Lahan Telantar dan Konflik Jadi Sumber Kebakaran Lahan
›
Lahan Telantar dan Konflik...
Iklan
Lahan Telantar dan Konflik Jadi Sumber Kebakaran Lahan
Kebakaran yang tahun ini telah menghanguskan lebih dari 18.000 hektar di wilayah Jambi paling banyak terjadi di areal konflik dan telantar. Pencegahan dan penegakan hukum semestinya diperkuat sejak dini.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Kebakaran yang tahun ini telah menghanguskan lebih dari 18.000 hektar di wilayah Jambi paling banyak terjadi di areal konflik dan telantar. Pencegahan dan penegakan hukum semestinya diperkuat sejak dini.
Komandan Satuan Tugas Kebakaran Lahan dan Hutan (Satgas Karhutla) Provinsi Jambi Kolonel Arh Elphis Rudy, Rabu (11/9/2019), mengatakan, dirinya mendapati sebagian besar lahan terbakar di Jambi merupakan areal telantar dan berkonflik. Dalam kondisi minim pengamanan, lahan-lahan itu menjadi target berbagai aktivitas liar, seperti perambahan dan pembalakan.
Elphis menyaksikan kayu-kayu liar dialirkan lewat kanal, tak jauh dari lokasi kebakaran di tengah hutan, saat helikopter yang ditumpanginya melintas, dalam pantauan udaranya, pekan lalu. Dari atas tampak beberapa orang berlarian. ”Kenapa malah lari kalau bukan karena sedang melakukan aktivitas liar,” katanya.
Ia mengaku gemas melihat aktivitas liar itu, tetapi tak dapat langsung bertindak karena helikopternya tak memungkinkan untuk mendarat. Temuan tersebut telah ia laporkan kepada Kepolisian Daerah Jambi agar dapat ditindaklanjuti.
Berdasarkan Citra Satelit Lansat TM 8, yang diolah Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, titik-titik api banyak menyebar pada konsesi hutan tanaman industri PT DHL di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kebakaran sudah meluas lebih dari 2.000 hektar.
Kebakaran pada wilayah itu mengulang tahun 2015. Api yang menghanguskan 1.465 hektar areal perusahaan tahun 2015 berbuntut pada pencabutan izin oleh pemerintah. Setelah izin dicabut, kawasan diindikasikan menjadi telantar. Tahun ini kebakaran terjadi lagi dengan keluasan lebih besar.
Kondisi serupa terjadi pada konsesi PT PBP di Kabupaten Muaro Jambi. Kebakaran hingga akhir Agustus 2019 meluas hingga 664 hektar. Peristiwa ini juga mengulang kebakaran yang jauh lebih dahsyat pada 2015. Areal kerja perusahaan hangus seluas 5.229 hektar, berbuntut pada dibekukannya izin perusahaan di sana.
Kebakaran hutan pada tahun ini juga meluas pada areal restorasi ekosistem. Wilayah yang semestinya bertujuan sebagai upaya memulihkan kembali hutan justru menjadi salah satu produsen besar pelepasan karbon.
Kebakaran hutan pada tahun ini juga meluas pada areal restorasi ekosistem.
Data Satelit Lansat pun menunjukkan, 30 persen kebakaran di Jambi terjadi pada areal restorasi ekosistem di Kabupaten Tebo, Batanghari, dan Sarolangun. Luasnya mencapai 6.579 hektar. Kebakaran di wilayah ini bahkan terluas jika dibandingkan dengan kawasan hutan tanaman industri, kebun sawit korporasi, dan lahan masyarakat.
Direktur Operasional PT Restorasi Ekosistem Adam Aziz mengatakan, areal yang semestinya direstorasi malah menjadi incaran perambah-perambah liar. ”Mereka kerap bermain kucing-kucingan dengan petugas demi membuka lahan dengan cara bakar,” katanya.
Hal serupa dikemukakan Direktur PT Alam Bukit Tigapuluh Dody Rukman. Dalam konsesi restorasi ekosistem di Kabupaten Tebo itu, para pelaku bahkan melakukan tindakan anarkistis. Tak hanya leluasa membakar lahan, mereka juga kerap menghadang petugas pemadam yang hendak menjinakkan api dalam hutan tersebut. Senin lalu, petugas bahkan sempat disandera selama enam jam oleh sekelompok warga.