Indonesia masih menghadapi masalah yang sama di sektor hulu minyak dan gas bumi, yaitu produksi yang terus merosot dan penemuan cadangan baru yang berjalan lambat.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia masih menghadapi masalah yang sama di sektor hulu minyak dan gas bumi, yaitu produksi yang terus merosot dan penemuan cadangan baru yang berjalan lambat. Di tengah konsumsi minyak yang terus meningkat, produksi dalam negeri yang semakin rendah membuat defisit transaksi berjalan melebar.
Oleh karena itu, diperlukan terobosan konkret untuk memulihkan kondisi hulu migas di Indonesia.
Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi siap jual (lifting) minyak terus merosot dalam tiga tahun terakhir. Lifting minyak yang 829.000 barrel per hari pada 2016 kini menjadi 752.000 barrel per hari. Padahal, konsumsi bahan bakar minyak nasional mencapai dua kali lipat dari kemampuan lifting minyak.
Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi berjalan triwulan II-2019 defisit 8,443 miliar dollar AS. Dari defisit itu, neraca minyak menyumbang defisit 4,118 miliar dollar AS. Adapun dalam data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan migas Januari-Juli 2019 defisit 4,924 miliar dollar AS.
”Indonesia perlu mengurangi defisit neraca perdagangan sektor migas. Konsumsi migas lebih tinggi ketimbang produksi dalam negeri yang mengakibatkan impor naik,” ujar Pejabat Presiden Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Bij Agarwal di sela-sela Konvensi dan Pameran IPA Ke-43, Rabu (4/9/2019), di Jakarta.
Selain itu, lanjut Bij, penyederhanaan regulasi sektor migas di Indonesia juga penting untuk menggairahkan investasi. Eksplorasi dibutuhkan dalam usaha menemukan cadangan baru, yang memerlukan kolaborasi saling menguntungkan antara pemerintah dan investor.
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menambahkan, tantangan sektor hulu migas di Indonesia antara lain laju penurunan produksi minyak lantaran usia sumur minyak yang sudah tua. Jika tidak ada tindakan, seperti perawatan sumur atau kerja ulang, laju penurunan produksi bisa 20 persen per tahun. Selain itu, lokasi sumber cadangan minyak di Indonesia di area yang sulit dijangkau atau di laut dalam.
”Namun, tetap ada peluang. Dari 128 cekungan karbon di seluruh Indonesia, baru 18 cekungan yang sudah berproduksi,” papar Dwi.
Pemerintah juga berusaha meraih komitmen eksplorasi dari investor yang memperoleh perpanjangan kontrak atau memenangi kontrak baru mengelola wilayah kerja migas. Saat ini terkumpul dana 2,5 miliar dollar AS atau setara Rp 35 triliun dari investor untuk kegiatan eksplorasi. Dana tersebut untuk pembiayaan eksplorasi lima tahun mendatang.
”Butuh biaya sangat besar untuk pembiayaan eksplorasi dan itu tidak bisa disediakan APBN. Oleh karena itu, investor yang harus melaksanakannya. Memang harus ada izin, tapi itu gampanglah,” kata Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, menuturkan, untuk mengatasi masalah hulu migas yang selalu sama dari tahun ke tahun, pemerintah harus mampu mengubah persepsi investor terhadap iklim investasi. Caranya yakni dengan memberikan sinyal tegas dan serius bahwa Indonesia sedang berbenah. Sinyal itu diwujudkan antara lain penuntasan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
”Begitu pula untuk insentif fiskal butuh yang lebih progresif, seperti pemberian tax holiday (masa bebas pajak). Penyederhanaan perizinan juga diperlukan pada tahap operasi di lapangan, tidak cukup hanya pada masa persiapan operasi,” ujar Pri Agung.
Kementerian ESDM sudah berusaha memangkas regulasi dan perizinan untuk menarik investasi. Sejauh ini, ada 186 regulasi dan perizinan yang dicabut atau dibatalkan. Di sektor migas ada 18 regulasi yang dibatalkan dan 23 perizinan yang dicabut.
Untuk investasi migas tahun ini ditargetkan terkumpul 13,4 miliar dollar AS. Realisasi investasi migas pada 2018 sebesar 12,6 miliar dollar AS atau lebih tinggi dari 2017 yang sebesar 11 miliar dollar AS. Sampai dengan semester I-2019, realisasi investasi migas 5,9 miliar dollar AS. (APO)