JAKARTA, KOMPAS — Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diadopsi semua negara pada 2015 belum sepenuhnya tercapai. Karena itu, diperlukan penguatan kemitraan antarnegara untuk mempercepat pencapaian seluruh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Adanya ketimpangan sosial dan ekonomi antarmasyarakat di sebuah negara serta antara satu negara dan negara lainnya menjadi salah satu fakta bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) belum sepenuhnya tercapai.
”Masih ada beberapa hal yang berjalan lambat dan tidak merata pada beberapa aspek. Karena itu, diperlukan adanya perubahan yang transformatif serta penguatan kemitraan dengan negara-negara maju,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat menyampaikan pidato dalam Pembukaan Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan Ke-3 di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (4/9/2019).
Forum itu merupakan forum yang digagas Dewan Perwakilan Rakyat RI. Pertemuan ke-3 itu dihadiri pemimpin parlemen dari 27 negara, seperti Arab Saudi, Portugal, Timor Leste, Gambia, Kamerun, dan Jordania. Hadir pula Presiden Inter-Parliamentary Union (IPU) Gabriela Cuevas Barron.
Dalam kesempatan itu, Wapres Kalla menjelaskan, SDGs berisi 17 tujuan dengan target menghapus angka kemiskinan untuk kemajuan ekonomi, mengurangi kesenjangan untuk mewujudkan keadilan sosial, serta menjaga lingkungan.
Akan tetapi, capaian SDGs di tiap-tiap negara, seperti pengurangan angka kemiskinan, peningkatan kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan pemanfaatan energi, berbeda-beda.
Karena itu, dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk mewujudkan SDGs.
Senada dengan Wapres Kalla, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, dengan fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimiliki, parlemen dunia bisa memastikan komitmen implementasi SDGs setiap negara tercapai.
Indonesia, lanjut Bambang, sangat berkomitmen terhadap suksesnya implementasi SDGs karena sejalan dengan fokus kebijakan Indonesia dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Salah satunya adalah memberikan akses permodalan kepada 58 juta lebih usaha mikro, kecil, dan menengah yang mempekerjakan 89 persen tenaga kerja sektor swasta, dengan berkontribusi 60 persen terhadap pendapatan domestik bruto. (NTA)