Kebakaran Meluas, Indonesia Harus Siap-siap Hadapi KTT
›
Kebakaran Meluas, Indonesia...
Iklan
Kebakaran Meluas, Indonesia Harus Siap-siap Hadapi KTT
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia agar mempersiapkan diri menghadapi pertanyaan dunia internasional terkait kebakaran hutan dan lahan yang kian luas. Kebakaran yang menimbulkan emisi gas rumah kaca serta pencemaran udara ini diprediksi bakal menjadi sorotan terhadap Indonesia dalam KTT Aksi Iklim pada 24-27 September 2019 di New York, Amerika Serikat.
Meskipun kebakaran juga terjadi di Brasil dan Australia, peristiwa di Indonesia tak kalah menjadi sorotan karena lokasi kebakaran berada di areal gambut. Pada areal gambut faktor emisinya mencapai 923,1 ton setara karbondioksida per hektar atau jauh lebih besar dari kebakaran di tanah mineral.
“Menghadapi KTT New York, pasti akan ada pertanyaan terkait kebakaran. Saya kira Indonesia perlu menjelaskan ke dunia internasional bahwa faktor musim tidak bisa dihindari,” kata Mahawan Karuniasi, Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network), Senin (9/9/2019), di Jakarta.
Menghadapi KTT New York, pasti akan ada pertanyaan terkait kebakaran. Saya kira Indonesia perlu menjelaskan ke dunia internasional bahwa faktor musim tidak bisa dihindari.
Ia mengatakan faktor musim ini ditunjukkan dengan data kejadian pada kebakaran 2017 yang rendah (seluas 165.484 ha) di saat musim kemarau basah. Tahun ini, periode Januari – Agustus 2019, luas kebakaran mencapai 328.724 ha karena pengaruh El Nino sedang yang memperpanjang musim kemarau. Tahun 2018 luas kebakaran mencapai 510.564 ha.
“Emisi kebakaran gambut bisa mencapai sepertiga dari total emisi Indonesia kalau pas kebakaran besar,” kata dia. Tahun ini, luas kebakaran pada gambut seluas 89.563 ha.
Menurut perhitungan Manajer Kampanye Keadilan Iklim Yuyun Harmono, dari luas kebakaran hutan dan lahan yang dikeluarkan KLHK periode Januari – Agustus 2019, menunjukkan emisi dari kebakaran gambut saja mencapai 82,7 juta ton setara karbondioksida. “Jumlah ini hampir separuh dari emisi yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan tahun lalu,” kata dia.
Dari luas kebakaran hutan dan lahan yang dikeluarkan KLHK periode Januari – Agustus 2019, menunjukkan emisi dari kebakaran gambut saja mencapai 82,7 juta ton setara karbondioksida.
Kondisi ini bisa mengancam target pengurangan emisi dari sektor berbasis lahan. Apalagi dalam KTT Aksi Iklim di NY nanti, Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan agar negara-negara mengupayakan penurunan emisi sebesar 45 persen. Penurunan emisi gas rumah kaca lebih ambisius disebabkan komitmen yang dinyatakan negara-negara peratifikasi Persetujuan Paris (NDC) masih membuka pertambahan suhu lebih dari 2,7 derajat celcius dibandingkan masa pra industri. Para pakar dalam IPCC menyatakan penambahan suhu yang melebihi 1,5 derajat akan sulit dikendalikan dan memiliki dampak yang sangat serius terhadap masa depan bumi dan manusia.
Isu kebakaran hutan dan lahan pun membuat upaya penurunan deforestasi Indonesia seperti diklaim KLHK selama ini, menjadi tidak signifikan. Apalagi, potensi kebakaran hutan dan lahan masih tinggi pada bulan September ini hingga mulai musim hujan pada Oktober 2019.
Yuyun pun menyebutkan dalam sebulan saja, selama Agustus, terjadi penambahan luas area yang terbakar sebesar 192.976 hektar dibandingkan dengan pada Juli 2019. Jika dirinci kebakaran terjadi di lahan gambut bertambah sebesar 58.561 hektar dibandingkan dengan bulan Juli 2019, sedangkan di tanah mineral bertambah 134.415 hektar dalam sebulan.
“Pemerintah harus bertindak cepat menghentikan kebakaran hutan dan lahan terutama di lahan gambut, jika tidak target penurunan emisi di sektor berbasis lahan terancam tidak terpenuhi,” kata dia.
Kepentingan domestik
Mahawan mengingatkan bahwa upaya penurunan emisi melalui pencegahan kebakaran hutan dan lahan agar terus dikedepankan. Pemberian peralatan mekanis bagi masyarakat untuk pembukaan lahan agar diperluas.
Selain itu, ia mendorong penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku pembakaran hutan maupun pihak yang lalai menjaga konsesi izin kebun maupun kehutanannya dari api. Melalui penegakan hukum tersebut, ia yakin perisitwa kebakaran bisa ditekan.
"Contohnya saja saat Asian Games kemarin (di Palembang) bisa minim titik api. Artinya kalau mau dicegah bisa," kata dia.