Turis Asing Perlu Dibuat Lebih Lama Berlibur di Indonesia
›
Turis Asing Perlu Dibuat Lebih...
Iklan
Turis Asing Perlu Dibuat Lebih Lama Berlibur di Indonesia
Indonesia harus mulai berstrategi untuk meningkatkan pengeluaran belanja wisman, misalnya dengan menggelar kegiatan atau atraksi yang menarik wisman tinggal lebih lama di Indonesia.
Oleh
erika kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain menambah jumlah kunjungan, pemerintah dan pelaku pariwisata diharapkan terus berstrategi untuk meningkatkan lama tinggal dan pengeluaran wisatawan, khususnya turis asing. Hal ini guna menjaga agar surplus pariwisata pada neraca perdagangan jasa Indonesia tidak terus menipis.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2018, Indonesia dikunjungi 15,81 juta turis atau wisatawan mancanegara (wisman). Tahun ini, pemerintah memprediksi jumlahnya naik menjadi 17,5 juta orang. Jumlah itu lebih rendah dari target yang dicanangkan sebelumnya, yakni 20 juta wisatawan.
Pengamat pariwisata, Sapta Nirwandar, berpendapat, Indonesia harus mulai berstrategi untuk meningkatkan pengeluaran belanja wisman. Misalnya dengan menyediakan kegiatan atau atraksi yang menarik wisman tinggal lebih lama di Indonesia.
”Indonesia jangan hanya mengandalkan alamnya, tetapi juga harus lebih banyak menawarkan kegiatan atau event berkualitas agar menarik lebih banyak wisman datang ke Indonesia,” katanya saat dihubungi Kompas, Rabu (11/9/2019).
Indonesia jangan hanya mengandalkan alamnya saja, tetapi juga harus lebih banyak menawarkan kegiatan atau event berkualitas.
Sapta mencontohkan, Perancis saat ini mampu mendatangkan 80 juta wisman dan Thailand 30 juta wisman setiap tahun. Negara-negara yang luasnya tidak sebesar Indonesia mampu mendatangkan lebih banyak wisman karena memiliki ragam atraksi dan kegiatan berkelas internasional.
Saat ini, rata-rata lama menginap wisman 2-3 hari. Data BPS Juli 2019 mencatat, rata-rata lama menginap wisman 2,72 hari.
Sementara itu, data Bank Indonesia menunjukkan, setiap wisman menghabiskan rata-rata 996,75 dollar AS per kunjungan pada triwulan II-2019.
Adapun devisa pariwisata tahun ini diharapkan tembus 20 miliar dollar AS atau naik dari 19,2 miliar dollar AS di 2018. Sejauh ini, jasa pariwisata masih menyumbang surplus bagi neraca perdagangan jasa Indonesia.
Hal itu disebabkan uang yang dikeluarkan turis asing di dalam negeri lebih besar daripada pengeluaran orang Indonesia yang menjadi turis di luar negeri.
Namun, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengingatkan, surplus jasa pariwisata kian menipis.
Surplus jasa pariwisata kian menipis.
Surplus jasa pariwisata pada triwulan II-2019 sebesar 805 juta dollar AS. Surplus tersebut turun dibanding triwulan I-2019 sebesar 1,4 miliar dollar AS.
Secara tahunan, surplus di triwulan II-2019 juga lebih kecil jika dibanding surplus pada triwulan-II 2018 sebesar 1,3 miliar dolar AS.
Inovasi produk
Menipisnya surplus jasa pariwisata di Indonesia di satu sisi positif karena disebabkan meningkatnya kemampuan masyarakat Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Namun, di sisi lain, pemerintah dan pelaku pariwisata harus menarik devisa dari wisman lebih cepat.
Menurut Bambang, cara cepat menarik devisa dari wisman adalah dengan membuat berbagai inovasi produk pariwisata, seperti atraksi, kuliner, akomodasi, dan transportasi.
”Inovasi produk wisata itu harus membuat wisman tidak segan-segan mengeluarkan uang. Supaya lebih mudah dijual, produknya harus dibuat lebih jelas dan lebih baik,” katanya.
Indonesia, lanjut Bambang, bisa mencontoh Turki dengan wisata balon udara di Kapadokia. Produk wisata tersebut terbukti memiliki nilai jual lebih tinggi daripada sekadar pemandangan alam berupa pegunungan.