TNI Asah Kemampuan Perang Berbasis Integrasi Komunikasi Satelit
›
TNI Asah Kemampuan Perang...
Iklan
TNI Asah Kemampuan Perang Berbasis Integrasi Komunikasi Satelit
Tentara Nasional Indonesia akan mengasah kemampuan berperang dengan berbasis integrasi komunikasi via satelit atau yang dikenal dengan Network Centric Warfare. latihan ini merupakan upaya menghadapi pertempuran modern.
Oleh
Aguido Adri/Angger Putranto
·3 menit baca
SITUBONDO, KOMPAS – Sebanyak 12.000 prajurit dari tiga matra Tentara Nasional Indonesia akan menjalani puncak latihan gabungan dalam sebuah simulasi peperangan. Dalam latihan tersebut mereka akan mengasah kemampuan berperang dengan berbasis integrasi komunikasi satelit atau yang dikenal dengan Network Centric Warfare.
Presiden Joko Widodo diagendakan hadir untuk menyaksikan langsung kemampuan para prajurit menaklukkan musuh. Skenario penaklukan akan dilakukan melalui serangan dari udara, laut, dan darat.
“Tujuan latihan gabungan ini ialah meningkatkan prefesionalisme dan kesiapsiagaan prajurit, sehingga saat dibutuhkan semua prajurit siap. Latihan ini ditopang interoperabilitas yang didukung Network Centric Warfare di semua matra,” ujar Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto do Situbondo, Jawa Timur, Rabu (11/9/2019).
Hadi menyatakan hal itu saat meninjau gladi resik Latihan Gabungan bertajuk Dharma Yudha 2019 di Pos Tinjau T12 Pusat Latihan Tempur Marinir Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.
Interoperabilitas yang diharapkan Hadi ialah kemampuan berperang menggunakan berbagai ragam sistem untuk bekerja sama. Selain itu, ia juga berharap latihan ini membuat para prajurit mampu membangun sebuah sistem untuk bekerja maupun untuk dikerjakan oleh sistem lain.
TNI diharapkan memiliki kemampuan berperang menggunakan berbagai ragam sistem untuk bekerja sama.
Adapun Network Centric Warfare ialah dogma perang yang mengandalkan penggunaan dan penyebaran informasi untuk memperoleh kemenangan di medan perang.
Konsep tersebut dilakukan dengan membangun sistem komunikasi antar matra yang mampu terintegrasi ke seluruh kekuatan kendaraan tempur, radar, rudal, peluncur roket, hingga pasukan infantri ke dalam satu jaringan komunikasi terpusat.
“Pada 2020, kami berharap sudah memiliki alat yang mampu menggabungkan tiga sistem (dari masing-masing matra) itu. Saat ini, kami masih membangun perangkat jaringan untuk menghubungkan tiga sistem dengan dukungan penggunaan satelit,” tutur Hadi.
Drone Bersenjata
Salah satu kekuatan tempur yang akan unjuk kebolehan dalam Latihan Gabungan kali ini ialah pesawat nirawak (drone) bersenjata CH4. Pesawat nirawak ini merupakan jenis MALE (Medium Altitude Long Endurence) yang terbang diketinggian sedang, namun mampu terbang lama.
Pesawat nirawak ini mampu terbang selama 12 jam dengan radius jangkauan hingga 1.000 kilometer (km) bila menggunakan satelit Beyond Visual Line of Sight (BVLOS). Namun kali ini pesawat nir awak tersebut diterbangkan menggunakan sistem Visual Line of Sight (VLOS) dari Surabaya. Adapun jarak Surabaya hingga lokasi latihan di Karang Tekok, Situbondo sekitar 250 km.
“Drone ini mampu mengintai sekaligus menyerang. Drone ini bisa menyerang menggunakan bom dari ketinggian 15.000 kaki dengan hasil yang sangat presisi,” tutur Hadi.
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal TNI Besar Harto Karyawan menuturkan, latihan ini merupakan upaya untuk menghadapi sekaligus mengembangkan terjadinya pertempuran modern. Skenario latihan diawali dengan serangan sistem siber yang menyerang keamanan negara.
Latihan ini merupakan upaya untuk menghadapi sekaligus mengembangkan terjadinya pertempuran modern.
“Setelah mengetahui adanya serangan, kami juga segera menyerang balik melalui siber untuk melawan operasi musuh. Dalam konteks ini, pertahanan terbaik adalah menyerang,” ujarnya.
Serangan itu diawali dengan penyusupan intelejen untuk mendapatkan data khusus lawan. Tugas ini dilakukan dengan berbagai upaya, salah satunya menggunakan pesawat nirawak.