Dalam pidatonya saat melantik 88 lurah dari 11 kecamatan di Jakarta, Selasa (10/9/1968), Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengatakan ancaman terbesar saat ini adalah kesengsaraan dan kemelaratan. Tugas kita adalah menghilangkan hal tersebut dari kampung-kampung.
Program ”kampung verbetering” (perbaikan kampung) menjadi program edukatif bagi lurah dan camat untuk memperhatikan kehidupan kampungnya. Mereka harus menunjukkan kepemimpinannya lewat realisasi program di kampung masing-masing.
Hal ini merupakan tahap pertama dari program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) Pemerintah DKI Jaya, 1969-1974. Untuk itu dana Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar per tahun selama lima tahun telah dianggarkan.
Dalam pelaksanaannya, banyak warga secara swadaya membongkar bangunannya, seperti pagar halaman dari tembok, bangunan semipermanen, dan menebang pohon di halaman. Semua dilakukan untuk pembuatan jalan atau pelebaran jalan. Adanya musyawarah dari camat kepada warga bahwa proyek ini juga untuk kepentingan warga menjadikan pelaksanaannya cukup lancar dan tanpa ganti rugi.
Untuk tahap pertama, April 1969, ada lima kampung di Jakarta yang akan menjalani program ini, yakni Rawa Badak (Jakarta Utara), Krendang (Jakarta Barat), Kayu Manis (Jakarta Timur), Kemayoran Kecil (Jakarta Pusat), dan Menteng Wadas (Jakarta Selatan).
Kelima kampung ini mendapat prioritas karena termasuk kampung lama yang sudah ada sejak zaman penjajahan dan belum pernah mengalami perbaikan. Program perbaikan kampung pertama kali dilakukan Belanda tahun 1936. Lebih dari 30 tahun kemudian belum dilakukan kembali dan hanya menyisakan lorong-lorong gang berlapis beton.
Sebagai kota metropolitan dan kota jasa, Jakarta menjadi tumpuan hidup jutaan warganya. Jakarta hingga kini terus berbenah dengan beragam program, salah satunya lewat penataan lingkungan kampung. (JPE)