Kualitas keramba jaring apung buatan produsen dalam negeri cukup diakui dunia. Negara seperti Maladewa, Singapura, Malaysia, Filipina, Ghana, dan China mengimpor KJA dari RI.
NGAMPRAH, KOMPAS Negara Maladewa kembali membeli keramba jaring apung tipe Flexy yang diproduksi PT Gani Arta Dwitunggal di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Sebanyak 20 KJA berbentuk segi empat itu dikirim dalam lima kontainer, Selasa (10/9/2019).
Pembelian sebelumnya oleh Kementerian Perikanan dan Pertanian Maladewa itu dilakukan tahun lalu sebanyak dua kontainer. Produk KJA dari perusahaan ini juga telah diekspor ke sejumlah negara, di antaranya Singapura, Malaysia, Filipina, Ghana, dan China.
Pembelian kali ini senilai 250.000 dollar AS atau sekitar Rp 3,5 miliar. Tiap KJA berukuran 3 meter x 3 meter terdiri atas delapan lubang atau total sebanyak 160 lubang KJA. ”Maladewa sedang fokus mengembangkan ekonominya dari sektor perikanan, selain dari pariwisatanya yang sangat pesat.
Pengembangan perikanan itu mendapat dukungan dana dari Bank Dunia. KJA di Maladewa semuanya dipesan dari sini dan diperkirakan tahun depan akan ada pembelian kembali dua kali lipat,” kata Direktur Utama PT Gani Arta Dwitunggal, Budiprawira Sunadim, saat pelepasan lima kontainer KJA itu.
Pelepasan ditandai dengan pengguntingan pita oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar Jafar Ismail dan pemukulan kendi oleh General Manager PT Gani Arta Dwitunggal, Andi Jayaprawira Sunadim.
Andi berharap pemerintah memberi dukungan bagi produsen sarana perikanan dan kelautan dalam negeri. Apalagi, KJA buatan produsen dalam negeri memiliki kualitas yang baik dan diakui secara internasional.
Pada tahun 2017, pemerintah membeli KJA buatan Norwegia senilai sekitar Rp 131 miliar. KJA dari Norwegia itu dipasang di tiga lokasi, yakni Sabang (Aceh), Pangandaran (Jabar), dan Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Jawa Tengah).
Jafar mengatakan, teknologi KJA dari PT Gani Arta Dwitunggal yang sudah dipakai oleh sejumlah negara ini membuktikan, produknya sudah bertaraf internasional.
”Dalam pengembangan industri perikanan budidaya di Jabar, kami juga akan mengembangkan KJA dengan menggunakan merek Aquatec. Untuk uji coba, kami akan membeli sejumlah unit untuk diterapkan di pantai selatan di Sukabumi dan di pantura Subang. Ini untuk percontohan sehingga masyarakat bisa meniru, sekaligus dapat meningkatkan sektor pariwisata,” ujar Jafar.
Tertinggal
Pengurus Masyarakat Akuakultur Indonesia Komisariat Daerah Jabar Muhamad Husen menilai, Indonesia dalam lanskap ekonomi perikanan global masih tertinggal dari Norwegia, Amerika Serikat, Thailand, dan Vietnam.
Thailand menempati peringkat keempat eksportir ikan terbesar. Adapun Vietnam berada pada posisi ketiga setelah China dan Norwegia. Meski luas perairannya lebih dari 17 kali total luas wilayah darat dan perairan Vietnam, Indonesia belum masuk dalam daftar 10 besar eksportir ikan dunia.
Kondisi itu kian ironis jika membandingkan panjang garis pantai Indonesia yang 30 kali lebih panjang dari Thailand. Padahal, jumlah pembudidaya dan nelayan Indonesia termasuk yang terbesar di dunia setelah China.
Menurut Husen, negara-negara yang menguasai ekonomi perikanan dunia telah lama mengembangkan berbagai inovasi. Norwegia, eksportir perikanan terbesar kedua dunia yang menguasai teknologi KJA, menjadikan salmon sebagai komoditas utamanya.
Vietnam dan Thailand juga menguasai teknologi pengembangan komoditas udang. ”Pengembangan perikanan budidaya perlu dukungan pemerintah, salah satunya dalam hal regulasi,” katanya. (SEM)