokal asli yang terbentuk di alam memiliki kestabilan genetik lebih baik. Dia lebih tahan terhadap tekanan alam karena proses adaptasinya berlangsung ribuan tahun,” katanya. Karena itu, varietas asli itu tetap harus dijaga sehingga masih bisa dimanfaatkan lagi saat peneliti ingin mengembangkan kembali karakternya.