Pada hari kedua pelaksanaan perluasan ganjil genap, kualitas udara DKI Jakarta membaik berdasarkan pantauan situs www.airvisual.com.
JAKARTA, KOMPAS Pada Selasa (10/9/2019) sore, DKI Jakarta berada di urutan ke-14 kota besar dengan kualitas udara terburuk di dunia dalam parameter US Air Quality Index dengan indeks 74 atau tercemar sedang. Kondisi ini jauh lebih baik daripada sehari sebelumnya saat Jakarta menduduki peringkat kedua kota besar dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Namun, selama sebulan sejak masa percobaan dan pemberlakuan perluasan ganjil genap, kualitas udara Jakarta berdasarkan www.airvisual.com masih didominasi kondisi tidak sehat untuk kelompok sensitif.
Sementara itu, Stasiun Pengukur Kualitas Udara di Gelora Bung Karno milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa sore, mencatat kualitas udara Jakarta tercemar sedang dengan indeks standar pencemaran udara 78 dengan parameter polutan ozon (O3).
Peneliti ekonomi energi Institut Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur, Alloysius Joko Purwanto, mengatakan, kebijakan ganjil genap perlu dievaluasi untuk melihat dampak pada kemacetan di luar jalan yang terkena aturan tersebut.
”Maksudnya, apakah ada limpahan kemacetan di jalan-jalan di luar jalan yang terkena ganjil genap, itu yang benar-benar harus dilihat beberapa bulan ke depan,” katanya.
Apabila tidak terjadi luapan kemacetan, kebijakan tersebut baik untuk diteruskan. Sebaliknya, kemacetan yang lebih parah atau lebih panjang di seluruh jaringan jalan justru menambah emisi dan polusi udara di Jakarta. Sebab, kendaraan akan mengeluarkan emisi paling besar saat kecepatannya di bawah 10 kilometer per jam.
Di sisi lain, sebagian warga menyiasati kebijakan ganjil genap ini agar tetap bisa bermobilitas. Agus Susanto (35), warga Kelurahan Peninggilan, Kota Tangerang, Banten, memilih berangkat lebih awal sebelum aturan diberlakukan. ”Hari ini (Selasa) saya berangkat lebih awal karena tanggal genap, sementara nomor polisi mobil saya ganjil.
Biasanya saya berangkat pukul 06.15. Hari ini saya terpaksa jalan lebih awal, yakni pukul 05.30,” kata karyawan swasta di Tanjung Priok, Jakarta Utara, ini. Lain lagi dengan Anindia (31), karyawan swasta di Kebon Melati, Jakarta Pusat. Sejak Senin, ia bersama tetangganya menggunakan bus Transjakarta dari Puri Beta, Kota Tangerang.
”Lumayan, enggak kena macet dan bisa tidur di dalam bus. Cuma repotnya kalau balik, pulang kerja. Antrean di halte padat,” kata warga Larangan Utara tersebut, Selasa.
Tilang masih tinggi
Pada hari kedua penerapan perluasan aturan ganjil genap, pelanggaran masih tetap tinggi. Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar M Nasir mengatakan, pada Selasa pukul 06.00-10.00, sejumlah 1.017 tilang dikeluarkan untuk pelanggar ganjil genap.