Tujuh Konsesi di Jambi Mengulang Kebakaran Gambut 2015
›
Tujuh Konsesi di Jambi...
Iklan
Tujuh Konsesi di Jambi Mengulang Kebakaran Gambut 2015
Kebakaran menghanguskan 8.168 hektar gambut di wilayah Jambi. Dari 11 konsesi yang terbakar kali ini, 7 konsesi mengulang kebakaran pada tahun 2015.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Kebakaran menghanguskan 8.168 hektar lahan gambut di wilayah Jambi. Dari 11 konsesi yang terbakar kali ini, 7 konsesi mengulang kebakaran pada tahun 2015. Pemegang konsesi dinilai mengabaikan tata kelola gambut dan pengamanan areal kerjanya dari ancaman api.
Hasil analisis Citra Satelit Lansat TM 9 yang diolah tim pemetaan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menunjukkan titik panas dengan tingkat kepercayaan sedang hingga tinggi menyebar di 11 konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan hak pengusahaan hutan (HPH), serta kebun sawit korporasi. Sebaran ini ada di tiga kabupaten berareal gambut, mulai dari Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, hingga Tanjung Jabung Barat.
”Kebakarannya masih terus meluas hingga saat ini,” kata Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf, Jumat (6/9/2019).
Hingga Jumat, kebakaran di kawasan hidrologis gambut dan sekitarnya telah meluas lebih dari 2.000 hektar. Api menghanguskan perkebunan sawit korporasi dan HTI, kebun masyarakat, dan hutan lindung gambut.
Kebakarannya masih terus meluas hingga saat ini. (Rudi Syaf)
Menurut Dwi, warga Desa Kota Kandis Dendang, Kecamatan Dendang, Tanjung Jabung Timur, kebakaran di kawasan kesatuan hidrologis gambut itu membuat kehidupan masyarakat terganggu. Warga mengeluh sesak napas karena kabut asap menyelubungi desa itu. ”Terutama malam dan pagi hari, asapnya benar-benar mengepung,” ujarnya.
Hasil pemetaan
Dari hasil pemetaan data, ada kesamaan lokasi pada kebakaran gambut tahun 2019 dan 2015. Berulangnya kebakaran kali ini terjadi pada tujuh konsesi, yakni pada areal PT ATGA, KU, WKS, CIN, PHL, PBP, dan PDI.
Menurut dia, hal ini menandakan perusahaan yang mengelola lahan gambut tidak mampu mengelola gambut secara berkelanjutan. Semestinya perusahaan mematuhi aturan yang sudah diterapkan untuk mengelola ketinggian muka air gambut untuk dapat menghindari kebakaran.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016, tinggi muka air gambut yang diizinkan hanya 40 sentimeter dari permukaan tanah. Itu artinya perusahaan harus membuat sekat kanal. Jika tidak dipatuhi, gambut akan lebih cepat mengering dan terbakar.
Ia pun mendesak pemerintah meninjau ulang izin-izin yang telah diterbitkan di areal gambut. Begitu pula penegakan hukum lebih diperkuat.
Kepala Sub Kelompok Kerja Badan Restorasi Gambut Jambi Zulfikar Ali membenarkan bahwa kebakaran di wilayah itu telah menghanguskan sekat kanal dan sekitar alat pemantau kebakaran (EWS).
Meski kanal telah disekat, airnya memang telah jauh menyusut karena kemarau panjang. ”Sekat kanal berfungsi memperlambat hilangnya air dari kanal. Itu tetap akan sulit dipertahankan jika musim kemaraunya ekstrem,” katanya.