Setelah membawa Barisan Nasional memenangi pemilu 1986, Mahathir Mohamad memikirkan visi lain untuk kemajuan bangsanya. Salah satunya diwujudkan lewat Putrajaya, ibu kota administratif Malaysia, sejak 1999.
”Saya ingin pusat kotanya seperti Champs- Élysées di Paris dengan sisi jalan lebar serta banyak toko dan kedai kopi. Orang-orang berjalan dan meminum kopi di sekitarnya,” kata Mahathir kala ditanya lagi soal kota impiannya pada 2018.
Pusat kota yang dimaksud Mahathir adalah Bundaran Pesiaran Perdana, jalan utama di Putrajaya, dan dilewati hampir oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan di kota itu. Sampai ia naik lagi sebagai Perdana Menteri Malaysia pada Mei 2018, keinginan itu belum terwujud.
Kini, Pesiaran Perdana lebih banyak dilewati aneka mobil. Sedikit orang yang berjalan kaki di sana. Kedai lebih jarang lagi. Kelangkaan kedai sudah lama disuarakan banyak orang. Sebagai salah satu tempat tujuan pelancong, Putrajaya membutuhkan banyak warung makan, kedai minum, dan toko penjual aneka hal. Yang melegakan di Putrajaya, tidak ada kemacetan seperti di Kuala Lumpur, Bangkok, atau Jakarta.
Kemacetan memang salah satu alasan Mahathir menginginkan ibu kota pengganti Kuala Lumpur. Padahal, waktu itu, kemacetan Kuala Lumpur tidak sebanding dengan kesesakan lalu lintas di Phnom Penh atau Hanoi pada masa kini. Kuala Lumpur pun baru 33 tahun menjadi ibu kota, kala ide itu dilontarkan. Bandingkan dengan Jakarta yang sudah 74 tahun menjadi ibu kota kala Presiden Joko Widodo mengumumkan ibu kota RI akan pindah ke Kalimantan.
Namun, ide sudah dicetuskan dan harus diwujudkan. Dari 22 tahun periode pertamanya sebagai PM Malaysia, Mahathir menghabiskan 15 tahun untuk memperhatikan Putrajaya. Kala dicetuskan, Perang Besar di Selangor dan Janda Baik di Pahang diajukan sebagai calon lokasi. Janda Baik dikembangkan di dekade 1960-an sebagai tempat tinggal para pensiunan polisi. Adapun Perang Besar dikembangkan pada awal abad ke-20 sebagai perkebunan karet dan menyusul perkebunan sawit pada dekade 1970-an.
Setelah berbagai kajian, Perang Besar dipilih sebagai calon lokasi ibu kota baru. Pemerintah Federal Malaysia membeli lahan 46 kilometer persegi dari Kesultanan Selangor. Pilihan itu membuat ibu kota lama, Kuala Lumpur, dan calon ibu kota baru, Putrajaya, sama-sama di wilayah Selangor. Dibandingkan Kuala Lumpur dengan luas 243 kilometer persegi, Putrajaya memang lebih kecil.
Meski kecil, tidak semua lahan di Putrajaya digunakan untuk bangunan. Hingga 25 kilometer persegi masih dipertahankan sebagai ruang terbuka berbentuk danau buatan hingga lapangan sepak bola. Salah satu danau buatan berada di depan Masjid Putrajaya, membuat kesan masjid itu terapung apabila dilihat dari Pesiaran Perdana.
Masjid itu merupakan bangunan besar pertama yang selesai dibangun. Setelah itu, menyusul perkantoran, sekolah, dan tempat tinggal. Rel kereta cepat Kuala Lumpur- Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur berada di pinggiran Putrajaya. Kereta dan jalan tol menjadi penghubung dengan Kuala Lumpur.
Butuh lebih dari 10 tahun sejak ide dicetuskan hingga perpindahan secara simbolis dilakukan pada 1999. Diawali Mahathir dan pejabat utama di kantor PM yang bekerja dari Putrajaya, perpindahan itu disusul sebagian aparat pemerintah federal Malaysia mulai 2003. Kini, praktis seluruh kementerian dan lembaga utama pemerintah federal Malaysia berkantor di Putrajaya.