Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya bersama Kepolisian Resor Tanjung Perak menggagalkan upaya penyelundupan satwa dilindungi dari Makassar. Sebanyak 74 burung ditemukan tanpa dokumen di KM Dharma Rucitra.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya bersama Kepolisian Resor Tanjung Perak menggagalkan penyelundupan 74 burung dilindungi. Satwa itu dibawa dari Makassar, Sulawesi Selatan, menggunakan Kapal Motor Dharma Rucitra VII yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Senin (9/9/2019). Lima dari 74 burung dilindungi itu mati saat diselundupkan.
Jenis burung-burung itu adalah nuri maluku, betet paruh bengkok, kakatua jambul jingga, kakatua jambul kuning, nuri bayan, perling, bilbong, dan tuwo. Burung-burung malang itu tidak hanya ditempatkan di kabin belakang pengemudi, tetapi juga di kolong bawah truk.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi mengatakan, burung-burung tersebut masuk kategori satwa dilindungi karena populasinya hampir punah. Satwa ini tidak diperbolehkan dibawa keluar dari habitatnya tanpa dokumen yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
”Peredaran satwa dilindungi ini melanggar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan,” ujar Musyaffak, Selasa.
Menurut dia, peraturan perundangan itu menyatakan, setiap media pembawa atau komoditas pertanian yang dilalulintaskan dalam wilayah Indonesia harus dilengkapi sertifikat kesehatan dari daerah asal. Satwa juga harus melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan. Selain itu, satwa harus dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina setempat untuk dikarantina.
”Dua pengemudi truk diperiksa polisi dan petugas karantina untuk proses hukum lebih lanjut,” kata Musyaffak.
Berharga
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jatim Nandang Prihadi menambahkan, burung-burung yang disita itu memiliki harga jual tinggi, baik di pasar lokal maupun internasional. Hal itu menjadi salah satu faktor pemicu tingginya upaya penyelundupan.
”Sebagai gambaran, kakatua di pasar lokal harganya mencapai Rp 7 juta per ekor. Sementara di pasar internasional bisa menembus Rp 14 juta, bahkan ada yang lebih dari Rp 50 juta per ekor,” ujar Nandang.
Kakatua di pasar lokal harganya mencapai Rp 7 juta per ekor. Sementara di pasar internasional bisa menembus Rp 14 juta, bahkan ada yang lebih dari Rp 50 juta per ekor.
Dia menyebutkan, selain melanggar undang-undang tentang karantina, penyelundupan satwa dilindungi juga melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Pasal 21 Ayat 2 dinyatakan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun mati.
”Ancaman hukumannya penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta,” kata Nandang.