Pembibitan Perlu Dilakukan secara Berkesinambungan
›
Pembibitan Perlu Dilakukan...
Iklan
Pembibitan Perlu Dilakukan secara Berkesinambungan
Pola pembibitan atlet perlu dilakukan secara berkesinambungan mulai tingkat paling bawah. Pemberian motivasi kepada keluarga juga dibutuhkan agar mau mendukung putra-putrinya dalam meraih prestasi sebagai atlet.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pola pembibitan atlet perlu dilakukan secara berkesinambungan mulai tingkat paling bawah. Pemberian motivasi kepada keluarga juga dibutuhkan agar mau mendukung putra-putrinya dalam meraih prestasi sebagai atlet. Hal ini perlu dilakukan untuk menyiapkan atlet pelapis dan mengikis kesenjangan prestasi.
Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Marciano Norman mengatakan, pola perekrutan atlet muda Indonesia sudah baik, tetapi belum optimal. ”Tim harus turun ke bawah untuk membantu mulai tingkat kelurahan dan kecamatan,” kata Marciano, pekan lalu, di Jakarta.
Ia menegaskan, untuk memperoleh seorang juara dunia perlu ada program yang berkesinambungan. Pemantau bakat juga diharapkan dapat jeli dalam melihat bibit calon atlet sehingga mereka harus turun ke tingkat paling bawah. Salah satu cara yang paling mudah dilakukan yakni memberikan bekal pengetahuan guru olahraga tentang pemantauan bakat atlet.
Menurut Marciano, pemerintah telah mengalokasikan dana yang mencukupi untuk olahraga dan program pembinaan atlet sudah berjalan. Namun, sasaran yang hendak diraih belum tercapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua pemangku kebijakan agar duduk bersama untuk melakukan perbaikan mulai dari pencarian bakat hingga menata manajemen olahraga.
Di sisi lain, agar atlet papan atas dunia yang sudah dimiliki Indonesia terus menjaga prestasi mereka perlu ada pengelolaan dengan cara promosi dan degradasi. ”Perlu ada evaluasi terhadap setiap atlet. Jika tidak memenuhi standar yang ditetapkan, dapat dikeluarkan dari tim nasional,” kata Marciano.
Sistem tersebut akan membuat atlet elite terus berjuang dan menjaga penampilannya. Untuk menunjang program latihan atlet elite, maka cabang olahraga harus memberikan pelatih yang bagus dan mengelola kompetisi yang benar.
Sekretaris Jenderal KONI Ade Lukman mengatakan, program pembinaan dibuat berkesinambungan agar menghasilkan atlet yang dapat mempersembahkan gelar juara bagi Indonesia. Proses panjang tersebut akan sangat berguna bagi atlet yang memasuki usia emas.
Mereka dibekali keilmuan olahraga, seperti psikologis, sistem pemulihan, dan teknis olahraga, yang dapat meningkatkan kemampuannya. Selain itu, atlet juga perlu mendapatkan keilmuan yang dapat berguna ketika mereka sudah pensiun sehingga kelak mereka dapat memiliki kehidupan yang layak ketika sudah tidak aktif menjadi atlet.
Ayu Dyah Pasha dari bagian Humas KONI mengatakan, proses panjang dalam program pembinaan olahraga harus dimulai dari keluarga. Untuk menghasilkan atlet yang bermental juara, maka perlu melibatkan dukungan dari orangtua.
Ia melihat sejumlah orangtua masih belum yakin dengan profesi atlet yang dapat menjanjikan untuk masa depan anaknya. Alhasil, mereka lebih mengarahkan anaknya untuk mencoba profesi lain. Untuk meminimalkan ketakutan itu, atlet diberikan program pendidikan, seperti perkuliahan atau pendampingan belajar di luar sekolah.
Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia Hellen Sarita Delima mengatakan, atlet elite yang sudah berada di pelatnas agar terus diawasi. Ketika mereka pulang ke rumah, seharusnya tetap menjadi bagian dalam program pelatihan.
Orang yang berada di sekitar rumah turut menjadi bagian untuk menjaga kondisi fisik atlet. ”Atlet harus sadar untuk berlatih rutin agar kondisi fisiknya terjaga,” kata Hellen.
Ia berharap, cabang olahraga proaktif untuk mencari dan membuat kompetisi yang berkualitas untuk menunjang prestasi dan kemampuan atlet. Hal tersebut dibutuhkan agar jangan sampai kemampuan atlet berkurang ketika selesai masa pelatnas dan pulang ke rumah.
Peran swasta
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Kristianus Liem mengatakan, atlet tidak dapat berjuang sendiri sehingga butuh peran aktif dari berbagai pihak mulai dari pemerintah hingga swasta.
Ia menceritakan, pada awal tahun 2000-an, Indonesia memiliki beberapa atlet catur yang berprestasi. Mereka adalah jebolan dari proyek The Dream Team. Namun, karena tidak ada dana dari pemerintah, mereka pun dilepaskan dan berlatih sendiri. Alhasil, prestasi mereka pun terhambat.
Untuk menghasilkan atlet yang berprestasi perlu pembinaan mulai usia dini. ”Idealnya, pecatur memperoleh gelar Grandmaster (GM) di bawah 15 tahun agar mereka dapat fokus pada karier olahraganya,” kata Kristianus.
Ia menjelaskan, ketika atlet terlambat memperoleh gelar, mereka akan sulit fokus dan berusaha untuk alih profesi. Ketika atlet tersebut tidak fokus menjalani karier olahraganya, maka mereka akan sulit berprestasi.
Percasi masih bersyukur karena ada beberapa sponsor dari pihak swasta yang berkenan untuk membantu. Namun, hal tersebut tidak dapat terus-menerus dibiarkan karena program pembibitan dan pembinaan atlet harus dilakukan secara berkelanjutan, sedangkan sponsor sifatnya hanya temporal.
Atlet catur Indonesia GM Susanto Megaranto menceritakan, ia memperoleh gelar GM pada tahun 2004 saat berusia 17 tahun. Sejak saat itu hingga sekarang belum ada atlet Indonesia yang memperoleh gelar GM lagi.
Hal itu sungguh ironis karena negara lain hampir setiap tahun mampu menghasilkan atlet bergelar GM. Padahal, kualitas atlet catur yunior Indonesia tidak kalah dari negara lain. ”Pada usia 10 hingga 12 tahun, atlet yunior Indonesia sangat bagus. Namun, perlahan mereka menghilang karena orangtua takut dengan masa depan mereka sehingga meminta mereka untuk tidak menjadi pecatur,” kata Susanto.
Menurut Susanto, rata-rata atlet catur Indonesia menghilang pada usia 15 tahun. Pada umur itu, mereka memilih fokus pada pendidikan demi meraih masa depan mereka. Salah satu penyebabnya yaitu kurangnya jaminan dari pemerintah dalam meyakinkan orangtua agar anaknya dapat fokus menjadi atlet.
Agar program pembibitan di Indonesia dapat berjalan, maka pemerintah harus meyakinkan kepada orangtua bahwa putra-putrinya akan mendapatkan masa depan yang cerah dengan menjadi atlet. Orangtua memiliki pengaruh yang besar dalam kesuksesan calon atlet. Ketika orangtua ragu-ragu, maka atlet tersebut juga sulit berkembang karena mereka masih terpengaruh oleh bimbingan orangtua.
Satu-satunya cara agar atlet dapat terus meraih prestasi yakni dengan berlatih dan fokus untuk mencapainya. ”Rata-rata semua atlet akan melakukan hal yang sama dan jangan lupa untuk jaga kondisi fisik agar siap saat bertanding,” kata Susanto.