Sebanyak 125 siswa siswi Premiere School of ballet mementaskan The Red Shoes yang mengadaptasi cerita Kutukan Sepasang Sepatu Merah karya HC Andersen, Jumat (6/9/2019) malam di Ciputra Hall, Surabaya, Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
Dara jelita mana yang tak suka menari? Apalagi jika menari memakai sepatu baru yang beronah cerah dan berani. Ya, merah.
Namun, di balik tampilan yang menawan hati, kasut tadi membawa tulah. Sang pemakai tak akan pernah berhenti menari. Kutukan akan runtuh jika alas kaki merah itu dilepas oleh pujaan hati sejati. Cintalah pemenangnya.
Itulah cukilan akhir kisah “The Red Shoes” yang dibawakan oleh siswa siswi Premiere School of Ballet, Jumat (6/9/2019) malam, di Ciputra Hall, Surabaya, Jawa Timur.
Sebanyak 125 pebalet belia (3 tahun) sampai dewasa (lebih dari 50 tahun) tampil dalam pementasan berdurasi 80 menit yang mengadaptasi cerita Kutukan Sepasang Sepatu Merah karya sastrawan dunia Hans Christian Andersen itu.
Sherry, karakter utama dalam cerita tarian balet ini diperankan oleh Melisa Sugianto (24). Karakter pendukung yakni Kevin yang merupakan kekasih hati Sherry diperankan oleh Michael Wiradinata (17). Sylvi Panggawean, pendiri SPoB, turut menari sekaligus menjadi koreografer bersama rekannya Lie Chen.
Sepatu Merah
Tarian balet ini mengisahkan kehidupan Sherry dari komunitas gipsi dan perkenalannya dengan Kevin sang pemuda gipsi dari kelompok lain.
Kisah cinta mereka terkendala karena keinginan Sherry yang besar untuk menjadi penari balet di Royal Theatre yang akan mementaskan Swan Lake yang tersohor itu. Di sisi lain, Sherry memang punya bakat terpendam sebagai penari yang apik.
Sirkam, tanda cinta dari Kevin, sampai ditukarkan sepatu merah oleh Sherry. Padahal, kasut itu bertuah. Dengan sepatu merah tadi, Sherry memang dapat menari dan mementaskan Swan Lake dengan begitu apik.
Namun, alas kaki tadi membuat sang dara tak bisa berhenti menari. Keletihan dan derita tak mampu mengatasi tulah benda itu. Sherry terus menari dan mengikuti ke mana kaki melangkah sampai bertemu lagi dengan Kevin.
Ternyata, cinta Kevin yang mampu melepas sepatu merah itu. Seperti kisah romantis, Sherry dan Kevin melanjutkan hidup dan kisah cinta mereka dan berbahagia selama-lamanya.
Kolaborasi
The Red Shoes merupakan pementasan pamungkas dari rangkaian acara yang diadakan di Ciputra Hall, Jumat malam itu. Sebelumnya, juga ada penampilan tari dan lagu oleh siswa siswi Yayasan Pembinaan Anak Cacat. Selain itu, juga ada penampilan tari capoeira dari Kana Dance Studio Malang dan tari hip hop dari First Move Crew Surabaya.
Balet kerap dianggap sebagai dasar dari seluruh tari klasik, ujar Sylvi
Sylvi mengatakan, pementasan kolaborasi itu untuk memeriahkan peringatan ke-74 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Yang lebih utama ialah kerja sama, saling menguatkan, dan simbiosis inspirasi agar dunia tari tetap disenangi.
Khusus untuk The Red Shoes dipentaskan oleh siswa siswi SPoB yang belum lama menjalani ujian internal. Pementasan seolah menjadi katarsis sekaligus ekspresi kesungguhan mereka menekuni dunia balet.
“Balet kerap dianggap sebagai dasar dari seluruh tari klasik,” ujar Sylvi. Surabaya cukup dikenal di nusantara sebagai kawah candradimuka kalangan pebalet profesional. Tanpa harus bersaing dengan tari tradisional atau tari modern, balet masih memiliki tempat di kalangan warga “Kota Pahlawan”, julukan Surabaya.
Dengan SPoB, Sylvi memang menekuni pementasan tarian balet dengan mengadopsi ide cerita rakyat. Antara lain, Le Corsaire (2004), Swan Lake (2006), dan The White Haired Girl (2018). Kisah-kisah itu merupakan cerita klasik yang amat populer di kalangan warga bumi.
“Balet adalah dunia saya sejak kecil,” kata Sylvi yang berasal dari keluarga penari dan pebalet. Dengan mementasan adaptasi kisah-kisah klasik, Sylvi berharap SPoB dan tentunya balet tetap memiliki penggemar setia.