Dua dari Empat Bayi Kembar Meninggal karena Gangguan Paru
›
Dua dari Empat Bayi Kembar...
Iklan
Dua dari Empat Bayi Kembar Meninggal karena Gangguan Paru
Dua dari empat bayi kembar yang lahir di Rumah Sakit Mohammad Hoesin, Palembang, Sumatera Selatan, meninggal pada Selasa (10/9/2019) malam.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dua dari empat bayi kembar yang lahir di Rumah Sakit Mohammad Hoesin, Palembang, meninggal pada Selasa (10/9/2019) malam. Mereka meninggal karena gangguan pernapasan lantaran pembentukan paru-paru yang belum matang.
Kasus bayi kembar empat sudah beberapa kali terjadi di rumah sakit ini. Terakhir, tahun lalu, empat bayi kembar lahir, tapi satu di antaranya meninggal.
Dua bayi yang meninggal ialah Anandifa Stevia Purwanto dan Anandifo Stevanus Purwanto. Mereka adalah bayi yang lahir di urutan kedua dan keempat. Mereka meninggal pada Selasa (10/9/2019) malam atau 12 jam setelah dilahirkan.
Adapun anak pertama, Anandita Stafani Purwanto, dan ketiga, Anandito Stevanus Purwanto, masih dalam ruang perawatan untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn) Abarham Martadiansyah yang menangani persalinan bayi kembar empat, Rabu (11/9/2019), menuturkan, bayi meninggal karena gangguan pernapasan akibat paru-paru yang belum terbentuk sempurna. ”Paru-paru kedua bayi yang meninggal belum matang sehingga mereka mengalami kesulitan pernapasan,” katanya.
Paru-paru kedua bayi yang meninggal belum matang sehingga mereka mengalami kesulitan pernapasan.
Keempat bayi kembar tersebut juga lahir dalam kondisi prematur ekstrem, dengan usia janin masih sekitar 29 minggu. Padahal, usia yang paling ideal bagi bayi yang lahir berkisar 37-40 minggu. ”Kalau usia janin masih di bawah 34 minggu, disebut prematur ekstrem. Hal ini sangat berisiko bagi bayi dan ibunya,” ucap Abarham.
Abarham menjelaskan, Kristina Andriani (29), ibu dari keempat bayi kembar tersebut, baru datang ke RS Mohammad Hoesin, saat hendak melahirkan. Ketika itu, kondisi Kristina sudah kontraksi dan air ketuban sudah keluar. Oleh karena itu, tim dokter harus melakukan penindakan. Kondisi semakin berisiko karena ketika hendak melahirkan, Kristina dalam keadaan darah tinggi.
Proses persalinan pun dilakukan secara normal karena apabila sesar akan berbahaya bagi sang ibu. Saat dilahirkan, ungkap Abarham, kondisi bayi tidak menangis. Namun, setelah dilakukan penindakan, keempatnya pun menangis. Sesaat setelah itu, keempat bayi lahir langsung dibawa ke inkubator untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
Abarham mengatakan, kelahiran bayi kembar memang berisiko tinggi. Penyebab kelahiran kembar ini antara lain ialah adanya pembuahan ganda atau pembelahan sel telur di dalam rahim. ”Namun, memang rahim untuk satu janin sehingga ketika kandungan kembar, risiko tetap tinggi,” katanya.
Namun, memang rahim untuk satu janin sehingga ketika kandungan kembar, risiko tetap tinggi.
Untuk kasus ini, ungkap Abarham, kelahiran kembar ini disebabkan faktor keturunan. Ada keluarga yang memiliki riwayat kembar. Selain itu, berdasarkan rekam medis, Kristina pernah mengonsumsi obat kesuburan.
Bayi yang masih dalam perawatan, yakni Anandita dan Anandito, terus dipantau perkembangannya. Anandito mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Dia sudah bisa minum.
Baca juga: RSUD Ulin Kembali Tangani Bayi Kembar Siam
Adapun Anandita masih menggunakan infus. ”Mereka baru bisa keluar dari ruang perawatan jika tidak mengalami infeksi dan dapat menerima cairan dengan baik,” katanya.
Kasus kembar memang kerap terjadi. Bahkan, tahun lalu ada tiga kasus bayi kembar tiga, tentu dengan segala risikonya.
Kristina, ibu keempat bayi kembar, tidak menyangka dianugerahi empat bayi kembar. Namun, dia sangat sedih telah kehilangan dua bayinya. ”Saya berharap dua bayi ini dapat sehat kembali,” katanya.
Sejak melahirkan, dia pun belum melihat bayinya tersebut.
Sekarang, kondisi Kristina sudah pulih dan sudah diizinkan pulang. Namun, dirinya akan terus memantau perkembangan bayinya. Menurut rencana, dua bayinya yang meninggal akan dimakamkan di Kecamatan Pulau Rimau, Kabupaten Banyuasin. Itu adalah desa tempat keluarganya tinggal.