Dapat Kiriman Asap, Kualitas Udara di Sumbar Menurun
›
Dapat Kiriman Asap, Kualitas...
Iklan
Dapat Kiriman Asap, Kualitas Udara di Sumbar Menurun
Kualitas udara di sejumlah wilayah Sumatera Barat menurun dalam beberapa pekan terakhir. Kondisi tersebut dipicu oleh kiriman asap yang diduga berasal dari provinsi tetangga.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kualitas udara di sejumlah wilayah Sumatera Barat menurun dalam beberapa pekan terakhir. Kondisi tersebut dipicu oleh kiriman asap yang diduga berasal dari provinsi tetangga. Warga diimbau menggunakan masker jika beraktivitas dalam waktu lama di luar ruangan.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang, Kabupaten Agam, Manat Panggabean, Senin (9/9/2019), mengatakan, intensitas asap di Sumbar meningkat sejak pertengahan Agustus lalu. Kondisi itu diperparah dengan minimnya curah hujan.
”Dua tiga hari asapnya agak berkurang karena ada hujan. Setelah itu asapnya kembali tebal karena sumbernya masih ada,” kata Manat ketika dihubungi dari Padang.
Pantauan dari shelter gempa dan tsunami di kantor Gubernur Sumbar di Padang, kabut asap tipis menyelimuti kota. Bukit-bukit di sekeliling kota tampak kabur karena dibalut asap. Kondisi serupa juga dilaporkan oleh warga di Agam.
Dua tiga hari asapnya agak berkurang karena ada hujan. Setelah itu asapnya kembali tebal karena sumbernya masih ada
Manat memperkirakan asap bersumber dari kebakaran hutan di luar provinsi. Asap itu terbawa oleh angin yang berembus dari timur ataupun tenggara. Di Sumbar, jumlah titik panas memang ditemukan, tetapi tidak terlalu banyak.
Berdasarkan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Senin sore, di Sumbar terdapat sembilan titik panas. Di Riau dan Jambi, yang berbatasan dengan Sumbar di timur dan tenggara, masing-masing terdapat 327 titik panas dan 392 titik panas.
Menurut Manat, sejak pertengahan Agustus, intensitas PM10 meningkat. Jika biasanya nilai PM10 yang terpantau stasiun di 0-50 µgram/m3 (mikron gram per meter kubik) atau kategori baik, beberapa hari terakhir bisa 65 µ/m3 atau kategori sedang.
”Itu yang terukur di sekitar stasiun Bukit Kototabang yang merupakan referensi (udara bersih dunia). Kalau Bukit Kototabang kategori sedang, tentu kualitas udara di perkotaan lebih buruk karena ada sumber emisi lain, seperti pabrik dan kendaraan,” ujar Manat.
Berdasarkan aplikasi pengukur kualitas udara, AirVisual, indeks kualitas udara di Padang pada pukul 10.22 mencapai 110 atau kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Begitu pula di Sawahlunto dan Bukittinggi dengan indeks masing-masing 127 dan 120 atau kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif. Adapun di Sijunjung, Solok, dan Payakumbuh indeksnya lebih buruk dengan indeks secara berurutan 170, 152, dan 151 atau kategori tidak sehat.
Sebagai antisipasi penurunan kualitas udara, Manat mengimbau warga yang beraktivitas jangka panjang di luar ruangan untuk mengenakan masker. Warga juga diimbau berhati-hati menggunakan api karena rawan kebakaran. Kemarau di Sumbar diperkirakan berakhir ketika memasuki Oktober 2019.
Kalau Bukit Kototabang kategori sedang, tentu kualitas udara di perkotaan lebih buruk karena ada sumber emisi lain, seperti pabrik dan kendaraan.
Rahmi Jaerman (27), warga Padang, mengatakan, dirinya baru menyadari kabut yang menyelimuti akhir-akhir ini adalah asap kebakaran hutan. Ia berharap kebakaran hutan segera berakhir sehingga mengurangi kabut asap. Ia khawatir paparan asap dalam jangka panjang merusak kesehatan.
”Pekerjaan saya padat. Pulang kerja malah melihat kabut. Tidak tampak gunung, awan, dan langit, tambah stres. Belum lagi risiko penyakit yang menghinggapi,” kata perempuan yang bekerja sebagai guru itu.
Sementara itu, Jefri Rajif (27), warga Agam, mengatakan, beberapa hari terakhir intensitas kabut asap berkurang karena hujan. Namun, jarak pandang belum kembali seperti biasa.