Jakarta International Folklore Festival 2019 kembali digelar pada 13-15 September di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Oleh
AYU PRATIWI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta International Folklore Festival 2019 kembali digelar pada 13-15 September di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Festival yang kedua kalinya ini mempersembahkan pertunjukan tari dan musik tradisional dari Indonesia dan tujuh negara lainnya dari Asia.
Festival yang dibuka gratis itu diharapkan dapat memperkenalkan seni tradisional Indonesia dan negara peserta kepada kaum muda. Acara pertunjukan seni itu juga menjadi bagian dari upaya meningkatkan daya tarik pariwisata Ibu Kota.
Kepala Bidang Seni Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Gumilar Ekalaya menyampaikan, dunia seni yang terus berkembang dan menjadi lebih modern dan digital membuat masyarakat Indonesia, terutama generasi milenial, kurang tertarik terhadap warisan seni budaya Indonesia.
”Jakarta International Folklore Festival sengaja diadakan untuk menggairahkan pentas seni budaya dari Sabang sampai Merauke yang sangat beragam. Sayangnya, ini masih kurang terangkat. Melalui festival ini, semoga seni tradisi Indonesia dapat ditampilkan dan dibawa ke panggung internasional,” kata Gumilar, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Festival itu menampilkan 28 kelompok tari dan musik tradisional dari Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Ukraina, dan Vietnam. Sebanyak 20 kelompok di antaranya berasal dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Aceh, Padang, Belitung, Yogyakarta, Bandung, Banyumas, Bali, Kalimantan, dan Sumba. Setiap kelompok terdiri atas 5 hingga 20 orang.
”Semua pertunjukan tari dan musik yang ditampilkan adalah folklor atau seni dengan unsur tradisional. Dalam acara ini, bentuknya sudah dikemas menjadi lebih modern dan diberikan unsur-unsur yang baru. Namun, masih ada unsur-unsur tradisionalnya,” kata Steering Committee Jakarta International Folklore Festival Maria Darmaningsih.
Mengikuti selera
Bagi pemerhati kesenian, Siti Nungky Kusumastuti, tradisi hanya bisa bertahan ketika terus diolah menjadi sesuatu yang baru. Untuk itu, selera anak-anak muda penting untuk diperhatikan dan dimengerti.
”Kita perlu memperhatikan perubahan zaman. Ada selera baru. Dalam mengikuti selera anak muda, sebenarnya kita juga secara perlahan mengajak mereka untuk memahami bahwa kesenian itu sedemikian beragam dan karya seni lama bisa menjadi inspirasi untuk karya seni baru,” tutur Nungky.
Gumilar berharap, Festival International Folklore 2019 dapat menghadirkan 7.000-10.000 orang per hari. ”Acara seni dan budaya bisa dikatakan cukup efektif mengundang wisatawan berkunjung ke Jakarta. Orang sering kali kesusahan, ketika datang ke Jakarta, menemukan tempat nonton pertunjukan seni,” ujarnya.
Di luar festival itu, jumlah acara seni dan budaya yang digelar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta mencapai puluhan acara setahun. Acara seperti itu penting digelar secara reguler sebagai bagian dari upaya mengembangkan budaya seni setempat.
”Dengan menggelar acara seperti ini, kita mau lihat, seni apa yang menonjol, dari daerah mana. Biarkan ini berkembang, kalau memang diminati konsumen luar negeri, kenapa enggak. Untuk sampai ke jenjang internasional diperlukan proses panjang. Dari proses pembibitan, kemudian diadakannya pelatihan, seleksi tingkat wilayah, provinsi, dan ditampilkan di gedung teater. Kalau ada yang layak ditampilkan di pentas internasional, kita akan support,” tutur Gumilar.