Seruan penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi semakin meluas. Kali ini datang dari sejumlah akademisi di Universitas Diponegoro Semarang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Seruan penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, semakin meluas. Kali ini, penolakan datang dari sejumlah akademisi di Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/9/2019).
Bertempat di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip, sedikitnya 50 dosen menolak revisi UU KPK, yang usulannya disetujui DPR. Mereka menilai revisi itu melemahkan KPK.
Wakil Rektor I Undip Budi Setiyono mengatakan, keberadaan KPK masih sangat dibutuhkan ketika penegak hukum lain belum mampu optimal memberantas korupsi. "Karena itu, tidak ada artinya jika KPK tak punya kewenangan atau kewenangannya dibatasi," ujar Budi.
Budi menambahkan, kedudukan KPK harus didukung. Apabila ada masalah kerumitan dalam penggunaan anggaran, maka yang direvisi bukanlah UU KPK, tetapi UU yang berkait dengan mekanisme penganggaran itu.
Dosen FISIP Undip, Wijayanto menyatakan, ada sejumlah hal yang disoroti terkiat revisi UU KPK. Pertama, pasal yang mengatur KPK sebagai bagian dari lembaga eksekutif. Kedua, terbatasnya kewenangan KPK dalam hal penyidikan, karena harus meminta izin kepada dewan pengawas.
"Masalahnya, dewan pengawas ini dibentuk DPR dan Presiden. Bagaimana mungkin KPK diawasi institusi yang harusnya mereka awasi. Ketiga, jika KPK diberi kewenangan menghentikan perkara, kasus-kasus lama yang lebih dari setahun akan dihentikan," ujar dia.
Wijayanto menambahkan, revisi undang-undang yang berpotensi melemahkan KPK itu ironi. Alasannya, lembaga atirasuah itu merupakan institusi yang paling dipercaya publik. Menurut data Southeast Asian Studies (ISEAS), kepercayaan pada KPK mencapai 83,1 persen atau tertinggi daripada institusi lain.
Kepercayaan internasional
Ketua Departemen Administrasi Bisnis FISIP Undip, Bulan Prabawani, mengemukakan, di era saat ini, yang lebih dibutuhkan justru transparansi, demi terus menekan praktik-praktik korupsi di Indonesia. Maraknya praktik korupsi juga berdampak bagi sisi bisnis.
"Beberapa waktu lalu, banyak perusahaan hengkang dari Indonesia. Kami berharap, dengan pengawalan bersama, KPK dapat menjalankan fungsi dengan seharusnya. Dalam hal bisnis, (dengan menguatnya KPK), kepercayaan dunia internasional akan lebih baik," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, banyak perusahaan hengkang dari Indonesia. Kami berharap, dengan pengawalan bersama, KPK dapat menjalankan fungsi dengan seharusnya. Dalam hal bisnis, (dengan menguatnya KPK), kepercayaan dunia internasional akan lebih baik
Menurut rencana, penandatanganan petisi akan penolakan terhadap revisi UU KPK di Undip akan dibuka hingga Selasa (10/9). Setelah itu, petisi akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan DPR, dengan harapan dapat memberi pengaruh nyata.
Penolakan terhadap revisi UU KPK juga datang dari sejumlah mahasiswa Undip. "Saya masih membaca isinya, tetapi kalau benar membatasi kewenangan KPK, tentu harus ditolak. KPK jadi ujung tombak pemberantasan korupsi," ujar Iqbal Anta (19), mahasiswa FISIP Undip.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi, mengungkapkan, DPR hanya tinggal menunggu surat presiden untuk melanjutkan pembahasan revisi UU KPK. ”Kami tinggal membahas itu dengan pemerintah,” katanya. (Kompas, 9/9)