UNGARAN, KOMPAS -- Pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pangan di Jawa Tengah mesti diikuti peningkatan keamanan dan kualitas produk. Dua hal itu penting guna menjaga keberlanjutan produksi serta meningkatkan jangkauan pasar hingga bisa menembus ekspor.
Data Pemerintah Provinsi Jateng menyebutkan, jumlah UMKM pangan pada 2018 sebanyak 53.063 unit. Sementara hingga triwulan II-2019, jumlahnya sudah mencapai 56.029 unit dengan nilai aset Rp 8 triliun. Adapun serapan tenaga kerja lebih dari 214.000 orang.
Sekretaris Daerah Jateng Sri Puryono mengatakan, pengawasan keamanan dan kualitas perlu dilakukan sejak pemilihan bahan baku. Hal ini mesti dilakukan pemerintah daerah bersinergi dengan perwakilan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di daerah.
”Arahnya agar produk yang dihasilkan memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas,” kata Sri di sela-sela Forum Koordinasi Teknis Pengembangan UMKM di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jateng, Selasa (10/9/2019).
Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan, peningkatan daya saing produk makanan bisa dibantu kalangan akademisi. ”Misalnya, saat UMKM butuh sterilisasi makanan berteknologi tinggi, ada kerja sama dengan perguruan tinggi. BPOM juga akan membantu pengemasan dan izin edar. Harapannya, produk UMKM pangan bisa diekspor,” ujarnya.
Mengacu pada data BPOM, periode 2013-2018, bimbingan teknis cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) telah diberikan kepada 48.987 UMKM di Indonesia. Program ini didampingi fasilitator keamanan pangan terlatih.
Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang, Bambang Waluyo mengatakan, UMKM pangan mesti memanfaatkan perkembangan teknologi mutakhir. ”Agar lebih efisien dan unggul di sisi distribusi dan pemasaran,” katanya.
Lilis (50), pemilik usaha yoghurt Maisya asal Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, mengatakan, bahan baku dan cara produksi pangan yang tepat menjadi kunci keberlanjutan produksi. ”Sekali saja abai, pasti bermasalah,” ujar Lilis.
Sementara itu, sejumlah industri kecil dan menengah (IKM) logam di Solo, Sukoharjo, dan Klaten mendapat pendampingan dari industri besar untuk meningkatkan kualitas produk dan memperbaiki manajemen usaha. Pendampingan dilakukan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA).
Ketua Pengurus YDBA Henry C Widjaja mengatakan, pada tahap awal, pembinaan dilakukan kepada tujuh IKM logam di bidang manufaktur, khususnya jasa pembuatan komponen permesinan, plastik injeksi, dan pengelasan. Program yang akan berjalan dua tahun itu direncanakan menyasar 20 IKM.
Dalam program ini, YDBA menggandeng PT Astra Daihatsu Motor (ADM). Mereka akan memberikan sejumlah pelatihan agar IKM mampu menghasilkan produk sesuai standar kualitas, biaya, dan tepat waktu. Peserta pelatihan juga mendapatkan pelatihan budaya kerja 5R, yaitu ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin.
”Jika konsisten sesuai standar, bukan tidak mungkin mereka dapat masuk dalam supply chain (rantai pasok) PT ADM,” ujar Henry.
Sarwoko, pemilik CV Kurnia Teknik di Solo, mengatakan, pelatihan 5R telah diterapkan dan berhasil mengubah budaya kerja karyawan. Selain meningkatkan standar keselamatan kerja, produktivitas juga meningkat. (DIT/RWN)