Dengan target laba bersih konsolidasi Rp 3 triliun pada tahun ini, Tumiyana berupaya membentuk awak perusahaan yang andal, yang menjadi bagian dari pertumbuhan bisnis Wijaya Karya.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
Presiden Direktur PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA, Tumiyana, bertanggung jawab menjaga proses integrasi lini bisnis dari hulu ke hilir agar tetap berjalan mulus. Kelancaran integrasi dengan melibatkan entitas anak usaha diyakini dapat menghasilkan keuntungan bisnis yang secara konsolidasi semakin besar.
Tumiyana berpendapat, saat ini Wijaya Karya memiliki kapasitas yang sangat baik di sisi hulu, seperti industri baja, beton, hingga energi terbarukan. Kekuatan di sisi hulu ini menyokong sektor konstruksi dan infrastruktur sebagai bisnis utama Wijaya Karya di bagian hilir.
Selain integrasi lini bisnis, orientasi Wijaya Karya yang perlahan-lahan mengarah pada peningkatan ekspansi internasional juga membutuhkan kapasitas sumber daya manusia yang memadai.
Dengan target laba bersih konsolidasi Rp 3 triliun pada tahun ini, Tumiyana berupaya membentuk awak perusahaan yang andal, yang menjadi bagian dari pertumbuhan bisnis Wijaya Karya.
Berikut petikan perbincangan Kompas dengan presiden direktur perusahaan BUMN yang melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 2007 tersebut. Emiten berkode WIKA ini masuk dalam daftar emiten Kompas100.
Menurut Anda, seberapa penting integrasi lini bisnis antar anak usaha Wijaya Karya?
Kemampuan Wijaya Karya memperoleh laba Rp 3 triliun merupakan hasil dari upaya peningkatan kualitas dan efisiensi. Kami ingin menjadi perusahaan EPC (engineering, procurement, and construction) dan investasi yang berfokus pada kualitas sehingga semua pengerjaan harus dimulai dengan proses perencanaan yang baik dan terukur.
Perencanaan yang terukur juga berlaku pada integrasi bisnis. Industri hulu kami mendapat penawaran-penawaran kontrak dari industri di atasnya, seperti dari konstruksi dan infrastruktur. Sebaliknya, produk konstruksi WIKA akan memiliki nilai tambah dengan menggunakan produk-produk dari hulu dan segmen bisnis tengah.
Contohnya, PT WIKA Realty mendapat harga yang lebih bagus jika menjual secara paket bangunan dengan pemanas air tenaga surya yang diproduksi PT WIKA Industri Energi. Bahkan, saat ini 60 persen produk-produk energi dijual ke industri properti, baik di perumahan maupun perkantoran, baru sisanya kami lempar ke pasaran.
Bagaimana cara Anda memastikan kapasitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan Wijaya Karya?
Setiap tahun, rata-rata 10 karyawan WIKA kami sekolahkan ke luar negeri. Sebenarnya, bukan masalah kualitas pendidikan di luar negeri lebih baik, akan tetapi tujuan kami adalah membangun budaya dan membiasakan karyawan berhadapan dengan orang asing. Hal ini penting karena proyek kami juga berekspansi mulai dari Asia hingga Afrika.
Tujuan kami adalah membangun budaya dan membiasakan karyawan berhadapan dengan orang asing.
Setiap kali saya bicara dengan karyawan-karyawan muda, saya selalu menanamkan bahwa bisnis kita ini sudah tanpa batas negara. Negara orang lain itulah yang sekarang ini menjadi bagian dari pasar kita. Dengan menjalani pendidikan di luar negeri, karyawan WIKA akan terbiasa dengan eksposur internasional.
Selain mengirim karyawan untuk sekolah ke luar negeri, apa lagi cara WIKA meningkatkan paparan internasional?
Di kantor, saya tempatkan orang asing sebagai konsultan. Jangan pikir membayar orang asing mahal karena kemampuan mereka bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan sumber daya lainnya. Tidak perlu lama-lama, cukup dua tahun, kemudian kita cari sumber daya manusia baru sebagai konsultan. Hal yang terpenting dari keberadaan karyawan asing adalah transfer pengetahuan.
Sekitar 60 persen karyawan WIKA merupakan generasi milenial. Ada sekitar 160 orang yang mendapat gelar master di luar negeri. Untuk mendesain dan mengarahkan kerja karyawan dan sistem kerja agar semakin efektif, perusahaan memerlukan konsultan. Mereka punya pengalaman untuk dikolaborasikan dengan karyawan-karyawan muda. Transfer pengetahuan harus terjadi melalui penyerapan ilmu.
Apa alasan WIKA menggenjot ekspansi di luar negeri?
WIKA memang menyasar proyek di luar negeri yang marjin labanya lebih tinggi dari dalam negeri. Marjin kotor bisa sekitar 13–17 persen untuk proyek di luar negeri, sedangkan di Indonesia sekitar 10-12 persen. Kalau marjin tidak lebih tinggi, buat apa kita pakai ke luar negeri. Di Indonesia saja masih banyak proyek yang bisa digarap.
Keuntungan lain dari menggarap proyek di luar negeri adalah mendapat pembayaran dalam valuta asing. sehingga kemampuan lindung nilai meningkat untuk belanja valuta asing terhadap mesin-mesin impor. Meskipun, ada sejumlah risiko seperti regulasi imigrasi, perpajakan, ekspor impor, iklim, dan budaya, risiko-risiko ini tetap terukur dan kami tahu bagaimana memitigasinya.
Keuntungan lain dari menggarap proyek di luar negeri adalah mendapat pembayaran dalam valuta asing.
WIKA memperoleh tawaran proyek jalur kereta dan social housing di Afrika. Di luar itu, ada 10 negara di Afrika dengan kemampuan produksi minyak di level tertentu. Hal ini jadi peluang juga untuk menghemat devisa. WIKA mengerjakan konstruksinya, kembalinya membawa minyak. Siapa yang membayar? Bisa PT Pertamina (Persero) atau anak usaha mereka.
Bagaimana Wijaya Karya melihat peluang dalam proyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur?
Banyak proyek infrastruktur yang bisa digarap di ibu kota baru. Angka dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, pembangunan tahap pertama ditetapkan Rp 74 triliun untuk membangun istana negara, infrastruktur, dan fasilitas umum. Wijaya Karya punya kemampuan dan spesialisasi di sana, sehingga wajib ikut.
Pembangunan ibu kota baru akan memakan dana besar. Atas dasar itu, pemerintah perlu menggandeng swasta menggunakan skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha). Terkait KPBU, negara sudah semakin maju sehingga kerja sama dengan badan usaha juga diperlukan supaya pengeluaran pemerintah semakin jelas dan tidak lari ke mana-mana.