Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mendadak memecat Penasihat Keamanan Nasional John Bolton. Pemecatan terjadi di tengah ketidaksepakatan atas penanganan isu Korea Utara, Iran, Afghanistan, dan Rusia.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mendadak memecat Penasihat Keamanan Nasional John Bolton. Pemecatan terjadi di tengah ketidaksepakatan atas penanganan isu Korea Utara, Iran, Afghanistan, dan Rusia. Kendati demikian, pejabat AS mengklaim kebijakan luar negeri AS tidak berubah.
Bolton, yang berusia 70 tahun, terpilih sebagai penasihat keamanan Trump yang ketiga pada April 2018. Ia terkenal sebagai sosok di balik kebijakan agresif AS terhadap negara-negara yang bersengketa dengan AS.
“Saya telah menginformasikan Bolton semalam bahwa pelayanannya tidak lagi dibutuhkan Gedung Putih. Saya sangat tidak setuju dengan rekomendasinya, begitu pula dengan pihak lainnya dalam kabinet,” ujar Trump melalui cuitan di Twitter, Selasa (10/9/2019).
Bolton tidak berhubungan baik dengan beberapa pejabat AS, seperti Kepala Staf Gedung Putih Mick Mulvaney dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. Sejumlah pejabat secara anonim menyatakan, Trump jenuh dengan tendensi Bolton yang agresif dan kepribadiannya yang kasar.
Bolton mendesak Trump agar terus menekan Korea Utara. Padahal, negosiasi antara kedua negara mengenai denuklirisasi Korut tengah berlangsung. Sejumlah pejabat mengklaim Bolton bertanggung jawab atas kegagalan pertemuan Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada Februari 2019.
Bolton mendesak Trump agar terus menekan Korea Utara. Padahal, negosiasi antara kedua negara mengenai denuklirisasi Korut tengah berlangsung.
Selain itu, ia juga tidak menyetujui saran Trump ingin bertemu dengan pemimpin Iran mengenai program nuklir. Bolton juga diduga menjadi penyebab AS mundur dari kesepakatan nuklir dengan Iran (JCPOA) pada 2018 dan pendukung serangan udara AS terhadap Iran yang batal 10 menit sebelum terjadi pada tahun ini.
Belakangan, Bolton meminta Trump untuk menekan Afghanistan. Ia menentang rencana Kementerian Luar Negeri AS untuk menandatangani perjanjian damai dengan militan Taliban.
Tekanan politik juga telah ia lakukan terhadap Rusia. Ia berperan penting atas penarikan AS dari Pakta Senjata Nuklir Jarak Menengah (INF Treaty) dengan Rusia. Bolton juga menolak usulan Trump agar Moskwa bergabung ke dalam Kelompok 7, kumpulan negara-negara maju.
Sedikit berbeda dengan pernyataan Trump, Bolton justru memberi kesan dirinya yang mengajukan pengunduran diri kepada publik. “Saya mengajukan pengunduran diri tadi malam. Presiden Trump mengatakan akan membicarakan hal ini besok,” tulisnya, juga melalui Twitter.
Trump akan menunjuk pengganti Bolton pekan depan. Nama Utusan AS untuk Korea Utara Stephen Biegun dan Wakil Menteri Luar Negeri AS John J Sullivan muncul sebagai calon pengganti.
Pemecatan Bolton menimbulkan kesan Pemerintahan Trump kembali kacau. Sejak menjabat pada Januari 2017, Trump telah mengganti Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Direktur CIA, dan Direktur Komunikasi Gedung Putih. Bolton merupakan penasihat keamanan Trump yang ketiga.
Perubahan kebijakan
Meskipun Bolton dipecat, pejabat AS menyampaikan tidak ada perubahan berarti dalam kebijakan luar negeri AS. “Saya tidak berpikir pemimpin di seluruh dunia perlu berasumsi jika salah satu dari kami (pejabat) mengundurkan diri, kebijakan luar negeri Presiden Trump akan berubah,” ucap Menlu AS Mike Pompeo.
Sejumlah pihak berpendapat, pemecatan Bolton merupakan upaya Trump untuk mendorong negosiasi dengan musuh AS di Afghanistan, Korut, dan Iran. Ketika ditanyakan apakah Trump bersedia bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani dalam Pertemuan Majelis Umum PBB akhir September 2019, Pompeo menjawab positif.
Presiden International Crisis Group, Rob Malley, berpendapat kepergian Bolton dapat meluruskan kembali kebijakan Washington dengan negara musuh. Beberapa di antaranya adalah Afghanistan, Iran, Korea Utara dan Venezuela.
“Trump memiliki dua suara yang berbisik di telinganya, yaitu diplomasi konseling yang memperingatkan konflik dan rekomendasi perang. Jika Bolton pergi, suara rekomendasi perang tidak akan lagi keras,” tuturnya.
Penghasut perang
Bolton identik dengan kumis besar terpampang di wajah. Ia kerap membawa buku catatan kuning besar bersamanya. Pada masa pemerintahan Presiden George W Bush, Bolton menyimpan granat tangan di atas meja kerjanya.
Trump terkadang menelurkan candaan mengenai imej Bolton sebagai penghasut perang. “Bolton tidak pernah melihat perang yang tidak disukainya,” tutur Trump, dalam sebuah pertemuan di Kantor Oval.
Tidak jarang, Trump menyindir Bolton ketika memperkenalkannya ke para pemimpin negara asing yang datang berkunjung. Trump menyebutnya sebagai si Bolton yang hebat yang dapat mengebom dan mengambil alih negara lain. (Reuters/AFP)