Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura mendata hotspot atau titik panas terus bertambah selama dua hari terakhir. Sebanyak 38 titik panas hingga kini tersebar di tiga kabupaten.
Oleh
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura mendata hotspot atau titik panas terus bertambah selama dua hari terakhir. Sebanyak 38 titik panas hingga kini tersebar di tiga kabupaten.
Demikian informasi yang disampaikan Kepala Subbidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Ezri Ronsumbre di Jayapura, Selasa (10/9/2019).
Ezri mengatakan, pihaknya menemukan 38 titik panas di tiga kabupaten, yakni Merauke sebanyak 32 titik, Mappi (5 titik), dan Tolikara (1 titik). Sebanyak 32 titik panas di Merauke tersebar di sejumlah distrik, yakni Jagebob, Kurik, Muting, Naukenjerai, Ngguti, Okaba, Sota, Tabonji, Tanah miring, Tubang, dan Waan. Lima titik panas di Mappi di Nambionan, Obaa, dan Passu Bawah. Sementara 1 titik panas di Tolikara di Distrik Umagi.
Sebelumnya, pada Senin (9/9/2019) kemarin, BMKG mendeteksi 36 titik api ini meliputi 3 titik di Distrik Animha, 1 titik di Distrik Elikobel, 1 titik di Distrik Kaptel, 3 titik di Distrik Kurik, 1 titik di Distrik Malind, 2 titik di Distrik Merauke, 3 titik di Distrik Munting.
Lokasi lain 2 titik di Distrik Naukenjerai, 4 titik di Distrik Okaba, 9 titik di Distrik Sota, 2 titik di Distrik Tabonji, 1 titik di Distrik Tanah Miring, dan 2 titik di Distrik Waan. Ada 1 titik di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak dan 1 titik di Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni.
”Selama 24 jam terakhir, kami mendeteksi 38 titik panas di tiga kabupaten ini dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen,” papar Ezri. Ia menuturkan, terdapat sejumlah faktor penyebab peningkatan titik panas khususnya di Merauke, yakni September dan Oktober, diperkirakan merupakan puncak musim kemarau.
”Puncak musim kemarau ditandai dengan jumlah hari tanpa hujan (HTH) yang semakin panjang di beberapa wilayah dengan kategori menengah atau tidak ada hujan antara 11 dan 20 hari. Bahkan, ada wilayah dengan kategori ekstrem, yakni tidak terjadi hujan lebih dari 60 hari,” kata Ezri
Faktor kedua, yakni kondisi topografi yang juga merupakan daerah rawa dengan ilalang sehingga saat musim kemarau daerah tersebut menjadi kering dan mudah terbakar.
”Puncak musim kemarau ditandai dengan jumlah hari tanpa hujan (HTH) yang semakin panjang di beberapa wilayah dengan kategori menengah atau tidak ada hujan antara 11 dan 20 hari. Bahkan, ada wilayah dengan kategori ekstrem yakni tidak terjadi hujan lebih dari 60 hari,” tutur Ezri.
Ia menambahkan, aktivitas warga yang secara tidak sengaja membakar lahan dapat menambah jumlah titik panas di daerah tersebut.
Hal ini didukung kondisi suhu pada siang hari yang panas maksimum mulai dari 33 hingga 34 derajat celsius dan angin kencang yang menyebabkan titik api cepat meluas.
”Kami mengimbau warga setempat lebih berhati-hati dalam membakar sampah ataupun lahan untuk mencegah titik api semakin meluas dan kabut asap menebal sehingga mengurangi jarak pandang dan mencemari udara,” tambahnya.
Manajer Pusat Pengendali Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Papua Jonathan Koirewoa mengatakan, pihaknya telah menghubungi pemda di daerah terjadi kebakaran lahan. Tujuannya agar segera menindaklanjuti masalah tersebut.
”Kami terus akan mempersuasif masyarakat agar menghentikan pembukaan ladang dengan membakar lahan,” tutur Jonathan.