Peringatan Kematian Munir, Momentum Pemajuan Demokrasi dan HAM
›
Peringatan Kematian Munir,...
Iklan
Peringatan Kematian Munir, Momentum Pemajuan Demokrasi dan HAM
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara dan sejumlah mahasiswa melakukan aksi teatrikal untuk mengenang kepergian aktivis HAM Munir, di Medan, Sabtu (7/9/2019).
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras Sumatera Utara dan sejumlah mahasiswa melakukan aksi teatrikal di Medan, Sabtu (7/9/2019). Hal ini dilakukan untuk memperingati 15 tahun kematian aktivis hak asas manusia Munir Said Thalib. Mereka menagih komitmen pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia.
”Hari ini tepat 15 tahun aktivis HAM Munir meninggal. Namun, pelaku utamanya belum bisa terungkap. Kematian Munir selalu menjadi peringatan bagi pemerintah untuk menuntaskan berbagai pelanggaran HAM berat,” kata Koordinator Kontras Sumut Amin Multazam, Sabtu.
Aksi teatrikal di Tugu Titik Nol Kota Medan itu diikuti puluhan anggota Kontras Sumut, mahasiswa Universitas Negeri Medan, dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumut. Aksi itu menceritakan kematian Munir yang meninggal akibat racun dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam pada 7 September 2004.
Para peserta aksi memakai topeng bergambar wajah Munir, membawa foto-foto Munir, dan menabur bunga untuk Munir. Mereka juga membagikan bunga kepada pengguna jalan yang melintas. ”Mari kita melawan lupa terhadap semua pelanggaran HAM yang belum tuntas hingga hari ini,” ujar Amin.
Amin menyebutkan, kasus pelanggaran HAM hanya ramai diperbincangkan politisi saat kampanye. Namun, tidak ada kemajuan pengusutan pelanggaran HAM masa lalu setelah itu. Pelanggaran HAM pun terus saja terjadi.
Kebebasan berpendapat
Amin juga mengingatkan, pemajuan demokrasi dan HAM saat ini mendapat tantangan akibat ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hal itu dipicu penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) secara tidak tepat.
”UU ITE justru banyak digunakan untuk membungkam aktivis demokrasi dan menjerat lawan politik,” kata Amin.
Dalam menerapkan UU ITE, Amin meminta penegak hukum memahami prinsip kebebasan berekspresi dan berpendapat yang diatur dalam Pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR). ”Proses penegakan hukum terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat saat ini masih sangat represif,” ujar Amin.
UU ITE justru banyak digunakan untuk membungkam aktivis demokrasi dan menjerat lawan politik.
Oka Era Nabila, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, mengatakan ikut aksi sebagai bentuk dukungannya terhadap pemajuan demokrasi dan HAM. ”Peringatan kematian Munir setiap tahun menjadi momentum untuk mengingatkan kita semua pada komitmen terhadap HAM,” ucapnya.
Nabila menyebutkan, kasus Munir harus menjadi pelajaran bagi negara dalam melindungi HAM setiap warganya. Ia pun meminta agar pelanggaran HAM masa lalu diusut tuntas dan pelanggaran baru tidak lagi terjadi di Indonesia.