Presiden berharap DPR memiliki semangat yang sama untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi.
Oleh
Nina Susilo
·2 menit baca
BOYOLALI, KOMPAS — Setelah DPR menyetujui revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai rancangan undang-undang inisiatif DPR, Presiden Joko Widodo belum menerbitkan surat presiden untuk memulai pembahasan aturan perundangan tersebut. Presiden berharap DPR memiliki semangat yang sama untuk memperkuat KPK.
Saat ditemui seusai peresmian fasilitas produksi PT Solo Manufaktur Kreasi dan produk Esemka di Boyolali, Jumat (6/9/2019), Presiden Jokowi kembali menjelaskan bahwa ia belum membaca draf RUU KPK. Karena itu, belum ada tanggapan, apalagi surat presiden (surpres). Surpres biasanya dikeluarkan sebagai tanda pemerintah memulai pembahasan suatu aturan perundangan dan menugaskan satu kementerian sebagai pemimpinnya (leading sector).
Saya akan melihat dulu yang direvisi apa. Saya belum lihat. Kalau sudah ke Jakarta, yang direvisi apa, materinya apa, saya harus tahu dulu, baru saya bisa berbicara. Yang pasti, seperti kemarin saya sampaikan, KPK bekerja sangat baik dalam rangka pemberantasan korupsi.
Presiden juga secara tersirat menyampaikan komitmennya untuk terus memperkuat pemberantasan korupsi. ”Yang jelas, saya kira, kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK,” ujarnya.
Rapat paripurna DPR, Rabu (5/9), menyetujui usulan revisi UU KPK dari Badan Legislasi DPR sebagai RUU inisiatif DPR. Persetujuan dilakukan dalam waktu 5 menit tanpa interupsi. Pendapat fraksi yang biasa dibacakan pun diserahkan secara tertulis kepada pimpinan DPR. Bahkan, DPR berencana mengebut pembahasan RUU supaya bisa disahkan pekan depan.
Dalam RUU tersebut, diatur beberapa pasal yang dinilai akan melemahkan pemberantasan korupsi, seperti KPK dapat menghentikan penyidikan suatu perkara, pembentukan Dewan Pengawas KPK, serta penyadapan yang memerlukan izin dewan pengawas.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menilai revisi itu akan melemahkan KPK. ”Saat ini yang diperlukan KPK bukan revisi terhadap UU KPK. Namun, yang jauh lebih penting untuk direvisi ialah Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi,” katanya.