JAKARTA, KOMPAS— Rusia menawarkan alih teknologi untuk produk-produk yang dibeli Indonesia. Tawaran itu dapat dipakai untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
”Kami tak menawarkan kucing dalam karung. Tidak ada yang kami tutupi. Kami siap menawarkan pelatihan dan pengalihan teknologi,” kata Presiden Asosiasi Ekspor Teknologi (ASSETS) Rusia Andrey Bezrukov di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Teknologi pada produk-produk yang diekspor ke negara lain dapat saja dipelajari oleh orang-orang di negara pengimpor. Selama ini, praktik itu lazim di Rusia dan pelaku industri Rusia tidak keberatan.
Ia menyatakan, teknologi Rusia aman dan pembelian produknya tidak diikuti aneka syarat yang merepotkan. Bagi Rusia, pemasaran produk teknologi adalah urusan dagang dan bentuk kerja sama lintas negara. ”Di tengah perang dagang dan konstelasi global, diperlukan mitra-mitra yang ingin bekerja sama secara setara,” ujarnya.
Bezrukov mengatakan, Rusia bukan mitra baru bagi Indonesia. Kala masih dinaungi Uni Soviet, Rusia memasarkan aneka produk teknologi ke Indonesia.
Selama ini, Rusia memasarkan persenjataan hingga permesinan ke Indonesia. Jakarta- Moskwa sedang berunding soal pembelian jet tempur Sukhoi- 35. Perincian perjanjian transaksi masih terus diselesaikan. Indonesia ingin ada imbal dagang dalam transaksi itu.
Kini, Rusia menjajaki pemasaran produk-produk teknologi informasi dan sibernetika ke Indonesia. Perusahaan-perusahaan Rusia melihat peluang di Indonesia masih besar.
Terbaik
Ketua Forum Pertahanan Sibernetika Indonesia (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan, Rusia salah satu negara dengan pertahanan sibernetika terbaik. Kerja sama dengan Rusia adalah kesempatan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. ”Teknologi secanggih apa pun tidak berjalan kalau tidak didukung SDM berkualitas. Tawaran alih teknologi seperti dari Rusia adalah kesempatan meningkatkan kualitas SDM,” katanya.
Di bidang keamanan sibernetika, Indonesia masih sangat kekurangan SDM. ”Kebutuhannya bukan hanya orang yang bisa menulis kode dan program. Keamanan sibernetika membutuhkan SDM yang mampu menganalisis potensi ancaman dan memperkirakan cara menanganinya. Bibitnya banyak, tinggal pendidikan dan pelatihannya harus diperbanyak,” ujarnya.
Ia mengatakan, memang Indonesia tetap harus waspada kala mengimpor produk teknologi informatika dan sibernetika. Kewaspadaan itu berlaku pada impor dari negara mana pun. ”Karena itu, penting bagi Indonesia membuat SDM andal agar bisa menutup celah keamanan,” ujarnya.
Alih teknologi juga tidak bisa dilakukan begitu saja. Indonesia dan negara pengimpor akan membuat kesepakatan tentang apa saja yang dialihkan. (RAZ)