Di samping negosiasi damai yang terhenti, serangan mematikan terus berlangsung di banyak daerah di Afghanistan sehingga membuat perdamaian menjadi kian jauh dari kenyataan.
KABUL, SENIN— Jalan menuju perdamaian di Afghanistan kembali berantakan. Pasca- tumbangnya dialog antara Amerika Serikat dan Taliban, sebuah bom meledak di tepi jalan di Kabul, Senin (9/9/2019). Ledakan itu melukai tiga warga sipil. Menurut juru bicara polisi, Firdaus Faramarz, tidak jelas siapa yang menjadi target bom tersebut. Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas insiden ini.
Sebelumnya, Taliban mengklaim melakukan serangan di setidaknya dua distrik di timur laut Provinsi Takhar. Tidak ada laporan korban dari serangan itu. Khalil Aser, juru bicara polisi Provinsi Takhar, mengatakan, baku tembak terus terjadi di Distrik Khwaja Gharhad.
Awal September, Taliban menyerang tiga ibu kota provinsi saat pembahasan damai dengan AS dilakukan. Taliban beralasan, serangan itu dilakukan untuk memperkuat posisi tawar mereka terhadap AS.
Selain Taliban, kelompok pemberontak lokal yang terafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) juga melancarkan serangan di Kabul dengan menargetkan kaum minoritas. Namun, lokasi ledakan kemarin bukanlah lokasi konsentrasi kelompok minoritas.
Sementara jalan raya utama antara Kabul dan Provinsi Baghlan di bagian utara tetap diblokade, seminggu setelah Taliban menyerang Puli Khumri dan menembak dengan sporadis.
Buruknya situasi keamanan diduga juga menjadi pemicu hancurnya pembicaraan AS-Taliban. Sebelumnya diberitakan, Presiden AS Donald Trump membatalkan pertemuannya dengan Taliban dan Pemerintah Afghanistan karena serangan bom mobil di Kabul, Sabtu (8/9) pekan lalu, menewaskan seorang prajurit AS dan 11 orang lainnya. Sejak Juni lalu, setidaknya sebanyak sembilan warga AS tewas dalam serangan Taliban.
Seorang pejabat senior Afghanistan mengatakan, sejatinya kesepakatan antara AS dan Taliban mulai hancur ketika Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menunda kepergiannya ke Washington, dan Taliban menolak pergi ke AS sebelum kesepakatan damai ditandatangani.
Bertahan
Dengan terhentinya negosiasi damai antara AS dan Taliban, janji Trump memulangkan 14.000 prajuritnya yang tersisa di Afghanistan belum bisa dipenuhi.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan, keputusan Trump membatalkan pertemuan dengan Taliban sudah tepat. ”Ketika Taliban berusaha meraih posisi tawar dalam negosiasi dengan melakukan serangan teror di dalam negeri, Presiden Trump membuat keputusan tepat karena usaha itu tidak akan berhasil,” kata Pompeo yang tampil di lima televisi.
AS juga akan terus memberikan tekanan militer kepada Taliban, sebuah langkah yang berkebalikan dari negosiasi damai untuk mengakhiri perang di Afghanistan.
Kekerasan
Taliban menyatakan, keputusan Trump membatalkan pembicaraan damai akan memicu lebih banyak lagi korban jiwa bagi AS. ”Keputusan ini akan berujung pada lebih banyak lagi kerugian untuk AS,” ujar juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid. ”Kredibilitasnya akan terpengaruh, sikapnya yang antiperdamaian akan terungkap pada dunia, kerugian nyawa dan aset akan meningkat.”
Taliban mengancam akan menggelar lebih banyak serangan. Kekerasan bersenjata dan serangan bom diperkirakan terjadi di banyak tempat di Afghanistan. Situasi itu membuat jalan menuju perdamaian setelah perang 18 tahun di Afghanistan masih gelap.
Presiden Ashraf Ghani yang tidak dilibatkan dalam negosiasi damai AS-Taliban kembali mengatakan bahwa pihaknya bersedia bertemu dengan Taliban. Namun, ”negosiasi tanpa gencatan senjata mustahil dilakukan”.
Ghani bahkan mengundang pemimpin Taliban, Maulvi Hibatullah, untuk melakukan konferensi video dan mendesaknya untuk ”setidaknya berbicara dengan rakyat” daripada bersembunyi. Undangan itu tak diindahkan Taliban yang tetap menganggap Pemerintah Afghanistan sebagai boneka AS.
Sembilan mantan duta besar AS memperingatkan bahwa Afghanistan akan jatuh ke dalam ”perang saudara total” jika Trump menarik pasukan AS dari sana sebelum Pemerintah Afghanistan dan Taliban menyepakati perdamaian.
Adapun misi pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara
(NATO) di Afghanistan ”tidak berubah”, yaitu memperkuat pasukan Afghanistan.