JAKARTA, KOMPAS — Daya saing pariwisata Indonesia membaik dua peringkat ke posisi 40 dari 140 negara pada 2019. Indonesia mengumpulkan skor 4,3 yang dinilai dari lingkungan, kondisi perjalanan dan pariwisata, infrastruktur, serta sumber daya alam dan budaya.
Nilai terbaik Indonesia pada daya saing dari sisi harga. Adapun nilai terendah pada keberlanjutan lingkungan.
Penilaian Forum Ekonomi Dunia (WEF) itu juga menekankan Indonesia untuk memperbaiki infrastruktur jasa wisata dan kebersihan. Indeks Daya Saing Pariwisata yang dirilis pada Rabu (4/9/2019) tersebut menempatkan Singapura sebagai negara di kawasan ASEAN dengan peringkat tertinggi tahun ini, yakni 17.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 9,31 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada Januari-Juli 2019.
Menanggapi perbaikan daya saing pariwisata Indonesia, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan, pemerintah berupaya mengatasi kekurangan infrastruktur di destinasi wisata prioritas. ”Kementerian Perhubungan telah dan sedang menyelesaikan pembangunan lima bandara di destinasi Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado,” ujarnya.
Ekonom senior Center for Strategic and International Studies (CSIS), Mari Elka Pangestu, menyebutkan, secara alamiah Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan budaya yang besar sehingga daya saing pariwisata terdongkrak. Namun, potensi wisata tetap harus dibarengi pengembangan destinasi.
”Indonesia punya barang bagus, tetapi destinasi perlu dikembangkan. Pariwisata itu tentang pengalaman. Kalau seseorang punya pengalaman bagus, mereka akan ingat dan ingin datang lagi,” ujar Mari.
Kelemahan Indonesia antara lain kualitas pemandu, informasi pariwisata, dan pengembangan destinasi. Kelemahan itu mesti diperbaiki agar daya saing Indonesia meningkat.
”Perbaikan di sektor pariwisata mesti komprehensif, terutama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Setiap daerah, menurut UU Pariwisata, wajib memiliki rencana induk pariwisata daerah,” tutur Mari.
Rencana induk pariwisata daerah menjadi acuan pembangunan dan pengembangan destinasi. Daerah, tambah Mari, kerap kali melupakan hal-hal kecil yang sangat dibutuhkan wisatawan, seperti kebersihan toilet umum dan konektivitas digital atau Wi-Fi.
Potensi
Christoph Wolff, Head of Mobility WEF, dalam siaran pers menyampaikan, pariwisata berkontribusi lebih dari 10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dunia. Kontribusi sektor pariwisata diproyeksikan tumbuh 50 persen dalam 10 tahun mendatang seiring peningkatan kelompok kelas menengah di dunia, terutama di kawasan Asia.
”Berkurangnya hambatan perjalanan dan penurunan biaya perjalanan menyebabkan banyak negara mengalami kenaikan peringkat daya saing pariwisata secara signifikan,” ujar Wolff.
Wolff menambahkan, potensi pariwisata di sejumlah negara masih bisa diperbesar untuk menggerakkan roda ekonomi dan memacu pembangunan.
Dalam laporannya, WEF juga merekomendasikan negara berpenghasilan rendah yang memiliki kekayaan alam dan budaya, seperti Indonesia, memanfaatkan aset alamiah untuk menggerakkan pembangunan ekonomi. Caranya, dengan menarik investasi asing langsung terkait pariwisata.
Sementara Direktur Niaga Citilink Indonesia Benny Rustanto menuturkan, Citilink mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kunjungan wisman ke Indonesia. ”Selain memperkuat rute domestik, kami membuka rute internasional, terutama regional,” katanya.
Rute regional itu antara lain ke Kunming (China), Penang dan Kuala Lumpur (Malaysia), serta Dili (Timor Leste).
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata Guntur Sakti menambahkan, kenaikan peringkat daya saing pariwisata Indonesia mencerminkan soliditas pemerintah dan pelaku wisata Indonesia.
Indonesia, tambah Guntur, memiliki strategi menggenjot pengembangan destinasi wisata di Indonesia dari segi atraksi, aksesibilitas, dan amenitas.
”Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menjaga target kunjungan wisman hingga akhir tahun,” kata Guntur.
Pada 2018, pariwisata menyumbang devisa 19,2 miliar dolar AS. Dari devisa itu, 40 persen di antaranya merupakan kontribusi pariwisata Bali. (KRN/ARN)