”Nursing tourism” atau konsep pariwisata yang sehat mulai dikembangkan di Banyuwangi. Konsep ini memberikan jaminan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi semua wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Nursing tourism atau konsep pariwisata yang sehat mulai dikembangkan di Banyuwangi. Konsep ini memberikan jaminan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi semua wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
Pariwisata sehat sudah mulai diujicobakan sejak enam bulan lalu di lima destinasi wisata. Konsep ini digagas oleh perawat selaku tenaga kesehatan.
”Konsep ini memiliki semangat agar wisatawan yang datang dalam keadaan sehat atau dalam keadaan kurang sehat, bisa pulang ke rumahnya dalam keadaan sehat. Programnya dilakukan dengan berbagai hal mulai dari pemeriksaan kesehatan, konsultasi kesehatan, pertolongan pertama, perawatan, hingga pemeliharaan lingkungan,” ujar Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Banyuwangi Sismulyanto, Senin (9/9/2019), di Banyuwangi, Jawa Timur.
Konsep ini memiliki semangat agar wisatawan yang datang dalam keadaan sehat atau dalam keadaan kurang sehat bisa pulang ke rumahnya dalam keadaan sehat.
Konsep ini juga dilakukan untuk memberdayakan tenaga perawat di Banyuwangi. Mereka akan memastikan apakah wisatawan dalam keadaan sehat. Apabila ditemukan wisatawan yang berpotensi atau memiliki risiko kesehatan, para perawat yang ditempatkan di titik wisata akan memberikan perhatian khusus.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan wisatawan. Sismulyanto mencontohkan, jika ada kasus wisatawan tersedak atau terkena serangan jantung bisa segera diberi pertolongan pertama oleh para perawat.
”Program ini dilakukan secara sinergis dengan melibatkan lima sektor, yaitu angkutan kesehatan, destinasi wisata, hotel, rumah singgah, dan restoran. Untuk uji coba, program ini akan dilakukan di lima destinasi wisata, yaitu Grand Watu Dodol, Kawah Gunung Ijen, Pulau Merah, Pantai Boom, dan Taman Hutan Djawatan,” tutur Sismulyanto.
Program pariwisata sehat ini didukung dengan kekuatan tenaga medis sebanyak 2.000 perawat. Selain itu, tersedia satu mobil kesehatan yang berfungsi khusus sebagai ambulans bagi wisatawan.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, konsep pariwisata sehat merupakan hal baru dan perlu dikembangkan. Menurut dia, tren pariwisata masa depan ialah pariwisata yang sehat.
”Sehat tidak hanya wisatawannya, tetapi juga destinasi yang bersih serta makanan yang sehat. Kita perlu belajar dari Jepang dan Korea yang banyak menyajikan kuliner yang sehat karena banyak menyajikan makanan segar dan tidak ada gorengan,” ujar Anas.
Anas mengapresiasi langkah Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Banyuwangi yang mencetuskan konsep pariwisata sehat di Banyuwangi. Ia berharap semakin banyak pihak terlibat dalam mewujudkan pariwisata sehat tersebut.
Sehat tidak hanya wisatawannya, tetapi juga destinasi yang bersih dan makanan yang sehat. Kita perlu belajar dari Jepang dan Korea yang banyak menyajikan kuliner yang sehat karena banyak menyajikan makanan segar dan tidak ada gorengan.
Salah satu yang didorong untuk ikut mewujudkan pariwisata sehat ialah sejumlah rumah sakit. Harapannya, rumah sakit tak hanya menjadi rujukan jika ada wisatawan yang sakit, tetapi juga membantu menciptakan kawasan yang sehat.
Selanjutnya, rumah sakit swasta dan RSUD bisa menjadikan salah satu destinasi wisata terdekat sebagai kawasan binaannya. Dengan demikian, destinasi wisata menjadi lingkungan yang sehat.
Anas berharap destinasi wisata Kawah Gunung Ijen menjadi salah satu fokus pengembangan pariwisata sehat karena pendakian ke Kawah Gunung Ijen masih menjadi primadona bagi wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
”Selain itu, wisata di Kawah Gunung Ijen merupakan salah satu wisata yang berisiko tinggi. Dengan cuaca yang ekstrem dan jalur yang menanjak, hanya orang-orang sehat dan kuat fisiknya yang bisa mendaki ke sana. Jangan sampai orang sakit memaksakan diri untuk mendaki sehingga justru berisiko pada kematian,” tutur Anas.
Dari catatan Kompas, pada Desember 2018, seorang wisatawan asal Sukabumi tewas dalam perjalanan pendakian ke puncak Gunung Ijen. November 2017, seorang wisatawan asal Jember meninggal di Kawah Ijen karena penyakit asma yang dideritanya. Sedangkan pada November 2016, wisatawan asal Bali juga tewas di Kawah Gunung Ijen. Kasus terakhir, seorang pemandu wisata juga tewas di Kawah Gunung Ijen pada 20 April 2019.