JAKARTA, KOMPAS— Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Direktur Utama PT Pertamina Energy Trading Limited yang juga mantan Managing Director PT Pertamina Energy Service, Bambang Irianto, sebagai tersangka dugaan penerima suap 2,9 juta dollar AS. KPK sudah menyelidiki kasus yang terjadi sekitar tahun 2012 ini sejak Juni 2014.
Penetapan tersangka baru dilakukan saat ini karena KPK memulai penyelidikan Juni 2014 setelah menerima pengaduan. Selanjutnya, KPK mengumpulkan informasi, dokumen, dan kesaksian. Ada 53 saksi yang diperiksa. KPK juga memeriksa dokumen dari berbagai instansi lintas negara.
”Upaya meminta informasi ke negara tax haven rumit dan memakan waktu. Itu juga yang membuat baru ditetapkan saat ini,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Menurut Syarif, pengungkapan kasus ini merupakan bentuk dukungan KPK terhadap prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menyatakan perang terhadap praktik mafia migas sehingga pemerintah membubarkan PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Mei 2015.
Dari penyelidikan, kata Syarif, Bambang diduga menerima suap dari Kernel Oil, terkait perdagangan produk kilang dan minyak mentah ke PT Pertamina Energy Service (PES), anak perusahaan Petral yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Suap diduga diterima Bambang lewat rekening SIAM Group Holding yang didirikannya dan berkedudukan hukum di British Virgin Island.
Terkait pengusutan kasus ini, Vice President Corporate Communication PT Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, ”Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan asas hukum praduga tak bersalah.”
Efisiensi
Kasus ini berawal saat Bambang menjabat Vice President Marketing PT PES pada 2009- 2012. Saat itu, Kernel Oil beberapa kali menjadi rekanan PT PES dalam impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PT PES/PT Pertamina.
Pada 2012, Presiden minta agar PT Pertamina meningkatkan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan BBM dengan mengutamakan pembelian langsung ke sumber utama. Berdasarkan arahan itu, PT PES seharusnya mengacu pada pedoman yang menyebutkan penetapan penjual atau pembeli yang akan diundang mengikuti competitive bidding atau direct negotiation mengacu aturan yang telah ditetapkan PT Pertamina dengan urutan prioritas: NOC (national oil company), refiner/producer, dan potential seller/buyer.
Perusahaan yang dapat menjadi rekanan PT PES adalah yang masuk dalam daftar mitra usaha terseleksi (DMUT) PT PES. Namun, tak semua perusahaan dalam DMUT PT PES diundang tender. Bambang dan sejumlah pejabat PT PES diduga menentukan rekanan yang diundang ikut tender.
Salah satu NOC yang sering diundang ikut tender dan menjadi pihak yang mengirimkan kargo adalah Emirates National Oil Company (ENOC). ”Diduga ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PT PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil,” ujar Syarif.
Terkait dengan jabatannya, Bambang membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjual minyak mentah atau produk kilang. Sebagai imbalan, Bambang menerima uang yang diterima melalui rekening bank di negara bebas pajak. (IAN/APO)