Usulan DPR untuk merevisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan bahwa lembaga wakil rakyat itu berniat mengooptasi KPK.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usulan DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan bahwa lembaga wakil rakyat itu berniat mengooptasi KPK. Upaya untuk revisi ini juga dinilai bagian dari operasi senyap DPR untuk membonsai lembaga antirasuah.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor, Jumat (6/9/2019), di Jakarta, menjelaskan, bentuk kooptasi itu terbaca pada komposisi KPK yang diusulkan memiliki Dewan Pengawas.
Dalam RUU KPK Pasal 21 Ayat 1 terdapat Dewan Pengawas yang menjadi unsur baru di KPK. Dewan Pengawas yang berjumlah lima orang ini dipilih oleh DPR setelah diusulkan presiden dan bertugas mengawasi kinerja KPK, termasuk memberi izin untuk kewenangan penyadapan.
Dengan membentuk Dewan Pengawas, DPR telah mengontrol elemen terpenting KPK.
”Dengan membentuk Dewan Pengawas, DPR telah mengontrol elemen terpenting KPK. Proses pembentukan Dewan Pengawas ini bakal rentan kongkalikong karena prosesnya terjadi di DPR,” kata Firman.
Menurut dia, RUU KPK mengatur penyelidik diangkat dari Polri. Sementara penyidik KPK diangkat dari Polri, Kejaksaan Agung, dan penyidik pegawai negeri sipil.
Dalam UU Nomor 30 Tahun 2002, penyelidik diangkat dan diberhentikan KPK. Sementara penyidik dan penuntut umum adalah fungsi yang melekat pada pimpinan KPK.
Kalau penyidik dan penyelidik dari Polri, pasti akan sulit bagi KPK menjadi independen.
”Kalau penyidik dan penyelidik dari Polri, pasti akan sulit bagi KPK menjadi independen. Sebab, Polri sendiri punya kepentingan masuk ke KPK,” katanya.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan, RUU KPK merupakan bentuk operasi senyap DPR untuk melemahkan KPK. DPR mengebiri kewenangan penyadapan KPK yang selama ini sangat membantu pendidikan korupsi.
Tak masuk Prolegnas
Feri menyatakan, alih-alih fokus ke 55 RUU yang menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019, DPR malah membahas RUU KPK yang tak masuk ke dalam Prolegnas Prioritas. Ini memberikan kesan DPR tidak fokus pada tugasnya.
Oleh sebab itu, Feri meminta Presiden mengirim surat presiden (surpres) ke DPR untuk menghentikan rencana pembahasan revisi UU KPK.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, pimpinan KPK sedang membuat surat untuk presiden. Surat itu berisi permintaan kepada presiden agar mendengar masukan ahli dan dorongan publik supaya revisi UU KPK urung dilaksanakan.